Jumat, 31 Januari 2014

Dahlan Iskan Jangan Meniru langkah Gita Wiryawan



DAHLAN ISKAN JANGAN MENIRU LANGKAH GITA WIRYAWAN
by Jayanasti

Pepatah Melayu mengajarkan, “jangan menari di gendang orang lain”. Jadi Dahlan Iskan jangan mundur dari Menteri BUMN, hanya karena Gita mengundurkan diri dari jabatannya selaku Mendag.

Gita Wiryawan memang perlu konsentrasi di konvensi capres, karena rankingnya masih sangat rendah. Dia harus kampanye untuk sosialisasi dirinya dengan berkunjung lebih banyak ke daerah-daerah. Selain itu, sebagai Mendag, Gita Wiryawan memang belum memiliki prestasi yang mengkilap yang dirasakan rakyat.

Selama ini Gita Wiryawan sepertinya termasuk menteri-menteri yang tenggelam dalam belitan tangan-tangan gurita birokrasi di Kementerian yang dipimpinnya. Dulu ada kasus suap impor daging sapi yang menjadi kewenangan Kemendag dalam pelaksanaannya. Sekarang ada lagi skandal impor beras medium. Lalu Gita melepaskan jabatan Mendag, pada saat skandal impor beras medium tersebut belum tuntas diselesaikan.

Kesimpulan yang bisa kita tarik, Gita Wiryawan kurang mampu memimpin dan mengendalikan bawahannya, yang suka bermain mata dengan para importir. Dia tidak berhasil melakukan perubahan apapun untuk menjadikan Kemendag bersih dari permainan komisi dan gratifikasi. Gita tidak memiliki keberanian yang dimiliki Dahlan Iskan, seperti melancarkan program bersih-bersih BUMN.

Keputusan Dahlan Iskan baru akan mundur dari jabatan Menteri BUMN jika ia memenangkan konvensi capres Partai Demokrat, sangat tepat. Sesuai moto “kerja, kerja dan kerja” Dahlan Iskan tidak memerlukan lagi kampanye sosialisasi diri. Seperti yang dijelaskan Dahlan, kerja adalah bentuk kampanye yang terbaik. Dari Aceh sampai Papua, rakyat telah mengenal Dahlan Iskan dari hasil-hasil kerja kerasnya yang bermanfaat bagi kemajuan daerah tersebut Di hampir setiap daerah, tertinggal jejak kerja keras Dahlan Iskan yang cukup membanggakan.

Di Aceh, Dahlan Iskan sedang mempersiapkan pembangunan pembangkit listrik panas bumi (geothermal) yang bisa menghasilkan listrik 300 megawat. Di Sumatera Utara Dahlan telah menyelesaikan pembangunan bandara internasional Kuala Namu yang sebenarnya mengalahkan kehebatan Bandara Suta. Di Sumatera Barat Dahlan Iskan membangkitkan kembali “batang terendam”, dengan selesainya pembangunan Pelabuhan Teluk Bayur yang disulap menjadi pelabuhan terminal peti kemas modern. Di Bali, Dahlan Iskan meninggalkan jejak berupa jalan tol di atas laut sepanjang 12,7 km. Di Papua, sebuah pelabuhan terminal petikemas modern juga sedang berlangsung. Lalu sebuah pabrik besar untuk memproduksi tepung sagu hampir selesai dibangun. Begitu pula di daerah-daerah lainnya, hampir tidak ada yang tidak tersentuh hasil kerja keras Dahlan Iskan.

Karenanya, tidak heran jika kalangan Istana berharap agar Dahlan Iskan mengikuti langkah Gita Wiryawan, seperti yang diungkapkan oleh jubir Presiden, Julian Pasha. Tapi tampak jelas, mereka menginginkan Dahlan mundur, agar popularitas Dahlan tidak semakin meningkat, tidak semakin mencorong.

Kalangan dalam istana rupanya sedang risau melihat popularitas Dahlan Iskan mampu membenamkan capres-capres kader asli Partai Demokrat. Para capres kader asli PD seperti Hayono Isman, Marzuki Alie, juga mulai gerah dan gelisah. Maka dari mulut dan tulisan mereka keluarlah pernyataan-pernyataan yang secara langsng atau tidak langsung menyerang Dahlan. Lalu ada lagi kader PD seperti Ruhut Sitompul yang tidak hentinya mengkampanyekan kehebatan capres kader asli Partai Demokrat sambil mengeluarkan pernyataan yang meremehkan popularitas Dahlan Iskan.

Oleh sebab itu, Dahlan Iskan haruslah membulatkan tekadnya untuk maju terus, jangan sampai mundur atau mengalah. Peribahasa lama mengatakan “biarkan anjing menggonggong, kafilah berlalu”.

Diserang lima kali sebulan, Dahlan Iskan tetap bertahan

DISERANG LIMA KALI DALAM SEBULAN, DAHLAN ISKAN TETAP BERTAHAN
Entah jurus apa lagi yang akan digunakan para pejabat istana dan politisi untuk memaksa Dahlan Iskan mundur sebagai Menteri BUMN. Sudah berbagai cara dilakukan untuk menjegal langkah Dahlan. Semua gagal total. Yang terbaru, Dahlan dipaksa mundur dari kabinet mengikuti jejak Gita Wiryawan.
Lawan-lawan politik Dahlan benar-benar salah perhitungan. Mereka mengira Dahlan akan bersedia meninggalkan kursi kementerian karena menomorsatukan keikutsertaannya dalam konvensi calon presiden Partai Demokrat. Apalagi posisi Dahlan saat ini adalah calon terkuat pemenang konvensi.
Seperti diketahui, Dahlan awalnya tidak berminat ikut konvensi Partai Demokrat. Selain karena bukan kader partai, Dahlan ingin berkonsentrasi menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai menteri BUMN. Dahlan ingin menyelesaikan rekstrurisasi 140 perusahaan pelat merah dengan lebih dari 400 anak perusahaannya itu.
Dahlan ikut konvensi Partai Demokrat karena setelah dua kali diminta Presiden SBY. Hanya dengan bantuan para relawan Demi Indonesia tanpa dukungan mesin partai, Dahlan mengungguli calon-calon lain.
Elektabilitas Dahlan dalam konvensi ternyata mengejutkan. Hasil survey menunjukkan bahwa dari 11 calon presiden peserta konvensi, Dahlan dipilih 47 persen rakyat. Sementara ‘’orang dalam’’ yang dipersiapkan menang, justru hanya menempati ranking dua, dengan skor hanya 3 persen saja!
Kalangan elite Partai Demokrat dan pejabat istana sepertinya tidak gembira terhadap kenyataan itu. Kemenangan Dahlan dalam konvensi sepertinya keluar dari skenario. Seharusnya kader partai yang menang. Dahlan yang bukan kader hanya boleh menjadi ‘’pupuk bawang’’, bukan pemenang.
Serangan Pertama: Kisruh Harga LPG 12 Kg
Sejak kabar kemenangan hasil survey tahap pertama beredar akhir Desember 2013, Dahlan mulai menjadi sasaran tembak banyak lawan. Dahlan dipojokkan karena dianggap menaikkan harga LPG 12 Kg secara diam-diam. Menko Perekonomian Hatta Radjasa mengaku tidak pernah dimintai pendapat. Menteri ESDM Jero Wacik pun setali tiga uang. Padahal, pemberitahuan rencana kenaikan harga sudah diajukan Pertamina berbulan-bulan sebelumnya.
Gas LPG 12 Kg bukanlah barang yang disubsidi negara karena dikonsumsi kelas menengah atas. Walau menimbulkan kerugian, Pertamina belum pernah menaikkan harga LPG 12 Kg itu selama 4 tahun terakhir. Berdasar hasil audit, BPK memerintahkan Pertamina menaikkan harga gas nonsubsidi itu pada 2014 karena bisnis LPG 12 Kg telah menurunkan laba Pertamina hingga Rp 7,7 triliun per tahun.
Alhasil, setelah sempat naik harga selama sepekan, harga LPG diturunkan pemerintah. Lawan politik pun menggoreng isu pembatalan harga LPG 12 Kg itu sebagai bentuk kebodohan Direktur Utama Pertamina yang tidak peka pada daya beli masyarakat. Targetnya satu: Dahlan Iskan mundur dari jabatan Menteri BUMN sebagai bentuk tanggung jawab moral atas kesalahan Pertamina.
Pada saat semua menyalahkan Dirut Pertamina, Dahlan menyatakan permohonan maaf secara terbuka, sebagai wakil pemerintah. Pernyataannya disiarkan di semua media cetak, radio dan televisi. Dahlan dengan blak-blakan menjelaskan latar belakang kenaikan harga LPG 12 Kg itu kepada media.
Dahlan menyatakan bahwa Dirut Pertamina bukan pihak yang sepatutnya menanggung kesalahan. Dahlan juga tidak menyalahkan sistem birokrasi di kementerian terkait yang membuat pemberitahuan rencana kenaikan harga tidak sampai ke tangan menteri. ‘’Semua kesalahan saya. Saya siap bertanggung jawab,’’ kata Dahlan.
Ajaib. Permintaan maaf Dahlan ternyata berbuah simpati. Publik pun merespon positif keberanian Dahlan. Publik justru merespon negatif sikap Hatta Radjasa dan Jero Wacik yang dinilai ‘’lari’’ dari tanggung jawab.
Serangan Kedua: Tuduhan Korupsi PLN
Gagal dengan isu LPG 12 Kg, Dahlan dihajar dengan isu kacangan melalui laporan dugaan korupsi pengadaan genset di PLTU Embalut dan inefisiensi PLN Rp 37 triliun pada saat Dahlan menjadi Dirut PLN. Empat pengacara pemilik twitter anonim Triomacan2000 diterima Dipo Alam.
Serangan kedua itu ternyata tidak bergema. Sebab, sudah diketahui secara luas bahwa akun Triomacan2000 merupakan akun abal-abal yang digunakan pemiliknya untuk melakukan pemerasan. Persepsi masyarakat terhadap akun Triomacan2000 adalah akun para penjahat intelek. Sudah banyak pengakuan korban dan ulasan wartawan media terpercaya tentang sepak terjang Triomacan2000. Motif paling gambling diungkap pemilik akun Twitter @bangtaufik1945.
Selain itu, pengaduan Triomacan2000 tentang pengadaan genset PLTU Embalut yang tanpa tender juga tidak berdasar. Sebab, PLTU Embalut adalah pembangkit listrik milik swasta, bukan pembangkit milik negara. Perusahaan swasta tidak wajib mengadakan barang melalui tender, karena banyak mekanisme pembelian lain yang lebih mudah, lebih murah dan lebih cepat. Misalnya, membeli langsung ke pabrik genset tanpa melalui broker.
PLTU Embalut itu dibangun Dahlan Iskan sebagai bentuk kepeduliannya terhadap masyarakat Kalimantan Timur yang menyumbang batu bara terbesar di Indonesia, tetapi tidak bisa menikmati listrik yang cukup karena pasokan daya PLN yang tidak cukup. Dahlan pernah bertahun-tahun tinggal di Samarinda. Bahkan, istri Dahlan, Nafsiah Sabri, adalah wanita asli Samarinda.
Adapun laporan tentang efisiensi PLN sebesar Rp 37 triliun merupakan kasus yang sudah lama. Dahlan bahkan sudah ‘’diadili’’ secara terbuka oleh DPR RI yang dikomandani politisi PDIP Effendy Simbolon. Efisiensi itu bukan baru terjadi ketika Dahlan menjadi Dirut PLN, tetapi sejak Megawati Soekarnoputri menjadi presiden. Presiden yang juga Ketua Umum PDIP itu memutuskan menjual gas ke luar negeri dan ketimbang menyalurkan ke industri pupuk dan PLN.
Akibat kebijakan itu, pabrik pupuk banyak yang tidak beroperasi. Produksi pupuk menurun. Pupuk menjadi langka di pasaran. Petani menjerit karena pupuk sulit dan harganya selangit. Indonesia yang pernah menjadi eksportir beras pada era Orde Baru, berubah menjadi importir beras pada zaman kepemimpinan Megawati.
Bagi PLN, ketiadaan gas membuat kesulitan tersendiri. Pilihannya adalah mematikan pembangkit listrik karena tidak ada gas, atau tetap menghidupkan pembangkit listrik dengan bahan bakar solar yang mahal karena solar industri tidak bersubsidi.
Dahlan memutuskan tetap menghidupkan pembangkit dengan solar walau tahu tindakan itu akan menimbulkan inefisiensi. Bagi Dahlan, menyediakan listrik merupakan kewajiban negara untuk menggerakkan ekonomi rakyat. Sementara rakyat tidak akan peduli dengan cara apa dan bagaimana negara menyediakan listrik. Rakyat hanya mau listrik cukup, tidak ada ‘’byar pet’’ agar hidup dan usahanya tidak terganggu.
Serangan Ketiga: Mendesak Panitia Konvensi
Melalui pengacara Triomacan2000 yang mengatasnamakan Jaringan Advokat Publik itu, Dahlan kembali mendapat serangan ketiga. Kali ini, para pengacara yang juga redaksi website asatunews.com itu meminta Panitia Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat dan Presiden SBY untuk mencoret Dahlan dari daftar peserta. Alasannya, Dahlan merupakan calon yang tidak ‘’bersih’’ sebagaimana yang mereka laporkan kepada Dipo Alam.
Manuver itu ditanggapi Dahlan dengan mengirimkan selembar surat. Kepada Panitia Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat, Dahlan menyampaikan agar panitia konvensi tidak ragu-ragu mencoret dirinya dari daftar peserta konvensi, apabila panitia percaya pada tuduhan para pengacara dari Jaringan Advokat Publik. Dahlan menegaskan tidak akan menjawab tuduhan itu, karena tidak ingin menghabiskan waktu dan energi untuk menjawab fitnah.
Menanggapi pengaduan pengacara Triomacan2000, Panitia Konvensi menyatakan bahwa Dahlan tidak akan dicoret dari kepesertaan konvensi. Alhasil, serangan ketiga kembali gagal. Popularitas dan elektabilitas Dahlan semakin melambung. Dengan skor 47 persen, Dahlan rasanya terlalu sulit ditandingi 10 calon presiden konvensi lainnya. Apalagi, posisi kedua hanya meraih skor 3 persen. Ceritanya akan berbeda bila posisi kedua berada pada angka 30 persen.
Serangan Keempat: Tuduhan Kebohongan Publik
Momentum menggebuk Dahlan kembali datang ketika beras impor asal Vietnam tiba-tiba membanjiri pasar induk di Jakarta. Beras sebanyak 19.000 ton diimpor 58 perusahaan swasta menggunakan izin resmi dan lengkap dari Kementerian Perdagangan dengan pos tarif yang semestinya hanya boleh digunakan pemerintah melalui Perum Bulog.
Departemen Perdagangan mengelak telah memberikan izin impor beras umum kepada perusahaan swasta menggunakan izin impor Perum Bulog. Kementerian pimpinan Gita Wiryawan itu menuding izin importir itu palsu sehingga beras impor tersebut sama dengan beras illegal. Namun Dirjen Bea Cukai bersikukuh tidak bersalah, karena semua izin dari Kemendag lengkap dan asli.
Begitu berita beras impor meledak, lawan-lawan politik Dahlan segera menggoreng isu ‘’Dahlan bohong’’ soal impor beras. Isu ini ditembakkan kepada Dahlan, karena pada pekan pertama Januari 2014, Dahlan menyatakan kebanggaannya pada para petani dan semua jajaran Perum Bulog yang tidak mengimpor beras sama sekali selama 2013 dalam rubrik ‘’Manufacturing Hope’’ yang diterbitkan di lebih dari 200 media massa di Indonesia setiap Senin. Bahkan, artikel senada diterbitkan lagi pada Senin ketiga Januari 2014, beberapa hari setelah berita impor beras Vietnam itu bocor ke sejumlah media.
Dituduh berbohong kepada publik, Dirut Bulog Sutarto Alimoeso menanggapi dengan sangat serius. Sutarto malah meniru gaya Anas Urbaningrum ketika menjawab tudingan ikut menikmati uang haram dari proyek Hambalang dengan siap digantung di Monas.
Sedangkan Dahlan tidak mau menanggapi secara langsung. Dahlan malah menulis dua status yang lucu melalui akun Twitternya @Iskan_Dahlan pada 30 Januari 2014 lalu, sebagai berikut:
1. Krn Bulog tdk impor, beras Viet itu mungkin manfaatkan celah aturan “boleh impor beras khusus”. Misal khusus utk penderita diabetes. Hehe
2. Baiknya memang dikejar, siapa tahu importir beras Vietnam itu memang menderita diabetes yg perlu makan puluhan ribu ton beras khusus.
Serangan Kelima: Iming-Iming Menang Konvensi
Tak puas sampai di situ, lawan-lawan politik Dahlan kembali memainkan bola liar ketika Menteri Perdagangan Gita Wiryawan mengumumkan pengunduran dirinya di hadapan puluhan wartawan di Senayan, Jumat pagi (31/1/2014). Gita mengumumkan berhenti secara resmi dari kabinet SBY mulai 1 Februari 2014 dengan alasan ingin berkonsentrasi mengikuti konvensi calon presiden Partai Demokrat yang saat ini telah memasuki masa debat kandidat.
Tokoh elite Partai Demokrat dan pejabat istana segera merespon pengunduran diri Gita Wiryawan itu dengan imbauan kepada Dahlan Iskan untuk melakukan hal yang sama: mundur sebagai Menteri BUMN agar bisa berkonsentrasi dalam Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat.
Dengan tidak menjadi menteri, Gita memang akan bisa memanfaatkan seluruh waktunya untuk berkampanye menggalang dukungan rakyat. Apalagi, pada saat debat seri kedua di Palembang 24 Januari lalu, Gita berhalangan hadir karena mengemban tugas negara menjadi delegasi dalam pertemuan tingkat tinggi di Davos, Swiss. Ketidakhadiran Gita tentu akan mempengaruhi rating dalam survey akhir yang menentukan kemenangan peserta konvensi pada bulan Mei mendatang.
Setelah berulang kali menyerang dan gagal, kali ini lawan-lawan politik Dahlan yakin berhasil. Mereka yakin Dahlan akan memilih mundur dari Menteri BUMN karena peluangnya untuk menjadi calon presiden Partai Demokrat sudah sangat terbuka dengan skornya yang 47 persen itu.
Namun, lawan-lawan politik Dahlan kali ini harus kembali gigit jari. Dahlan dengan santai menjawab desakan mundur itu dengan menyatakan, ‘’Bila boleh memilih, saya lebih senang menjadi menteri ketimbang mengikuti Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat.’’
Jawaban ini tentu saja mengejutkan. Benar-benar di luar dugaan! Dahlan ternyata tetap konsisten pada pendapatnya bahwa menjadi presiden atau tidak, ditentukan oleh 99,99999% campur tangan Tuhan.
Dengan keyakinan pada takdir Tuhan, Dahlan telah menunjukkan jati dirinya sebagai seorang tokoh yang tidak mau menghalalkan segala cara untuk mengejar jabatan presiden. Menjadi presiden bukanlah tujuan hidupnya. Dahlan hanya mempersiapkan diri menjemput takdir Tuhan untuk menjadi presiden bila rakyat yang menginginkan.
Konvensi sebagai jalan Partai Demokrat mecari calon presiden tidak lebih penting dibanding tanggung jawabnya sebagai seorang Menteri BUMN yang harus mengelola 140 BUMN berikut lebih dari 400 anak perusahaannya itu. Keberanian Dahlan untuk lebih memilih mundur dari konvensi diapresiasi banyak pihak.
Banyak pihak yang mencemaskan masa depan BUMN bila Dahlan memilih tetap ikut konvensi demi mengejar ambisi menjadi presiden. Sebab, sudah bukan rahasia lagi, di masa lalu BUMN adalah lahan bancakan para petualang politik.
Pemilu tinggal dua bulan lagi. Partai politik dan politisi tentu butuh amunisi. Sementara mereka tahu, Laba BUMN tahun 2013 yang mendekati Rp 150 triliun akan segera diputuskan devidennya dalam RUPS Maret dan April mendatang. Belum lagi anggaran belanja semua perusahaan BUMN tahun 2014 mencapai Rp 1.600 triliun – setara dengan APBN.
Melihat laba dan anggaran belanja BUMN yang begitu besar, semua politisi rakus dan pejabat busuk pasti ingin kebagian ‘’rezeki’’. Syaratnya Dahlan harus berhenti sebagai menteri. Karena berbagai cara mendongkel Dahlan gagal total, sekarang mereka mendorong Dahlan segera fokus sebagai calon presiden konvensi Partai Demokrat.
Tapi Dahlan terlalu pintar membaca situasi. Dahlan terlalu sulit untuk dikibuli!

Sumber : Kompasiana.com

Senin, 27 Januari 2014

Menunggu Dahlan Iskan Menerbangkan Indonesia


Masih kuat dalam ingatan saya lamanya Suharto menjadi presiden. Tidak perlu bertanya kenapa begitu lama. Sebagian berpendapat itu sudah menjadi cerita usang. Tapi sebagian menjadikan sebuah history yang tidak boleh begitu saja dibiarkan.


Melirik ke persoalan masa kepemimpinan sekarang tentu tidak bisa disamakan dengan masa kepemimpinan dulu. Kita bisa saja memiliki sudut pandang yang berbeda untuk masalah ini. Tapi saya cenderung melihat beberapa calon pemimpin malah asyik dengan saling menjegal, saling mengejek calon yang lain.

Coba lihat di TV-TV para calon presiden yang sudah berkeliaran dengan iklan-iklannya. Memetakan kemiskinan, mempertontonkan ketidakmampuan pemerintah dll. Mulailah dengan sesuatu yang santun.

Sungguh ironis, menjadi seorang presiden tidak bisa disamakan dengan menjadi walikota, gubenur, pemimpin perusahaan atau pemimpin partai sekalipun. Permasalahan begitu kompleks, begitu banyak, begitu crowded. Kematangan manajerial, kematangan emosi dan kematangan ilmu sangat diperlukan.

Saya mempelajari negara tetangga yang kecil. Yang tidak jauh dari tempat saya tinggal. Hanya perlu 45 menit dengan mengunakan Ferry. Singapura… ya Negara kecil yang tidak lebih besar dari Batam. Negara yang minim dengan sumber daya alam tapi mampu mengendalikan perdagangan dunia.

Lee Kuan Yew, dia-lah sang arsitek singapura yang mampu merubah singapura menjadi negara maju mengalahkan negara tetangganya. Dia sangat sadar jika membangun bangsa itu perlu proses yang berkelanjutan dengan road map yang tertata.

Yang beliau pikirkan pertama adalah membangun sebuah dasar (base). Sebelum Negara bisa melompat atau diasumsikan dengan terbang. Maka diperlukan landasan yang kuat. Perlu perubahan perilaku orang-orangnya. Sistem adalah yang pertama disusun dan diterapkan kemudian hukum ditegakkan, Infrastruktur dibenahi. Daya saing pun naik peringkat dikancah internasional.

Mentor saya pernah bilang, inilah perbedaan antara Singapura dengan Jepang. Jika orang Jepang membuang sampah pada tempatnya karena kesadaran tapi orang Singapura karena paksaan. Orang Singapura akan berfikir dua kali ketika akan melakukan pelanggaran. Keduanya memiliki proses yang berbeda tapi hasil akhir yang sama.

Singapura perlu sepuluh tahun untuk membuat landasan yang diinginkan. Dan kemudian mulai naik. Kondisi landasan yang baik mampu menarik banyak investasi dari negara luar. Keamanan terkontrol, hukum melindungi semua lapisan, investasi terjamin membuat negara-negara Eropa, Jepang, Korea berlomba masuk ke Singapura.

Dengan investasi dari luar yang begitu massif, ekonomi Singapura melesat. Berubahlah Singapura menjadi Negara kecil dengan kekuatan Raksasa.

Bagaimana dengan Indonesia? Kita masih berkutat dengan saling senggol seperti diawal saya singgung. Pemimpin mendatang harus melihat kondisi landasan yang ada sekarang dan menjadikannya sebagai pijakan ke depan. Ini sangat penting sehingga kita tidak bergerak dari nol lagi.

Hanura sudah menentukan capres dan cawapresnya, Gerindra sudah menentukan capresnya, Demokrat sedang dalam Konvensi. Yang lain masih malu-malu atau masih wait and see.

Dari sisi sini saya melihat demokrat tidak ingin mengulang kesalahan pemimpin-pemimpin sebelumnya. Konvensi diharapkan mampu meneruskan landasan yang sudah dibangun pemerintah sekarang. Tentu dengan penguatan-penguatan di berbagai sisi.

Dahlan Iskan sebagai salah satu peserta konvensi yang menonjol saat ini selalu saya amati. Saya mengikuti update visi misi peserta konvensi dan debat bernegara yang diadakan Demokrat dari berbagai media. Dahlan Iskan memang memiliki karakter yang kuat, terbiasa tertata, visioner, matang dan selalu berfikir out of box.

Asam garam yang dimilikinya dalam membesarkan Jawa Pos memberikan kemampuan managerial yang sangat baik apalagi sebagai mantan wartawan yang sering mengumpulkan data dilapangan membuatnya matang dan kaya dengan masalah-masalah negara.

Melihat cara beliau memaparkan visi misi bidang energi akan membuat kita kagum, beliau mampu menjelaskan dengan singkat padat dan jelas arah kebijakan energi yang akan dilakukan tanpa teks. semua keluar dari mulut beliau begitu saja.

Di beberapa kesempatan Dahlan Iskan selalu mengatakan jika kita tidak boleh bergerak dari nol, landasan untuk terbang sudah ada. Tinggal memoles dari berbagai sisi kemudian kita bisa terbang dengan lelusa.

Salam Demi Indonesia

sopyan.thamrin

Dahlan Iskan : MH113 : Mekanisasi Sniper Pemburu


Mekanisasi Sniper Pemburu Tikus

Manufacturing Hope 113

Asyik sekali temuwicara informal dengan ketua-ketua kelompok tani di Desa Sambitan, Tulungagung, Jawa Timur, tadi malam. Sekali lagi para petani kita itu begitu banyak idenya.

Misalnya dalam hal mekanisasi pertanian. Selama ini yang sudah memasyarakat secara tuntas adalah mesin bajak. Tidak ada lagi petani yang membajak dengan kerbau atau sapi. Tidak ada juga yang mencangkul 100 persen. Mesin bajak sudah sepenuhnya mengganti yang tradisional.

Yang juga semakin dominan adalah penggunaan mesin perontok gabah. Bahkan banyak petani sendiri sudah mampu membuatnya. Teknologi perontok ini memang sederhana.

Yang baru mulai dicoba adalah mesin untuk panen. Perkembangannya juga sangat pesat. Industri mesin panen dalam negeri juga mulai tumbuh. Kalau mesin bajak sudah didominasi produksi dalam negeri, mesin panen pun kelihatannya juga bisa mengikutinya.


Yang masih sulit adalah mesin penanam padi (planter). Padahal mencari orang yang menjadi buruh tanam padi kian sulit. Kalau pun ada sudah tua-tua. Wanita muda sudah jarang yang mau terjun ke sawah. Akibatnya biaya tanam mahal sekali. Bahkan jadwal tanam sering harus mundur: menunggu tenaga yang masih dipakai di tempat lain.

Ancaman bagi peningkatan produksi beras juga ada di sektor ini.

Mesin penanam padi memang sudah ada. Impor. Tapi tidak cocok dengan kebiasaan petani kita. Terutama kebiasaan melakukan pembibitan. Untuk bisa menanam padi dengan mesin, pembibitannya tidak bisa lagi dilakukan di sawah.

Pembibitan harus dilakukan secara modern. Biasanya dilakukan di teras rumah. Agar tidak kehujanan. Benih pun tidak ditabur di tanah sawah, tapi di tanah khusus yang ditaruh di atas nampan.

Tadi malam, dengan cara duduk lesehan di pendopo rumah lurah Sambitan, kami mendiskusikan ini. Bagaimana agar petani kita mau berubah. Semua mengatakan akan sangat sulit.

Mengapa? Petani harus membawa semaian benih itu dari rumahnya ke sawah. Harus ada biaya dan alat transport. Tiba-tiba Pak Imam Muslim, Ketua Kelompok Tani Gempolan angkat tangan. Dia mengutip ide yang pernah dia dengar: pembenihan itu bisa dilakukan di sawah. Caranya: hampar plastik di sawah itu, lalu digelar tanah khusus di atasnya.

Dengan demikian benih yang bisa ditaruh di atas mesin planter sudah tersedia di sawah. Memang ada kendala: kalau hujan bagaimana? Tapi, kata pak Imam, itu bisa dicarikan peneduh.

Menanam dengan mesin memang tidak bisa ditawar lagi. Petani harus benar-benar mau berubah. Kalau penanam udah bisa dilakukan dengan mesin maka mekanisasi pertanian padi sudah terlaksana: bajak, tanam, penggaruk rumput, pemanen, perontok semuanya menggunakan mesin.

Yang tidak kalah menariknya adalah dalam cara memberantas tikus. Petani Tulungagung merasa apa yang dilakukan di Godean, Yogya, masih kalah dengan cara terbaru Tulungagung. Di Godean yang sudah empat tahun gagal panen, memang sudah berhasil panen kembali bulan lalu. Tapi cara yang sama dianggap tidak efektif di Tulungagug.

Di sini petani menemukan cara terbaru: mengerahkan sniper. Penembak jitu. Senjata itu sebenarnya senjata biasa. Yang biasa untuk menembak burung. Tapi kini dianggap sangat efektif untuk menembak tikus. senjata itu dilengkapi sinar laser. Malam-malam sinar itu sangat jitu untuk mengincar tikus.





Kini ada 15 orang penembak tikus jitu di Tulungagung. Komandan detasemen khusus tikus ini: Turmudi dari desa Sanan. Untuk setiap tikus yang ditewaskan mereka mendapat upah Rp 1.500.

Ternyata semua kelompok tani sepakat dengan cara baru ini.

Oleh Dahlan Iskan
Menteri BUMN

http://www.dahlaniskan.net/mekanisasi-sniper-pemburu-tikus/
http://kabardahlaniskan.com/2014/01/27/mh113-mekanisasi-sniper-pemburu-tikus/

Selasa, 21 Januari 2014

DEBAT CAPRES KONVENSI PARTAI DEMOKRAT (Medan).

Medan 21 January 2014

Pertanyaan PERTAMA untuk Capres:
Soal pertumbuhan ekonomi bagi masa depan Indonesia.

PEW: Pertumbuhan ekonomi harus minimal 6 persen, dengan kemandirian pangan dan energi.

Dahlan Iskan: Indonesia sudah membuktikan bisa bangkit cepat. Ke depan akan lebih cepat lagi. Saya mau ikut konvensi karena tidak mau arah pembangunan dibelok-belokkan lagi. Strategi pembangunan ke depan harus membangun Sumatera. Sumatera memiliki banyak keunggulan lebih hebat dari Jawa. Sumatera menjadi tumpuan pembangunan energi dan pangan masa depan. Masalah pada Sumatera adalah infrastruktur yang belum memadai. Maka mau tidak mau, suka tidak suka, Sumatera harus dibangun untuk Indonesia masa depan.

Hayono Isman: Saya ingin lanjutkan program Pak SBY. saya ingin menjadikan petani sebagai profesi kelas 1, bukan kelas 2.

Gita Wirjawan: Demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Birokrasi harus berubah untuk menjamin demokrasi. Penyakit korupsi harus diberantas. Ketahanan pangan, energi, infrastruktur, harus dibarengi dengan birokrasi yang tidak korup. Kemiskinan harus diturunkan. Yang mengurusi bidang produksi pangan dan energi tidak boleh orang partai.

Irman Gusman (IG): indonesia harus membangun daerah. Memberantas kebodohan dan kemiskinan harus diatasi untuk Indonesia lebih baik. Kebijakan ekonomi harus bertumpu pd kemandirian pangan dan energi.

Ali Masykur Musa: ... (Kurang bisa memanfaatkan waktu 3 menit untuk presentasi, karena terlalu banyak kata-kata pembuka).

DEBAT CAPRES KONVENSI DEMOKRAT (Medan)
Pertanyaan KEDUA, kalau pak Dahlan menjadi Presiden, apa konsep menghadapi pasar bebas.

Dahlan Iskan : Saya tidak puas kalau Indonesia hanya bisa jadi pasar global.
Dahlan Iskan : Saya akan manfaatkan kelebihan Indonesia sebagai negara tropis sebagai kekuatan.
Dahlan Iskan : Kita galakkan buah tropis untuk banjiri negara empat musim.
Dahlan Iskan : Kita selalu menilai Tiongkok sebagai pesaing. Padahal, kita bisa saling mengisi pasar Tiongkok.
Dahlan Iskan : Saya sudah buktikan, buah tropis bisa ekspor ke negara empat musim. Ini akan ditingkatkan terus.

Hayono : Kita harus angkat derajat buruh dan petani. Kita undang investor asing
Hayono : Tapi investor asing tidak boleh menurunkan derajat buruh dan petani.

Ali Masykur Musa : Indonesia dalam globalisasi harus naikkan anggaran riset untuk keunggulan Indonesia.
Ali MM : Indonesia harus jadi negara industri.

Irman G : Pasar bebas mulai 2015 harus diantisipasi dengan bangun pusat pertumbuhan baru
Irman G : Inovasi teknologi untuk menjadi keunggulan daya saing Indonesia
Irman G : Pengembangan SDM harus dilakukan.

Gita W : Menghargai kontrak2 internasional.
Gita W : Menggalakkan produk dalam negeri.
Gita W : Insentif pengusaha dalam negeri harus dilakukan.

PEW : Sumber daya alam tidak bisa jadi keunggulan Indonesia. Ini salah besar.
PEW : Generasi muda Indonesia harus kenal Indonesia dengan semua potensinya.

DEBAT CAPRES KONVENSI DEMOKRAT (Medan)
Pertanyaan KETIGA bagi Capres adalah Komitmen pada Demokrasi.

Hayono : Pancasila harus ditanamkan kepada seluruh generasi.

Ali MM : Demokrasi tidak boleh memonopoli, tidak boleh melakukan oligarki.

Irman G : Konsep demokrasi Indonesia sudah baik. Kita hanya perlu keteladanan pemimpin.

Gita : Empat pilar demokrasi Indonesia harus dipertahankan.
Gita : Demokrasi harus memberi jaminan siapa pun tidak menindas satu sama lain.
Gita : Budaya urun rembuk harus dihidupkan agar tidak ada yang menindas satu sama lain. Itulah demokrasi.

PEW: Indonesia berbeda dengan negara lain. Demikian juga demokrasinya.

Dahlan Iskan : Demokrasi intinya adalah kesejahteraan. Maka, demokrasi harus menjadi alat menyejahterakan rakyat.
Dahlan Iskan : Demokrasi dalam budaya rakyat Sumut pantas diaplikasikan secara nasional, yakni aqidah dijamin, perbedaan dijamin.

DEBAT CAPRES KONVENSI DEMOKRAT (Medan)
Sesi 2, Pertanyaan KEEMPAT tentang komitmen terhadap Sumatera Utara. Bagaimana konsep untuk mengatasi bencana Sinabung.

Ali MM: Bencana alam tidak hanya bencana nasional tapi juga bencana lingkungan karena salah kelola.
Ali MM: Saya akan moratorium izin tambang yang diobral seperti kacang goreng.
Ali MM: Sumber daya alam bukan milik kita, bukan milik pemerintah sekarang. Maka, jaga lingkungan untuk anak cucu
Ali MM: Mengatasi Sinabung harus diatasi gotong royong.

Irman G: Sinabung harus menjadi bencana nasional supaya bisa ada solusi komprehensif

Gita W: Keluhan pengungsi adalah hilangnya lahan karena lahan sadah tertutup.
Gita W: Bencana Sinabung harus dinyatakan sebagai bencana nasional.

PEW: Dukung BNPB sebagai ujung tombak dalam penanganan bencana.
PEW: Pemda harus buat rencana setelah bencana ini selesai.

Dahlan Iskan : TNI, Polri, BNPB, gereja, masjid, punya peran sangat besar. Sikap ini perlu diapresiasi.
Dahlan Iskan : Mengatasi bencana masa depan adalah soal ilmu pengetahuan.
Dahlan Iskan : Sampai saat ini tidak ada yang bisa memastikan kapan erupsi selesai. Ketidakpastian ini harus dicari jalan keluar dengan ilmu pengetahuan.

Hayono: Kita tidak mau belajar dari alam. Ke depan harus mengubah paradigma.

DEBAT CAPRES KONVENSI DEMOKRAT (Medan)
Sesi 2, Pertanyaan KELIMA tentang komitmen terhadap Sumatera Utara.
Pertanyaan KELIMA untuk calon presiden, soal krisis listrik di Sumut. Apa yang dilakukan.

Irman G : Konsep penyediaan listrik di tiap daerah harus spesifik. Jangan semua terpola dari pusat.
Irman G : Sumatera Utara harus menggunakan sumber daya lokalnya untuk jadi lumbung energi.

Gita W : Mengatasi sumber listrik butuh pemimpin yang menjamin pembebasan lahan.
Gita W : Pemimpin masa depan harus menjamin suku bunga murah. Malaysia bunga 1 persen. Kita 14 persen.
Gita : Pemimpin harus bisa pastikan harga jualnya masuk dalam skema harga yang ditetapkan.

PEW : Sumut punya potensi air, tapi izinnya sulitnya bukan main. Pemda harus punya perhatian.
PEW : Pemda harus melakukan komunikasi dengan pusat dan rakyat agar semua bisa sadar pentingnya listrik bagi Sumut.

Dahlan Iskan : Kalau malam ini Medan tidak mati listrik, karena SBY dan pemerintah sepakat tidak memperpanjang kontrak Inalum dengan Jepang.
Dahlan Iskan : Begitu Inalum kembali ke pangkuan RI, besoknya Inalum langsung mengalirkan listrik untuk warga Sumut.
Dahlan Iskan : Sekarang kita punya pembangkit besar di Pangkalan Susu. Tapi butuh 4 tiang karena masalah izin dan lahan.
Dahlan Iskan : Kalau saya jadi presiden, saya akan teken saja karena investasi yang sangat besar itu kalah hanya oleh 4 tiang saja.

Hayono: Green energy perlu digalakkan. Saya imbau tidak ada lagi yg memaku pohon2. Sebab pohon adalah masa depan kita.

Ali MM: Kalau saya jadi presiden, harus ada kebijakan soal proyek untuk kepentingan umum.
Ali MM: Alihkan subsidi listrik agar masyarakat miskin menikmati subsidi, jangan subsidi dinikmati orang kaya.

Kamis, 16 Januari 2014

Subsidi Dan Nalar Sehat Orang Swiss

Subsidi Dan Nalar Sehat Orang Swiss

Hari-hari ini jika kita membaca berita Koran, melihat talk show di TV dan juga mengikuti diskusi di forum social media di internet, topic utamanya umumnya soal kenaikan harga LPG oleh Pertamina. Para komentator banyak yang menghujat PERTAMINA dan tentu saja juga kementerian BUMN yang menaungi perusahaan penting milik pemerintah tersebut. Dari jauh saya ikuti perdebatan itu, intinya banyak komentar yang ngawur di kalangan awam, yang masih bisa dimaklumi dan pernyataan cari muka dari para politisi, yang sangat disesalkan.

Masalah kenaikan harga LPG Pertamina sudah sangat jelas, bahwa perusahaan itu selama ini menjual barang dibawah harga produksinya. Nalar sehat pengusaha dimana pun tidak akan melakukan hal tersebut, tetapi selama ini PERTAMINA terpaksa melakukannya. LPG tabung 12 Kg itu dimaksudkan untuk konsumsi kelas menengah atas, jadi wajar tidak disubsidi. Untuk masyarakat tidak mampu pemerintah sudah memberikan subsidi  dalam LPG tabung 3 kg. Saya tidak tahu pertimbangan apa yang menyebabkan PERTAMINA dulu menjual dengan dibawah harga keekonomian, tapi yang jelas, akibat menjual degan harga dibawah ongkos produksi, maka sejak empat tahun terakhir ini perusahaan Negara ini mengalami kerugian per tahun 6 trilyun dari bisnis LPG nya ini. BPK pun memberikan teguran atas terjadinya kerugian tersebut, sehingga PERTAMINA akhirnya menaikkan harga jual LPG, yang juga masih rugi, tapi kira-kira sekarang hanya 2 triliun setahun.

Kalau dihitung secara detil, sebenarnya kenaikan itu hanya membebani konsumen kelas menengah sekitar Rp.1,500 per hari yang jika diuangkan juga tidak bisa membeli apapun. Mungkin untuk perokok, kenaikan itu satu bulan bisa saja sama dengan 3 bungkus rokok. Lumayan. Tapi efek bagi negara, sesuai dengan audit BPK, terjadi potensi kekurangan keuntungan 6 trilyun setiap tahun. Dengan dana 6 trilyun ini sudah berapa sekolah  dan puskesmas yang bisa dibangun, berapa ratusan kendaraan bisa dibeli untuk transportasi public.
Belum lama ini, saya bertamu ke rumah teman saya seorang professor di University of St Gallen, Swiss yang rumahnya di pelosok desa. Meski jauh di pelosok desa, yang sangat sepi dan pemandangan alamnya sangat indah, dia tidak mengalami kesulitan kalau harus mengajar di kampusnya di Jenewa atau di St Gallen. Rumah kediaman teman saya itu di wilayah Basel, yang berbatasan dengan Jerman dan Prancis. Tetapi sebagaimana pemukiman lain di Swiss selalu terjangkau oleh kendaraan umum.

Dari
dia, saya mengetahui, Swiss itu dulu sangat melarat. Yang dimiliki hanya gunung dan air. Di masa lalu ekspor Swiss hanyalah tenaga manusianya yang bekerja sebagai pasukan bayaran untuk beberapa Negara Eropa lainnya. Salah satu warisannya sekarang ini ialah Swiss Guard yang menjadi pasukan pengawal keamanan Sri Paus di Vatikan yang masih mempertahankan tradisinya hanya merekrut warga Katholik Swiss. Tetapi sejak masyarakat Swiss menggunakan nalar sehatnya dalam mengurus negaranya, maka secara bertahap Swis menjadi modern, maju dan sejahtera. Saat ini Swiss adalah Negara paling makmur di dunia, bahkan  ketika Negara Eropa lainnya mengalami krisis ekonomi dan keuangan, Swiss makin terus Berjaya.

Nalar sehat orang Swiss ini diwujudkan dalam format politik pemerintahan maupun perilaku politik para pemimpinnya. Dalam sistem pemerintahan Swiss dari level federal, kanton (provinsi) , kabupaten/kota sampai kelurahan, prinsip kepemimpinannya adalah kolegial. Jadi tidak ada “boss” yang paling berkuasa. Keputusan harus diambil secara musyawarah dan mufakat. Tidak ada anggota kabinet yang merasa lebih berkuasa  dari yang lain. Makanya dalam sistem pemerintahan Swiss, presiden, gubernur, walikota dan lurah hanya menjabat setahun secara bergiliran. Tidak ada yang perlu merasa iri.

Sebagai pejabat, mereka tidak mendapat perlakuan istimewa. Hampir empat tahun saya di Swiss, tidak pernah saya melihat ada pejabat Swiss naik mobil dengan iringan patwal polisi. Malahan seringkali para menteri itu naik trem, KA, bus atau kendaraan umum lainnya. Gaji dan fasilitas pun hanya secukupnya saja, bahkan jauh dibawah gaji perusahaan swasta. Mereka pun tidak sembarangan memanfaatkan fasilitas. Meski Swiss negara yang sangat kaya, ketika berkunjung ke Indonesia tahun 2010 yang lalu presiden Doris Leuthard naik pesawat komersial. Dia didampingi suami yang juga harus membayar tiket sendiri.

Setelah mengatur pemerintahannya dengan baik, warga Swiss juga konsekwen mendukungnya dengan membayar pajak. Dari hampir 8 juta warga Swiss, diperkirakan hanya sekitar 20% saja yang tidak membayar pajak pendapatan dan ini karena pendapatan mereka dibawah standar Swiss untuk wajib membayar pajak. Jadi, mereka tidak membayar pajak ini karena tidak mampu. Malahan mereka mendapat bantuan Negara melalui dana jaminan sosial. Bandingkan dengan di Indonesia dimana jumlah pembayar pajak masih kurang dari 15% dari jumlah penduduk. Tapi herannya, warga yang tidak membayar pajak ini begitu banyak tuntutannya kepada pemerintah, minta berbagai macam haknya. Di Swiss, mereka punya prinsip yang sederhana: anda bayar pajak, anda dapat layanan bagus. Anda tidak bayar pajak, negara sulit memberikan layanan yang terbaik. Kunci pembangunan negara memang , salah satunya, dari ketaatan warganya membayar pajak.

Setelah beres dengan urusan pajak, pemerintah membuat alokasi besaran untuk apa  pajak dan pendapatan negara lainnya itu. Kebijakan dasar ini ditentukan oleh parlemen dan implementasi detilnya oleh birokrasi pemerintahan. Namun jika rakyat tidak suka dengan keputusan yang diambil, mereka bisa mengajukann petisi untuk menentangnya dan membatalkan peraturan tersebut melalui referendum.
Dalam membuat alokasi anggaran ini, masyarakat Swiss menggunakan paradigma akal sehat. Sebab mereka sadar, negara mereka tidak mempunyai kekayaan apa-apa kecuali air, gunung dan pemandangan alam yang indah. Oleh karenanya, sumber daya tidak boleh diboroskan begitu rupa, terutama sumber daya alam yang tidak terbarukan seperti BBM, gas,  dan sebagainya. Mereka menginvestasikan uang pajak pada pendidikan dan kesehatan secara habis-habisan, sebab hanya dengan manusia yang cerdas dan sehat, maka Swiss akan tetap bisa menjadi negara maju dan kompetitif.

Warga Swiss sadar, gas dan BBM harus dihemat, karena itu harganya harus mahal dan dikenakan pajak lingkungan. Ini untuk memaksa  masyarakat berhemat dengan BBM dan gas yang harus diimpor. Karena Swiss kaya dengan air, untuk keperluan listrik mereka menggunakan 70% tenaga hidro dan 30 persen tenaga nuklir. Walhasil, ongkos listrik di Swiss jauh lebih murah dari pada di Indonesia. Seorang staf saya yang tinggal di apartemen dengan 3 kamar, rata-rata sebulan hanya perlu membayar 40 CHF ( sekitar 500 ribu). Selain ramah lingkungan, listrik dari tenaga air ini sangat murah dan merupakan energi yang terbarukan. Karena listrik murah, semua peralatan rumah tangga pun lebih efisien dengan tenaga listrik. Kendaraan umum seperti bus kota, trem dan kereta antar kotapun semuanya menggunakan tenaga listrik. Tidak mengherankan jika Swiss salah satu Negara yang lingkungannya paling bersih di dunia.

Untuk mempertahankan kedaulatan pangan, meski sudah tergolong ngara industri maju, Swiss memberikan subsidi besar ke sektor pertanian. Pemerintah pun melakukan larangan konversi lahan pertanian secara sembarangan. Walhasil, di depan Wisma Indonesia di Bern pun yang masih terhitung dalam wilayah ibu kota Bern, masih terhampar luas ladang jagung, gandum, sayur mayur dan peternakan sapi perah. Hampir tiap hari saya dibangunkan oleh lenguhan ratusan sapi milik tetangga saya.

Pelajaran yang bisa dipetik darii Swiss ini, selama pemimpin nasional kita hanya mencari popularitas dan mengesampingkan nalar sehat, dan itu juga disukai oleh masyarakatnya, jangan harap Indonesia akan menjadi maju dan modern. Cepat atau lambat kita akan tersungkur ke krisis lagi seperti krismon tahun 1997 yang lalu, mungkin lebih parah.

Oleh karenanya, dalam masa pemilu ini kita pilih pemimpin yang menggunakan akal sehat dan bukan sekadar popular karena pencitraan. Subsidi hanya diberikan untuk bidang pendidikan dan kesehatan, dan untuk mereka yang benar-benar membutuhkan saja.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost