Jumat, 29 Mei 2015

DWO : Penulis 30 Miliar Segera Diperiksa KPK


Buku trilogi Ahok (karya saya) berbiaya APBD DKI 2015 Rp 30 miliar, akhirnya dinyatakan: Selesai. Petinggi KPK, kemarin mengatakan, itu kasus percobaan korupsi. Belum korupsi. Maka, saya tidak diperiksa. Tapi, saya bakal diperiksa di penulisan buku lainnya. Waduh…
----------------------------
Kronologis buku Rp 30 miliar demikian. Kronologis ini saya tulis, sebab: 1) Tidak lagi berpengaruh terhadap perkara hukum yang sedang berproses. Kasusnya dianggap selesai. Jika saya tulis kemarin-kemarin, bisa mempengaruhi proses hukum yang sedang berlangsung.

2) Barangkali ini bermanfaat bagi pekerja professional lain, kalau-kalau anda menerima pekerjaan yang kemudian diketahui: Biayanya dari APBD/APBN. Contohnya: Pelawak Mandra, akhirnya jadi tersangka korupsi.


Akhir November 2014 saya dihubungi seorang tokoh masyarakat, sebut saja “X” (identitas saya rahasiakan, sebab beliau kini dalam proses hukum untuk kasus lain). Akhirnya kami ketemu di sebuah restaurant internasional di Jakarta Barat.

X : Bisakah Pak Djono menuliskan buku biografi Gubernur DKI Ahok?

Sy : Siap, pak. Itu pekerjaan saya.

X : Tapi, saya minta cepat, selesai sebulan. Sanggup?

Sy : Biografi minimal tiga bulan, pak.

X : Usahakan-lah… sebulan lebih sedikit.

Saya diam, mengkalkulasi waktu. Kalau hanya menulis, target waktu itu bisa dikejar. Tapi, untuk mendekati Ahok guna wawancara, tidak mungkin dalam sepekan. Butuh waktu lebih. Kecuali kalau Ahok sendiri yang meminta.

Saat saya masih berpikir, dia anggap saya setuju. Dia segera lanjut.

X : Bentuknya trilogi (3 buku). Dua anda tulis, satunya ditulis orang saya.

Sy : Mengapa bukan saya semuanya?

X : Biar orang saya belajar dari anda.

Sy : Okay, sebulan setengah. Asal, dalam sepekan ini anda atur pertemuan saya dengan pak Ahok.

Lantas, tawar-menawar sengit soal honor. Disepakati Rp 110 juta per buku, total Rp 220 juta. Tanpa cetak. Hanya penulisan dan layout, sampai jadi master CD siap cetak. Sistem pembayaran, 30 persen dibayar dimuka saat deal (tanda tangan kontrak), 40 persen saat pekerjaan capai 50 persen, sisanya saat pekerjaan selesai.

Ternyata, pembayaran dimuka tidak segera cair. Mr X juga kesulitan mempertemukan saya dengan Ahok. Sementara, saya tetap menyiapkan data, foto-foto, kontak disainer, layouter, yg semuanya berbiaya. Sebab, saya kenal beliau orang yg serius.

Kata Mr X, Ahok enggan diwawancarai, khawatir dikira publik sebagai pencitraan. Tapi, honor 30 persen dibayarkan ke saya cash pada 9 Januari 2015. Saat itu juga kontrak mulai berjalan, sampai 45 hari ke depan. Saat itu juga saya berkirim surat ke Pak Ahok, minta waktu wawancara.

Ternyata Pak Ahok memang ogah diwawancarai, jika untuk buku beliau. Kalau untuk konsumsi pemberitaan media massa, beliau tak keberatan.

Ya, sudah. Saya terus menulis berdasarkan berbagai sumber. Bukan dari narasumber utama: Ahok.

Pada 24 Januari 2015 saya serahkan 50 persen pekerjaan (dua buku) ke Mr X untuk dikoreksi. Ada dua item koreksi, segera saya koreksi dan hasilnya saya serahkan ke beliau lagi. Berarti pembayaran termin ke-2 molor.

Pada pertengahan Februari 2015 muncul berita bahwa buku trilogi Ahok (ternyata) dibiayai APBD DKI 2015 senilai Rp 30 miliar, atau masing-masing Rp 10 miliar per buku. Hebatnya, judul tiga buku itu persis sama dengan yg saya tulis. Mestinya judul ini hanya diketahui saya, pemberi order, dan layouter.

Pencetus berita ini adalah anggota DPRD DKI. Tujuannya, jelas menghantam Ahok (membuat biografi pribadi dengan biaya APBD).

Ahok pun kaget dan berang. “Kalau saya mau membuat biografi, pasti gunakan uang saya pribadi,” katanya. Dia segera laporkan kasus ini ke KPK. Lalu diusut KPK. Hasilnya, Ahok tidak terlibat. Sedangkan saya tidak jadi diperiksa, karena belum ada uang negara yang hilang.

Lolos Buku Ahok, Terjerat Buku Lain

Bebas dari buku Ahok, ternyata ada info, saya akan diperiksa KPK untuk pembuatan buku lainnya. Busyet… apa pula ini? “Ingat gak pak, bahwa kita pernah menulis buku Sejarah Batavia?” tanya DN, kawan saya, wartawan koran Sinar Harapan, tadi malam.

Ya… ya… ya… Pada November 2013 saya dikontak kawan WN, wartawan koran Kompas. Dia mendapatkan pekerjaan penulisan 6 judul buku, serial Sejarah Batavia.

WN: “Anda saya minta jadi editor sekaligus pengarah isi lima buku, dan penulis langsung untuk satu buku lainnya. Apakah anda bersedia?” tanya WN. Jawab saya: “Siap…”

Tim pewawancara dalam lima buku adalah DN, wartawan Sinar Harapan, BY dan AG, sama-sama wartawan Pos Kota, VR, wartawan Detik.com, AS, wartawan Indo Pos.

Saya berperan sebagai perancang isi, pembuat daftar pertanyaan untuk wawancara dengan narasumber, editor hasil wawancara, dan menulis langsung satu buku berjudul: “Dari Rezim ke Rezim” (serial Sejarah Batavia).

Proyek ini datang dari “Y” yang berhubungan langsung dengan WN. Nilai kontrak total Rp 390 juta (masing-masing buku Rp 65 juta) hanya untuk penulisan. Tanpa cetak. Bagian saya Rp 75 juta. Pekerjaan selesai dalam dua bulan, sesuai kontrak.

Enam buku itu kemudian menjadi koleksi perpustakaan di semua SMA di Jakarta sejak pertengahn 2014. Sebagian dipasarkan di toko buku.

Sepekan lalu saya membaca berita di beberapa media massa, bahwa buku serial Sejarah Batavia bermasalah. Buku itu ternyata dibiayai APBD DKI senilai puluhan miliar rupiah. Diduga terjadi mark up, sehingga merugikan negara. Alamaaak…

VR (anggota tim penulis) sudah diperiksa belasan jam di KPK, akhir pekan lalu. Saya sudah dikontak teman-teman anggota tim, agar siap-siap diperiksa KPK. “Kalau anda diperiksa nanti, katakan apa adanya,” pesan DN.

Repotnya, untuk penulisan buku ini saya tidak pegang bukti pembayaran honor. Padahal, nilai uang penting disini. Bukti pembayaran kontrak hanya dipegang WN selaku penerima pekerjaan dari Y. Sedangkan WN bayar ke saya dan teman-teman anggota tim, tanpa tanda terima, karena kami semua kawan akrab.

Hikmah dari semua kejadian ini bagi saya: Korupsi bisa menyeret siapa saja. Minimal, diperiksa KPK. Apakah saya dan kawan-kawan bakal dibui atau tidak, kita lihat saja hasil akhirnya. (Jkt, 12/04/15)

Senin, 25 Mei 2015

New Hope : Dahlan Iskan : Problem Banyak Anak dan Manusia Tidak Beragama

by Dahlan Iskan
Inilah  dua hasil penelitian yang akan membuat para pimpinan agama (Islam dan Kristen), mestinya, tidak punya waktu lagi untuk bicara yang remeh-temeh. Persaingan untuk berebut pengaruh di antara golongan-golongan dalam satu agama pun bisa tidak relevan lagi. Apalagi persaingan antaragama. Hasil penelitian itu benar-benar akan membuat para pimpinan agama masing-masing, mestinya, terlalu sibuk dengan pekerjaan rumah masing-masing yang sangat besar ini.
Bulan lalu Pew Research Center yang berpusat di Washington DC, Amerika Serikat, mengumumkan hasil penelitiannya. Pertama, jumlah umat Islam menjadi imbang dengan umat Kristen pada 2050 (31,4 persen Kristen, 29,7 persen Islam). Jumlah penganut Islam akan melebihi umat Kristen pada 2070. Kedua, perkembangan itu bukan karena banyak umat Kristen yang masuk Islam, melainkan lebih karena keluarga Kristen memiliki lebih sedikit anak (2,3) dibanding keluarga Islam (3,5). Juga karena akan banyak umat Kristen, di Eropa khususnya dan di Barat umumnya, yang tidak mau lagi terikat dengan agama.
Sambil melakukan perjalanan dengan naik bus ke kota-kota Nashville, Memphis, New Orleans, Houston, dan Austin pada hari-hari tidak ada mata pelajaran di akhir pekan, saya merenungkannya dalam-dalam. Saya tertegun.
Saya membayangkan betapa seharusnya tiap-tiap pimpinan agama kini bekerja keras untuk merespons hasil penelitian itu. Seharusnya sudah tidak ada waktu lagi untuk berebut pengaruh.
Ambil contoh di internal Islam. Menjadi mayoritas lebih karena jumlah anak yang lebih banyak bukankah akan menimbulkan persoalan tersendiri? Yakni, bagaimana dengan jumlah anak yang lebih banyak itu bisa meningkatkan kesejahteraan mereka.
Menyiapkan diri untuk menjadi agama terbesar bukanlah pekerjaan mudah. Terutama kalau Islam akan menempatkan dirinya menjadi seperti yang diinginkan agama itu: menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Pertanyaan mendasar akan datang dari dunia Barat: Dengan Islam menjadi mayoritas, akankah dunia lebih aman dan damai? Akankah dunia lebih sejahtera? Lebih makmur? Akankah umat manusia lebih bahagia? Apakah tidak justru sebaliknya? Lebih kacau? Lebih saling serang? Lebih saling mengafirkan? Lalu, lupa pada misi utama untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam?
Dunia Barat –dengan keunggulan teknologi, ekonomi, dan ilmu pengetahuan– tentu harap-harap cemas menghadapinya. Terutama pada 2070 nanti, ketika penduduk dunia menjadi 9,3 miliar dari 6,9 miliar saat ini.
Di era teknologi, ekonomi, dan ilmu pengetahuan, jumlah bukanlah inti kekuatan. Justru sering terjadi, dan banyak terbukti, besarnya jumlah sekadar angka tidak bertulang.
Pertambahan umat Islam yang besar itu, terang Pew, terjadi di India dan negara-negara muslim di Afrika. Keluarga mereka memiliki anak yang lebih banyak. Pada 2050 nanti, Indonesia tidak bisa lagi menyebut dirinya sebagai negara muslim terbesar. Kalah dari India.
Sayang, banyak-banyakan anak itu, dalam ilmu pengetahuan (termasuk ilmu ekonomi), akan terkait langsung dengan tingkat kesejahteraan dan kemakmuran. Bisa-bisa tingginya angka kelahiran itu akan berdampak meningkatnya kemiskinan.
Tiongkok, misalnya, sengaja dengan keras mengendalikan angka kelahiran agar bisa meningkatkan kemakmuran rakyatnya. Seandainya tidak ada pengendalian itu, jumlah penduduk Tiongkok kini mencapai 1,7 miliar. Alias 400 juta lebih banyak daripada kenyataan sekarang yang 1,3 miliar. Angka kelahiran yang bisa dicegah itu saja dua kali jumlah penduduk Indonesia. Atau 25 kali penduduk Malaysia. Untuk menyediakan sarana kesehatan, pendidikan, dan perumahan bagi 400 juta orang itu saja bukan main memakan kemampuan negara.
Negara-negara Barat tentu akan memperhatikan penuh pengaruh ledakan penduduk tersebut. Barat pasti khawatir kalau negara-negara berpenduduk besar itu sulit keluar dari kemiskinan. Itu, bagi Barat, akan dianggap sebagai sumber kekacauan, imigrasi, dan bahkan sampai terorisme. Maka, pekerjaan untuk meningkatkan kemakmuran di negara-negara muslim seharusnya menjadi agenda terbesar para pimpinan agama di segala lapisan.
Pihak Kristen mestinya juga memiliki agenda internal yang tidak kalah besar. Bukan dalam menghadapi agama lain, melainkan menghadapi kenyataan baru: meningkatnya jumlah orang Kristen di Barat yang tidak mau lagi beragama. Jumlah mereka terus meningkat.
Tentu para pimpinan Kristen akan memiliki kesibukan yang luar biasa untuk mencegah hal itu terjadi. Bayangkan, sampai 2050 nanti, papar Pew, 170 juta orang Kristen menjadi tidak beragama. Khususnya di Inggris, Prancis, Belanda, dan Selandia Baru.
Hasil penelitian itu sangat menantang bagi para pimpinan agama tersebut di segala lapisan. Mungkin perlu lebih banyak pendeta dan pastor dari Indonesia untuk menjadi misionaris di sana, mengikuti jejak Pendeta Stephen Tong dari Batu, yang sangat terkenal hebat di Barat.
Sulitnya, pengertian ”tidak beragama” itu tidak sama dengan ”tidak bertuhan”. Mereka tetap percaya akan adanya Tuhan, tapi tidak mau terikat dengan agama apa pun. Itu berbeda dengan pengertian ateis atau komunis pada masa lalu.
Untuk masa depan, agama tampaknya memang harus sinkron dengan ilmu pengetahuan. Tidak bisa lagi agama mengajarkan A, ilmu pengetahuan membuktikan B. Pada zaman dulu, doktrin agama terbukti sering bertabrakan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Soal bumi bulat, soal manusia pertama, soal penciptaan alam semesta, misalnya, adalah beberapa contoh.
Ilmu kedokteran, terutama ilmu kromosom, DNA, dan sel, kelihatannya menjadi penyumbang terbesar doktrin kuno dalam menafsirkan doktrin agama. Demikian juga ilmu fisika dan ilmu kimia.
Lihatlah hasil penelitian lain ini. Sejak dua tahun lalu, agamawan aliran lama tertegun oleh penemuan partikel subatom baru. Penemunya memberi nama sindiran untuk ”barang” itu sebagai ”partikel Tuhan”. Sebab, mereka yakin bahwa partikel itulah yang menjadi awal mula terbentuknya jagat raya.
Tentu masih memerlukan pengujian lebih lanjut terhadap temuan itu. Tapi, mereka yakin akan bisa melanjutkan penelitiannya dan membuktikan kebenaran ilmiahnya.
Maka, ilmuwan yang tergabung di pusat penelitian CERN menciptakan alat untuk menguji partikel Tuhan itu. Bulan lalu alat tersebut berhasil dibuat. Pada 5 April 2015, CERN mengadakan konferensi pers. Alat penguji itu mulai dicoba digerakkan. Bentuknya sebuah mesin, yang menurut CERN terbesar yang pernah dibuat manusia.
Fungsi mesin itu adalah menabrakkan partikel Tuhan dalam kecepatan tinggi. Menyamai kecepatan cahaya. Kini CERN sudah menghidupkan mesin tersebut. Lokasi uji coba itu adalah sebuah terowongan penelitian milik CERN sepanjang 17 mil di perbatasan Swiss dengan Prancis.
”Kami sedang menunggu uji coba mesin itu untuk mencapai kecepatan cahaya. Mungkin dalam dua bulan ke depan,” ujar Direktur Jenderal CERN Rolf-Dieter Heuer dalam konferensi pers bulan lalu.
Mereka ingin membuktikan bahwa teori big bang benar: Jagat raya ini tercipta oleh ledakan besar yang ditimbulkan oleh tabrakan partikel dalam kecepatan cahaya. Mereka lagi menguji penafsiran doktrin agama yang mengatakan bahwa jagat raya diciptakan oleh Tuhan begitu saja, tanpa proses fisika.
Mereka percaya bahwa tabrakan besar partikel tersebut terjadi 14 miliar tahun lalu dan saat itulah awal mula terbentuknya jagat raya. Penemuan itu nanti, kalau terbukti, tidak harus kita artikan menolak doktrin bahwa jagat raya diciptakan oleh Tuhan. Tapi, setidaknya itu akan menggugurkan cara menafsirkan doktrin agama yang dilakukan selama ini, yakni bahwa jagat raya diciptakan Tuhan begitu saja. Tidak lewat proses fisika.
Di tengah gelombang ilmu pengetahuan seperti itu, adakah yang masih menganggap penting memperdebatkan kapan jatuhnya hari Lebaran sampai berhari-hari? (*)

Rabu, 20 Mei 2015

Pengakuan Dahlan Iskan soal SBY dan upaya pembubaran Petral

Pengakuan Dahlan Iskan soal SBY dan upaya pembubaran Petral
Dahlan Iskan. ©2013 Merdeka.com/M. Luthfi Rahman
Merdeka.com - Pemerintahan Jokowi - JK secara resmi sudah membubarkan anak usaha Pertamina yaitu PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral). Alasannya, keberadaan Petral tidak memberi perbaikan pada bisnis Pertamina, justru malah menggerogoti induknya tersebut.
Pembubaran Petral kali ini memunculkan polemik dan menyeret nama mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Petral yang seharusnya dibubarkan sejak 2006 silam, namun gagal. Berbagai tudingan berdatangan hingga menyebut SBY yang melindungi keberadaan Petral.
"Dulu Pak Dahlan mau bubarkan Petral, tapi ada kekuatan besar. Yang ada Pak Dahlan bilang, tiga kali dipanggil SBY (Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono)," ujar Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri dalam diskusi bertajuk Energi Kita yang digagas merdeka.com, RRI, IJTI, dan Sewatama.
Faisal Basri juga pernah mengakui sempat bertemu mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan terkait kerumitan persoalan pembubaran Petral.
Pengakuan Dahlan dari hasil pertemuan yang dilakukan di Aceh tersebut adalah, National Oil Company (NOC) Indonesia tidak sebaik lainnya. Dahlan dulu bahkan telah berniat menghentikan operasional Petral.
Namun, pembubaran Petral tidak mudah karena adanya pengamanan dari 'atasan' Dahlan. "Tapi kenapa susah dihentikan, karena ada langit (atasan) di atas Pak Dahlan," kata Faisal di Jakarta, Rabu (24/12).
Ketika dikorek lebih jauh siapa langit yang dimaksud, Faisal ogah menyebutkan secara pasti. Namun, dia menegaskan bahwa 'langit' tersebut merupakan atasan Dahlan saat menjabat sebagai menteri. "Ya atasannya Pak Dahlan, siapa?" ungkapnya.
Tudingan Faisal Basri langsung dijawab SBY. mantan presiden tersebut merasa difitnah dengan tudingan yang beredar di media. Ketua Umum Partai Demokrat ini mengaku tertib dalam manajemen pemerintahan. Isu serius seperti mafia migas, pasti akan diresponsnya. Karenanya, kata SBY, tidak mungkin usul pembubaran Petral di era kepemimpinannya berhenti di mejanya.
"Hari ini saya berbicara dengan mantan Wapres Boediono dan 5 mantan menteri terkait, apakah memang pernah ada usulan pembubaran Petral. *SBY*."
"Semua menjawab tidak pernah ada. Termasuk tidak pernah ada 3 surat yang katanya dilayangkan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan waktu itu. *SBY*," kata SBY.
SBY menilai pemberitaan yang menyebut pembubaran Petral berhenti di mejanya adalah fitnah dan masuk dalam pencemaran nama baik. SBY mengaku masih menunggu klarifikasi dari pihak-pihak yang menyebarkan.
"Mungkin tidak mudah menghadapi yang tengah berkuasa sekarang ini. Tetapi, kebenaran adalah "power" yang masih saya miliki. *SBY*," katanya.
Penelusuran merdeka.com, Dahlan pernah membeberkan kisah pertemuannya dengan SBY saat membahas Petral.
Merdeka.com - Dahlan Iskan tahun 2012 silam pernah menulis dan menyebut kalau dia pernah bertemu dengan SBY membahas pembubaran Petral. Hal ini terungkap dari tulisan Dahlan yang dilansir merdeka.com tiga tahun lalu. Dahlan pernah membahas pembubaran Petral bersama SBY.
"Dalam satu bulan terakhir tiga kali Presiden SBY mengajak mendiskusikan soal ini dengan beberapa menteri. Termasuk saya. Arahan Presiden SBY jelas dan tegas bagi saya: benahi Pertamina. Kalau ada yang mengaku-ngaku dapat backing dari Presiden, atau dari Cikeas, atau dari Istana abaikan saja. Bisa saja ada yang mengaku-ngaku mendapat backing dari Presiden SBY. Tapi sebenarnya tidak demikian. Jangankan Presiden SBY, saya pun, di bidang lain, juga mendengar ada orang yang mengatakan mendapat backing dari Menteri BUMN!," kutipan tulisan Dahlan tahun 2012 silam.
Dahlan juga mengaku dalam pembahasan tersebut juga diundang karen Agustiawan yang saat ini menjadi direktur utama Pertamina.
"Presiden SBY juga menegaskan itu sekali lagi minggu lalu. Dalam pertemuan menjelang tengah malam itu diundang juga Dirut Pertamina Karen Agustiawan. Karen melaporkan sudah siap melakukan pembelian langsung, tanpa perantara lagi. Tentu diperlukan persiapan-persiapan yang matang. Tidak bisa, misalnya seperti yang diinginkan beberapa pihak, besok pagi Petral langsung dibubarkan. Pasokan BBM bisa terganggu. Dan bisa kacau-balau," katanya.
Menurut tulisan Dahlan, ada beberapa motif yang berada di belakang isu pembubaran Petral kala itu.
"Setidaknya ada tiga motif: 1) Ada yang dengan sungguh-sungguh dan ihlas menginginkan Pertamina benar-benar C&C dan bisa menjadi kebanggaan nasional. 2) Dengan adanya Petral mereka tidak bisa lagi 'ngobyek' dengan cara menekan-nekan Pertamina seperti terjadi di masa sebelum Petral. 3). Ada yang berharap kalau Petral dibubarkan jual-beli minyak kembali dilakukan di Jakarta dan mungkin bisa menjadi obyekan baru," tegas Dahlan
Tentu, seperti juga bensin oplos, ada juga campuran lain: politik! Ada politik anti pemerintah Presiden SBY. Tapi yang keempat ini baiknya diabaikan karena politik adalah satu keniscayaan.

Senin, 18 Mei 2015

New Hope : Dahlan Iskan : Ketika Larangan Bukan Lagi Larangan

Data menunjukkan bahwa belum pernah ada kecelakaan pesawat yang disebabkan penggunaan handphone. Tapi, data juga menunjukkan bahwa penggunaan alat-alat elektronik di dalam pesawat memang berpengaruh pada sistem komunikasi dan navigasi.
Data lain menunjukkan, 30 persen handphone penumpang tidak dimatikan, meski umumnya diset silent. Itu berarti saat pesawat sedang meninggalkan landasan atau proses landing, suara maupun data SMS, e-mailbluetooth, dan lain-lain masuk ke handphone tersebut. Dan tidak pernah terjadi apa-apa.
Data yang lain lagi menunjukkan bahwa persaingan pelayanan di penerbangan kian seru. Perusahaan penerbangan cenderung memenuhi keinginan penumpang, terutama dalam penggunaan handphone (HP). Beberapa perusahaan mulai menyediakan layananwifi di udara. Kian lama kian banyak pesawat yang dilengkapi wifi. Mula-mula hanya untuk penerbangan jarak jauh. Antarbenua. Kini, di Amerika Serikat, dalam penerbangan dua jam pun, sudah mulai disediakan wifi.
Memang wifi tersebut baru di-on-kan saat pesawat sudah terbang tinggi dan dimatikan ketika pesawat menjelang landing. Tapi, tetap saja terjadi komunikasi saat pesawat berada di udara.
Cathay Pacific, menurut pengalaman saya, sejak dua tahun lalu sudah melonggarkan aturan itu. Saat pesawat baru mendarat, pramugari mengumumkan, ”Anda sudah boleh menghidupkan handphone.” Berbeda dengan pengumuman lama yang menyebutkan, ”Pesawat baru saja mendarat, tapi Anda baru boleh menghidupkan handphone saat sudah tiba di gedung terminal.”
Di Amerika, kini tidak ada pengumuman itu. Baik yang lama maupun yang baru. Semula saya kaget. Banyak sekali penumpang yang tetap sibuk dengan gadget mereka saat pesawat mau take off. Pramugari yang melihat itu juga tidak menegur. Memang tidak ada yang melakukan pembicaraan suara, tapi HP, iPod, maupun tablet terus difungsikan. Hanya laptop yang tidak boleh digunakan. Bukan soal elektroniknya, melainkan soal besarnya ukuran laptop yang kalau terjadi benturan bisa menyebabkan luka.
Demikian juga waktu pesawat hendak landing. Penumpang tetap sibuk dengan gadget masing-masing. Pramugari juga tidak menghiraukannya. Beberapa jendela yang masih tertutup juga tidak diminta dibuka. Hanya sandaran kursi yang harus ditegakkan.
Ternyata memang ada kebijakan baru yang secara resmi memperbolehkan itu. Setidak-tidaknya tidak melarang itu. Itu berlaku sejak Oktober 2013, sejak Federal Aviation Administration (FAA) mengeluarkan pengumuman bahwa ”penumpang diperbolehkan menggunakan alat-alat elektronik pribadi”. Tapi, FAA tidak mau menegaskan apakah itu termasuk handphone.
FAA sengaja menghindari penyebutan handphone sekadar karena ada aturan yang dikeluarkan lembaga lain yang melarang penggunaan handphone. Kalau menyebutkannya, FAA akan dianggap memasuki wilayah lembaga lain. Yang dimaksud adalah instansi pemerintah Federal Communication Commission (FCC).
Tapi, begitu FAA mengeluarkan pengumuman itu, FCC juga segera menyusulinya dengan pengumuman baru. Memang pengumuman tersebut terasa mengambang, tapi semua pihak menafsirkannya sebagai boleh menggunakan handphone juga.
Inilah bunyi pengumuman itu. ”Teknologi modern memang bisa memberikan layanan handphone dengan aman dan tangguh. Dan, ada waktunya nanti untuk merevisi aturan yang sudah kuno dan terlalu ketat itu.”
Aturan yang diakui kuno dan ketat itu ternyata memang dikeluarkan pada 1968. Itu pun, maksud utamanya adalah mengatur penggunaan frekuensi FM.
Tentu semua orang tahu bahwa setiap handphone menyediakan menu airplane mode. Maksudnya, meskipun lalu lintas komunikasi tetap terblokir, handphone tetap bisa digunakan untuk keperluan lain: main game, menulis naskah, menyiapkan teks SMS atau WA yang akan dikirim nanti, dan seterusnya.
Yang terbaru, sejak minggu lalu, perusahaan penerbangan di Amerika mengizinkan boarding dengan menggunakan handphone. Penumpang tidak perlu lagi memiliki boarding pass. Dengan demikian, tidak perlu check-in juga. Mesin-mesin check-in otomatis, yang membuat penumpang bisa check in sendiri, menjadi tidak relevan lagi.
Untuk masuk pesawat, penumpang tinggal menempelkan layar handphone-nya ke alat yang biasanya digunakan untuk mendeteksibarcode pada boarding pass. ”Sejak minggu lalu, kami juga melayani boarding dengan menggunakan jam tangan,” ujar seorang petugas boarding Delta Air di Bandara Cleveland. Tentu jam tangan khusus yang kini mulai dipasarkan, yang juga berfungsi untukhandphone itu.
Perkembangan teknologi komunikasi memang seperti tak terbatas. Kini produsen alat-alat rumah tangga seperti AC, mesin cuci,microwaverice cooker, kulkas, dan sebangsanya mulai khawatir. Produsen handphone yang lagi hot dari Tiongkok seperti Xiaomi bisa menggulung mereka.
Pabrik handphone itu juga akan memproduksi alat-alat rumah tangga yang didesain bisa terhubung dengan handphone. Konsumen akan membeli alat rumah tangga yang bisa dikendalikan dengan handphone tersebut. Jarak jauh.
Persaingan di perusahaan penerbangan memang tidak pernah berhenti. Tiga perusahaan penerbangan Amerika, American Airlines (terbesar di dunia), United, dan Delta, untuk kali pertama berteriak bersama Kamis pekan lalu: Tiga perusahaan penerbangan Timur Tengah tidak fair.
Emirates, Etihad, dan Qatar Airways mereka tuduh menerima subsidi pemerintah sampai 40 miliar dolar AS sejak 2004. Akibatnya, mereka sangat kompetitif. Emirates, misalnya, sekarang terbang langsung dari Dubai ke tujuh kota di Amerika. ”Sejak Januari lalu saja naik 25 persen,” bunyi pernyataan mereka.
Rupanya bukan hanya Singapore Airlines yang terpukul oleh Emirates dkk itu. Tiga kali ke AS selama dua tahun terakhir, misalnya, saya memilih salah satu di antara tiga maskapai itu karena ingin merasakan pesawat terbesar dan terbaru A380. Tidak satu pun perusahaan penerbangan Amerika yang mengoperasikan pesawat itu.
Tapi, Emirates ternyata jeli. Ia menyerang balik: Sejak 2000, tiga perusahaan penerbangan Amerika itu menerima bantuan pemerintah AS sebesar 70 miliar dolar. Memang bentuknya bukan subsidi langsung. Tapi, bagi mereka, itu tidak ada bedanya.
Begitulah raksasa-raksasa dunia bertempur. (*)

Senin, 11 Mei 2015

New Hope : Dahlan Iskan : 41/43 untuk dan dari Bush

Bush menulis buku untuk Bush. Judul bukunya simpel: 41. Sebetulnya akan lebih menarik kalau judulnya ”41/43”. Yakni buku tentang presiden Amerika Serikat (AS) yang ke-41, yang ditulis oleh presiden AS yang ke-43.
Untuk apa George W. Bush menulis buku tentang George H.W. Bush, ayahnya?
Suatu hari, menjelang ulang tahun ke-90 George H.W. Bush, tahun lalu, seorang wartawan mengungkapkan pengalaman ayahnya. Sang ayah adalah seorang ahli sejarah yang melakukan penelitian tentang kehidupan John Adam, salah seorang bapak bangsa Amerika yang bersama George Washington, Benjamin Franklin, dan lain-lain memproklamasikan pembentukan negara AS. John Adam lantas menjadi wakil presiden pertama dan menjadi presiden ke-2 AS.
Salah satu hasil penelitian tentang John Adam itu mengungkapkan kekecewaan seorang ayah yang sudah tua kepada anaknya. ”Salah satu yang disesalkan Presiden John Adam dalam hidupnya adalah: mengapa anaknya tidak mau menulis buku tentang sang ayah,” kata wartawan itu kepada George Bush. John Adam punya enam anak, tapi yang dimaksud adalah anaknya yang kedua, John Quincy Adam, presiden AS yang ke-6 (1825–1829).
John Adam dan Quincy Adam adalah bapak-anak pertama yang menjadi presiden di AS. Keduanya sama-sama hanya memangku jabatan satu periode. Sang ayah masih sempat menyaksikan anaknya dilantik jadi presiden, tapi beberapa bulan kemudian meninggal dunia.
Informasi itu dirasa-rasakan oleh George Bush, presiden ke-43 AS. Dia pun memutuskan untuk menulis buku tentang ayahnya yang menjadi presiden ke-41. Mumpung ayahnya masih hidup. Mumpung dia juga sudah lebih longgar setelah tidak lagi jadi presiden.
”Tentu saja buku ini tidak objektif,” tulis George Bush dalam kata pengantar. Tapi, setelah membaca buku setebal 300 halaman itu, rasanya tidak ada yang perlu dimaafkan. Justru isinya sangat menarik. Itulah buku ”cerita dari dalam” yang sulit didapat orang luar. Apalagi, banyak bagian yang menceritakan hal-hal ringan dan lucu. Yang menggambarkan secara utuh profil keluarga besar Bush yang sangat humoris, romantis, dan kompak.
Ketika sang anak jadi presiden, George H.W. Bush ternyata sering mengirim cerita lucu ke Gedung Putih. Ini karena dia pernah merasakan betapa stresnya menjadi presiden. Cerita-cerita lucu itu dia dapat dari orang lain. Lantas dia e-mail-kan ke staf di Gedung Putih. Sang ayah tahu anaknya tidak membuka e-mail sendiri, tapi dia yakin lelucon itu pasti disampaikan ke sang presiden. ”Lelucon-lelucon dari ayah saya itu benar-benar bisa meredakan stres,” tulis George Bush.
Misalnya cerita ini: seseorang yang ditangkap karena mencuri barang di toko dibawa ke pengadilan. Saat hakim bertanya apa yang dia curi, dijawab ”cuma satu bungkus minuman”. Saat ditanya satu bungkus itu berisi berapa botol,  dijawab ”enam botol”. ”Kalau begitu, kamu dihukum enam hari di penjara,” kata hakim. Tapi, istri si pencuri menyela: dia juga mencuri satu bungkus anggur!
George Bush juga menceritakan bagaimana bapaknya, yang dari keluarga kaya raya di daerah yang enak di dekat New York, memutuskan keluar dari kenyamanan keluarga untuk merintis karir dari bawah. Dia merantau ke daerah yang sangat gersang, nun jauh ke wilayah barat Texas.
Saat itu sang ayah, George H.W. Bush, baru tamat dari universitas yang sangat prestisius, Yale University. Dia juga sudah memiliki seorang bayi, George Bush. Istrinya, Barbara, juga dari keluarga kaya raya. Tapi mau saja diajak menderita di pedalaman Texas.
Bagi George H.W. Bush, kesulitan itu harus dihadapi. Dia sudah merasakannya berkali-kali. Yakni, ketika kelas tiga SMA, dia memutuskan menjadi prajurit sukarela untuk terjun ke Perang Dunia II di Pasifik. Dia menjadi pilot pesawat tempur angkatan laut. Pesawatnya jatuh ke laut ditembak tentara Jepang. Saat cuti, dia mengawini Barbara untuk ditinggal perang lagi. Setelah perang usai, barulah masuk universitas.
Di daerah tandus Texas itu, George H.W. Bush harus menyewa rumah di kota kecil Odessa. Kamar mandinya harus dipakai bersama dengan dua tetangga. Suatu malam, tulis George Bush, ibunya panik. Cepat-cepat sang ibu mendekap bayinya untuk dibawa lari ke luar rumah. Perempuan kota besar ini takut rumahnya meledak karena tiba-tiba ada bau gas yang menyengat.
Melihat kepanikan itu, tetangganya menenangkannya. ”Bau gas itu dibawa angin yang tiba-tiba berubah arah kemari,” kata tetangga. Bayi yang dibawa lari itulah George Bush. Odessa memang tidak jauh dari ladang minyak.
Suatu hari Bush kecil mencuri mainan tentara-tentaraan di toko di kota yang sangat sepi itu. ”Lagi mainan apa tuh?” sapa sang ayah saat pulang dari kerja. ”Dapat dari mana itu?” Akhirnya Bush kecil mengaku. Saat itu juga sang ayah mengajaknya ke toko tersebut. Dari jarak yang bisa dipantau, Bush kecil diminta mengembalikan sendiri mainan itu dan minta maaf.
Di wilayah itu sang ayah bekerja sebagai pegawai bagian umum yang paling bawah di sebuah kantor perusahaan minyak. Tugasnya menjaga kebersihan kantor dan melaksanakan pengecatan alat-alat pengeboran minyak. Setahun kemudian salah seorang keluarganya yang juga memiliki perusahaan keuangan di Wall Street New York memintanya kembali ke New York. Untuk didudukkan sebagai salah seorang eksekutif di perusahaan itu. George H.W. Bush menolak. Dia tetap memilih merintis karir di Texas.
Setelah punya pengalaman cukup, George H.W. Bush ingin usaha sendiri. Dia mencari partner untuk sama-sama merintis usaha minyak. Dia mencari modal ke jaringan keluarganya. Partnernya minta nama perusahaan itu diawali dengan huruf A. Atau huruf Z. ”Supaya di buku telepon tidak tenggelam di tengah-tengah,” kata partner tersebut. Kebetulan, saat itu, tahun 1950-an, film berjudul Viva Zapata lagi diputar di Texas. Jadilah nama perusahaan itu Zapata Petroleum. Di kemudian hari Zapata terkenal sebagai perusahaan minyak raksasa di Houston, Texas.
Tentu diceritakan juga bagaimana sedihnya sang ayah ketika maju lagi untuk masa jabatan kedua kalah melawan Bill Clinton.
Kesedihan itu kemudian terhibur saat bayinya yang dia bawa ke Texas lalu menjadi gubernur Texas. Dan anaknya yang lain, Jeb Bush, menjadi gubernur di Florida. Dua-duanya terpilih untuk dua masa jabatan. Sang ayah lantas berkeyakinan bahwa anaknya itu akan bisa menjadi presiden. Terbukti. George W. Bush menjadi presiden setelah Bill Clinton. Dan Jeb Bush kini sudah mencalonkan diri menjadi presiden untuk menggantikan Barack Obama tahun depan. Melihat calon-calon yang ada, kemungkinan Jeb Bush terpilih sangat besar.
Banyak sekali humor keluarga, kisah kekompakan keluarga, dan kasih sayang di dalam keluarga itu yang diceritakan di buku 41. Tapi, yang berikut ini bukan lelucon sama sekali.
Menjelang hari ulang tahun yang ke-90 sang ayah, tahun lalu, tiba-tiba sang anak menerima info. Sang ayah akan merayakan ulang tahunnya dengan cara terjun payung. Semua kaget. Sang ayah sudah sering harus di kursi roda. Bahkan setahun sebelumnya masuk rumah sakit dalam keadaan kritis.
”Saya tahu, kalau ayah punya kemauan harus terjadi,” tulis sang anak. Maka keluarga pun menunggu di tempat pendaratan sang ayah. Terjun payung itu terlaksana. Tentu bersama tandem. Begitu mendarat, sang ayah langsung dinaikkan ke kursi roda.
Saat terjadi tsunami besar di Aceh, Presiden George Bush meminta ayahnya menggalang dana. Yang membuat sang ayah kaget, George Bush juga menunjuk mantan Presiden Clinton untuk mendampingi sang ayah. Keduanya bersedia karena ini untuk kemanusiaan yang luar biasa.
Dua mantan presiden yang semula bersaing dalam kegetiran itu kemudian sama-sama ke lokasi tsunami. ”Itulah untuk pertama kalinya mantan lawan menggalang dana bersama. Kemudian berjalan bersama-sama ke tempat yang jauh berhari-hari,” tulis buku itu.
Karena pesawat hanya memiliki satu tempat tidur, Clinton dengan rendah hati menyilakan George H.W. Bush saja yang menempatinya. ”Meski pernah beberapa kali bertemu, tapi pada dasarnya baru kali itu mereka saling mengenal,” tulis Bush.
Setelah peristiwa itu, keduanya juga diminta menggalang dana untuk korban topan Katrina di Amerika sendiri. Clinton lantas sering bertandang ke rumah George H.W. Bush di Walker Point, di pantai Laut Atlantik.
Di rumah ini jugalah sang ayah membantu anaknya mengundang Presiden Rusia Vladimir Putin secara pribadi dan informal. Putin diajak menjalani hobi sang ayah: ngebut di laut dengan speedboat. Setelah itu barulah sang presiden menyusul ke rumah sang ayah, menemui Putin berjam-jam untuk membicarakan masalah persenjataan.
Kalau saja Jeb Bush benar-benar akan terpilih sebagai presiden, sejarah baru akan tertoreh. Bukan lagi John Adam dan John Quincy Adam. Bukan lagi George H.W. Bush dan George W. Bush, tapi juga kakak-adik George Bush dan Jeb Bush. (*)

Senin, 04 Mei 2015

New Hope : Dahlan Iskan : Komedi Stand-Up dengan 86 Gelak dan Tepuk

KITA tahu Gus Dur adalah humoris sejati. Presiden Amerika umumnya juga humoris. Tapi, baru kali ini ada presiden yang dalam pidato resminya yang hanya 22 menit mendapat sambutan gelak tawa dan tepuk tangan sampai 86 kali. Itulah gaya Presiden Obama saat memberikan sambutan pada jamuan makan malam tahunan yang diselenggarakan wartawan Gedung Putih di Washington Hilton pekan lalu.
”Ini stand-up comedy terbaik dalam sejarah Amerika,” komentar media.
Saking lucunya dan saking seringnya gelak tawa menyambutnya, saya sampai dua kali memutarnya ulang di YouTube. Saya ingin menghitung dengan benar berapa kali hadirin yang memenuhi ruangan besar itu tergelak atau bahkan bertepuk tangan panjang.
Memang sudah biasa seorang presiden di AS menyelipkan humor dalam setiap pidatonya. Bahkan, mengapa Al Gore yang cerdas, elegan, dan ganteng kalah saat bersaing dengan calon presiden George W. Bush dalam pemilu 16 tahun lalu, kata analis, hanyalah karena Al Gore terlalu serius. Hanya karena kalah humoris.
Rupanya Obama sengaja mendesain pidatonya malam itu mirip teater komedi. Pemberi sambutannya, misalnya, seorang pelawak perempuan terkemuka yang berkulit putih. Dialah Cecily Strong yang biasa tampil di acara TV yang sangat populer, Saturday Night Live. Strong memang tampil lucu, tapi jauh kalah lucu jika dibandingkan dengan Obama yang tampil setelah itu.
Tentu bahan Obama melucu tetap di sekitar kepresidenan, politik, pribadinya, juga kehidupan wartawan/media. Karena itu, bagi yang tidak akrab dengan pergulatan politik Amerika, mungkin tidak terlalu tahu di mana letak lucunya.
Dia mengkritik habis semua TV dan koran terkemuka. Satu per satu, dia sebut nama-nama media itu. Tapi, yang dikritik menyambutnya dengan gelak tawa. ”Saya tidak terganggu dengan apa yang dilakukan media terhadap saya, karena di Washington ini memang ada permusuhan yang tersistem,” katanya. Gerrr.
Satu per satu calon presiden yang sudah mengumumkan pencalonannya dia serang habis dengan humornya. Bukan hanya yang berasal dari Partai Republik, tapi juga Partai Demokrat. Termasuk Hillary Clinton. Bahkan lengkap dengan menampilkan karikaturnya di layar lebar dalam forum itu.
”Saya punya teman yang baru beberapa minggu lalu mendapat uang jutaan dolar, tapi sekarang hidup di gerobak di Iowa sana,” kata Obama. Yang dimaksud tentu Hillary. Dia memang lagi dihebohkan soal cara pengumpulan dananya dari luar negeri yang sampai jutaan dolar, yang dihubungkan dengan jabatan lamanya sebagai menteri luar negeri. Soal gerobak, itu terlontar karena Hillary baru mengumumkan akan tinggal di Iowa selama persiapan kampanye pertama dan di Iowa akan tinggal di gerobak mobil ala Amerika.
Calon kuat presiden dari Partai Republik Ted Cruz, yang sekarang menjabat gubernur Wisconsin, dijadikan bahan lawakan karena dalam isu perubahan iklim menganggap dirinya seperti Galileo. ”Ini salah besar,” kata Obama. ”Galileo itu percaya bahwa bumilah yang mengitari matahari, sedang Cruz hanya percaya bahwa bumilah yang mengitari dirinya.”
Rupanya Obama juga ”balas dendam”. Itu terkait dengan diragukannya keamerikaan dan kekristenannya dulu. Maka, Jeb Bush, adik George Bush dan mantan gubernur Florida yang merupakan calon kuat dari Partai Republik, sasaran berikutnya. Sebab, Jeb Bush pernah teledor menulis ”Spanyol” dalam kolom isian mengenai keturunannya. Apalagi, istri Jeb Bush memang keturunan Spanyol.
Anggota kongres yang belum lama ini berkirim surat ke Iran juga jadi sasaran. Yakni, mereka yang menentang langkah Obama untuk negosiasi nuklir dengan Iran. Obama menganggap pengiriman surat itu melanggar ketatanegaraan. Negosiasi tersebut urusan presiden (eksekutif), bukan kongres. Demikian juga mengenai anggota kongres yang pernah bikin pernyataan ”Jangan ada yang mau menjadi tentara sebelum orang konservatif yang terpilih menjadi presiden”.
”Bayangkan nanti kalau ada 47 ayatullah kirim surat ke kita untuk memberi tahu kita tentang aturan ketatanegaraan yang benar di Amerika.”
Obama juga balas menyasar anggota kongres yang menyebutnya sebagai presiden yang akan membawa Amerika menuju kiamat seperti yang disebut dalam kitab suci. ”Wow, ini (kalau benar) hebat. Tidak pernah dilakukan oleh presiden siapa pun, termasuk oleh Washington atau Lincoln sekalipun. Ini warisan hebat,” katanya, santai.
Rupanya Obama memang ingin tampil sangat rileks. Itu terkait dengan masa jabatannya yang tinggal 18 bulan lagi. Rambutnya sekarang, tambah dia, memang sudah lebih banyak abu-abu, tapi pekerjaan presiden memang sangat menantang. ”Kalau rambut Michelle tetap hitam, itu karena dia makan banyak sayur dan buah,” kata Obama tentang istrinya.
Bahwa dia tidak pernah kelihatan marah, itu karena dia punya penerjemah untuk menunjukkan kemarahannya. Maka, inilah yang terjadi berikutnya. Dari atas podium, Obama memanggil ”penerjemah kemarahannya” yang bernama Luther. Tinggi, besar, berjas, berdasi dengan 10 cincin besar di setiap jari, plontos, dan bergaya sekuriti yang galak.
Sambil berdiri mepet menempel di belakang Obama, giliran si Luther yang berpidato. Dengan penuh kemarahan. Tapi lucu. Sesekali kemarahan Luther dipotong Obama. Sesekali Obama yang dipotong Luther. Luther bicara terus. Bergerak terus. Di belakang dan di samping Obama. Sesekali menempel dan memegang badan Obama. Lucu sekali. Benar-benar komedi. Bukan seperti umumnya pidato kenegaraan.
Sekuriti yang diperkenalkan sebagai Luther itu ternyata seorang aktor profesional. Namanya Keegan-Michael Key. Aktor, penyanyi, dan pengisi suara. Dia, seperti juga Obama, punya ayah berkulit hitam dan ibu berkulit putih.
Rasanya baru sekali ini ada presiden yang berpidato dengan gaya stand-up comedy seperti itu. Dan publik ternyata bersimpati. Dan terhibur. Yang diserang pun tertawa. (*)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost