Sabtu, 30 November 2013

Dahlan Iskan : Konvensi Demokrat bukan untuk elektabilitas

Dahlan Iskan. (ANTARA/Sigid Kurniawan)


Ini jawaban Dahlan Iskan dari banyak pertanyaan yang berkecamuk di pikiran kita. Mengapa Demokrat?? Mengapa tidak partai lain?? mengapa tidak Independet??

"Ada pemimpin yang tidak berkualitas tapi bisa diterima atau populer. Ada pemimpin yang tidak bisa diterima, tapi berkualitas. Nah, konvensi itu mengawinkan keduanya" - 
----------------------------------

Konvensi Demokrat bukan untuk elektabilitas

Surabaya (ANTARA News) - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, menegaskan bahwa Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat yang diikutinya bukan untuk mendongkrak elektabilitas partai, seperti prediksi pengamat.

"Konvensi itu bukan untuk elektabilitas seperti kata pengamat, tapi berangkat dari keprihatinan Pak SBY tentang mudahnya terpilih pemimpin bangsa yang tidak berkualitas," katanya di Surabaya, Sabtu.

Di hadapan 400-an mahasiswa Universitas Surabaya (Ubaya) dalam "Seri Kuliah Kepresidenan" oleh Departemen Mata Kuliah Umum (MKU), ia menjelaskan, Konvensi Capres Demokrat itu ingin mengawinkan dua fakta.

"Ada pemimpin yang tidak berkualitas tapi bisa diterima atau populer. Ada pemimpin yang tidak bisa diterima, tapi berkualitas. Nah, konvensi itu mengawinkan keduanya," katanya.

Jadi, menurut wartawan senior itu, target konvensi adalah lahirnya pemimpin berkualitas yang bisa diterima (populer).

"Itu penting, karena demokrasi kita masih menyamakan antara suara profesor atau rektor dengan suara penganggur, padahal itu tidak adil, karena itu konvensi menjadi sarana penyaring," katanya.

Bahkan, kata mantan Dirut PT PLN itu, peserta Konvensi Capres Demokrat itu tidak dipilih begitu saja, melainkan didasarkan survei terhadap 250 guru besar dan doktor dari universitas se-Indonesia.

"Sayangnya, nama-nama yang tersaring tidak semuanya mau menerima undangan konvensi itu, bahkan saya sendiri mau menerimanya dalam satu hingga dua hari menjelang berakhirnya pendaftaran peserta konvensi," katanya.

Pendiri Jawa Pos Grup itu mengemukakan, dirinya memutuskan untuk menerima karena tokoh yang dijagokan justru mendorong dirinya.

"Saya mengusulkan Pak Chairul Tandjung," katanya.

Selain itu, dirinya juga mendaftar agak terlambat karena dirinya memang tidak mau mendaftarkan diri, kecuali diperintah.

"Saya benar-benar tidak mau mendaftar, tapi Presiden akhirnya meminta," katanya.

Namun, katanya, ada dua alasan yang membuat dirinya mantap, yakni tujuan konvensi untuk menggabungkan kualitas dan popularitas, serta kemajuan Indonesia sudah berjalan sesuai "rel" yang tepat.

"Kalau rel itu kita ikuti, maka bukan tidak mungkin akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju nomor sembilan dalam enam tahun ke depan. Nah, saya terpanggil agar rel itu tidak belok-belok," katanya.

Menurut dia, jika bukan karena alasan itu, maka dirinya tidak akan mau menjadi capres.

"Emangnya enak jadi presiden? Saya tahu sendiri bahwa presiden itu dihujat ke mana-mana," katanya.

Bahkan, katanya, jika diharuskan memilih, maka dirinya akan memilih untuk menjadi orang bebas.

"Terus terang, jadi menteri atau jadi Dirut PT PLN itu juga sempat saya tolak," katanya.

Namun, ia akhirnya mau menerimanya, karena semua keberatannya dapat "dipatahkan" Presiden Yudhoyono.

"Misalnya, saya bukan insinyur atau ekonom, tapi Pak SBY bilang kalau butuh manajer dan leader," katanya.

Dalam kesempatan itu, Rektor Ubaya, Prof Joni Parung, menegaskan bahwa mata kuliah umum (MKU) Seri Kuliah Kepresidenan dimaksudkan untuk memberi ruang dialog mahasiswa dengan para calon pemimpin bangsa.

"Kalau kami mengundang Pak Dahlan Iskan, karena beliau merupakan sosok yang multikultur, seperti Ubaya yang 35 hingga 40 persen mahasiswa dari luar Surabaya dan provinsi se-Indonesia terwakili," katanya.

Selain di Ubaya, Menteri BUMN Dahlan Iskan juga mengikuti senam di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), lalu menghadiri seminar yang merupakan rangkaian dari "Airlangga Ideas Competition" dan meninjau pameran hasil karya mahasiswa Fakultas Farmasi Unair. (*)


http://www.antaranews.com/berita/407433/konvensi-demokrat-bukan-untuk-elektabilitas

Rabu, 27 November 2013

Membangkitkan Kembali BUMN Industri Strategis


Ada bangga yang membuncah dan semangat yang meletup-letup setiap kali menyimak kabar bahwa pemerintah akan membangkitkan kembali BUMN industri strategis, terutama BUMN yang memproduksi alat utama sistem persenjataan (alutsista). Tiga BUMN industri strategis, yaitu PT Dirgantara Indonesia (PT DI), PT Pindad, dan PAL Indonesia sedang direvitalisasi dengan total dana Rp 1,9 triliun melalui program restrukturisasi finansial, perbaikan produksi, dan pembenahan manajemen.


Sebagai salah satu negara terluas dan berpenduduk terbanyak di dunia, Indonesia mutlak membutuhkan BUMN industri strategis. Begitu banyak manfaat yang bisa diperoleh dari BUMN industri strategis. Dalam konteks pertahanan dan keamanan nasional, kita bisa memproduksi beragam jenis senjata sesuai kebutuhan.


Dalam konteks industri manufaktur, kita bisa menghasilkan berbagai produk berbasis teknologi dan inovasi tinggi, tentu dengan nilai tambah ekonomi yang tinggi pula. Sejujurnya, tekad pemerintah membangkitkan kembali BUMN industri strategis sudah terlambat. 


Tekad itu seharusnya digulirkan — paling tidak—sejak satu dekade silam, manakala BUMN-BUMN industri strategis belum diserang penyakit akut seperti sekarang atau Indonesia belum jatuh ke pelukan Dana Moneter Internasional (IMF) setelah diterjang krisis moneter 1998. Bahwa kita sebaiknya berpegang pada pepatah lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, itu soal lain.


Namun, kita perlu mengingatkan pemerintah bahwa membedah tumor yang sudah menyebar ke sekujur tubuh jauh lebih sulit ketimbang mencabut tumor yang baru tumbuh. Dari hari ke hari, nasib sebagian BUMN industri strategis sungguh mengenaskan. Mereka terus merugi, bahkan beberapa di antaranya terombang- ambing antara hidup dan mati. PT DI dan PT PAL, misalnya, masih digerogoti kerugian dan terus mengandalkan suntikan dana pemerintah.


PT Pindad, sekalipun tidak merugi, kinerjanya masih pas-pasan, sehingga sulit menjadi perusahaan besar yang mampu bersaing di tingkat regional, apalagi global. Maka istilah “menyelamatkan” BUMN industri strategis dari kebangkrutan mungkin jauh lebih tepat disbanding istilah “membangkitkan kembali”.


Terlepas dari itu semua, kita tetap menyambut baik tekad pemerintah membangkitkan kembali BUMN industri strategis. Dalam skenario pemerintah, PT DI, PT PAL, dan PT Pindad akan menjadi lead integrator masing-masing untuk matra udara, matra laut, dan matra darat. BUMN lainnya bakal menjadi pendukug kegiatan produksi alutsista ketiga matra. Pada tier 1 dan 2 ada PT LEN, PT Dok Koja Bahari, PT Dahana, PT Krakatau Steel Tbk, dan PT Dok Perkapalan Surabaya. 


Pada tier 2 dan 3 terdapat PT Inti, PT Inka, PT Barata, PT Boma Bisma Indra (BBI), dan PT Industri Kapal Indonesia (IKI). Tak sulit membayangkan jika akhirnya pemerintah berhasil membangkitkan kembali BUMN industri strategis. Indonesia bukan saja akan dikenal sebagai negara dengan kemampuan militer yang kuat, disegani, serta diperhitungkan di tingkat regional maupun global. 


Lebih dari itu, Indonesia bakal menjadi negara industri manufaktur yang mampu menghasilkan berbagai produk berbasis teknologi dan inovasi tinggi. Indonesia akan menjadi negara yang kuat di bidang militer, sekaligus mapan di bidang ekonomi. Kita bakal menjadi bangsa yang lebih dihormati bangsa-bangsa lain.


Kita tidak bisa menafikan nilai tambah ekonomi yang demikian besar dari BUMN industri strategis bila mereka benar-benar bangkit. Pemerintah menganggarkan belanja pertahanan yang cukup besar. Dalam lima tahun (2009-2014), belanja pertahanan mencapai Rp 150 triliun. Dari jumlah itu, baru Rp 50 triliun yang dialokasikan untuk pengadaan alutsista di dalam negeri. Jika BUMN industri strategis berhasil bangkit, anggaran pengadaan alutsista di dalam negeri bisa ditambah.


Tak susah pula menerka apa yang terjadi bila PT DI, PT PAL, dan PT Pindad berserta BUMN industri strategis lainnya menerima sebagian besar order pengadaan alutsista. BUMN-BUMN tersebut akan menyerap lebih banyak tenaga kerja, memberikan dividen dan pajak lebih besar kepada negara, serta menghasilkan nilai tambah lebih tinggi terhadap perekonomian nasional dengan efek berganda yang dahsyat. Industri dasar, industri barang modal, industri olahan, industri hulu, industri hilir, industri antara, bakal berkembang pesat.


Membangkitkan kembali BUMN industri strategis tidaklah sulit. Apalagi PT DI, PT PAL, dan PT Pindad selama ini pun sudah mampu menghasilkan produk-produk berkualitas dan memenuhi order senjata, pesawat terbang, dan kapal berikut komponennya dari berbagai negara. Yang diperlukan tinggal political will pemerintah. Keberhasilan membangkitkan BUMN industri strategis akan ditentukan sekuat apa kemauan pemerintah untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Kemauan baja akan membuat rintangan seberat apa pun bisa dilewati, bahkan rintangan yang datang dari luar sekalipun.


Mungkin ada baiknya kita mencerap keprihatinan dan duka cita BJ Habibie, mantan presiden yang juga penggagas BUMN industri strategis, ihwal sebab-musabab kehancuran BUMN-BUMN bernilai tinggi itu. BUMN industri strategis ternyata bukan hanya salah kelola, tapi juga sengaja dihancurkan oleh kekuatan asing. Sanggupkah pemerintah menangkal itu? (*)


http://www.investor.co.id/home/membangkitkan-kembali-bumn-industri-strategis/40860

Minggu, 24 November 2013

Dahlan Iskan MH104 - Senyum Tulus Marketing Para Dirut

ignasius jonan
Manufacturing Hope 104
“Senyum saya sudah betul, Pak?” tanya seorang direktur utama BUMN kepada saya melalui SMS. Dirut tersebut prestasinya luar biasa hebat. Tapi, senyumnya juga luar biasa pelit.
Setiap kali bertemu sang Dirut saya memang terus mempersoalkan wajahnya yang selalu tegang. Dan kaku. Dan cemberut.
“Anda itu Dirut yang hebat,” kata saya. “Kalau bisa sering tersenyum, Anda akan lebih hebat,” tambah saya.
Beberapa minggu kemudian, ketika sang Dirut belum juga bisa tersenyum, saya berikan pengertian mengapa harus tersenyum. “Anda itu harus menjadi seorang marketer. Bahkan, harus menjadi marketer terbaik di BUMN Anda. Bagaimana seorang marketer wajahnya terlihat tegang terus?” kata saya.
Saya tidak dalam posisi memarahi dia. Saya menempatkan diri bukan sebagai menteri. Saya ajak dia bicara lebih seperti kakak kepada adik. Sebelum bicara itu pun saya lebih dulu bertanya kepada dia: bolehkah saya bicara mengenai hal yang sangat pribadi? Dia bilang: boleh.
Jadilah saya bicarakan hal wajah dan senyum itu kepadanya. Sayang sekali, seorang CEO yang kerja dan prestasinya luar biasa, tapi lebih banyak kelihatan cemberut. Tekanan pekerjaan yang berat dan menumpuk mungkin membuatnya tegang.
Pun waktu yang dia habiskan di lapangan memang panjang. Siang menemukan persoalan, malam menemukan kerumitan. Orang luar selalu menekannya, orang dalam menjengkelkannya.
Mungkin juga bukan karena semua itu. Mungkin juga karena latar belakang pekerjaan lamanya di dunia keuangan. Itu membuatnya “selalu bersikap keuangan”. Banyak kata, orang yang hidup lama di “sikap keuangan” sulit berubah menjadi “bersikap marketing”. Entahlah.
Tapi , saya percaya orang bisa berubah. Yang jelas, seorang CEO akan tidak sempurna ke-CEO-annya kalau tidak bisa tersenyum, tidak bisa mengajar, mendidik, dan tidak bisa jadi orang marketing.
Maka, sang Dirut berjanji untuk berubah. Menyempurnakan prestasinya dengan meramahkan wajahnya.
Suatu saat saya kaget. Dia mengirim BBM kepada saya. Disertai foto wajah yang lagi tersenyum. “Senyum saya yang seperti ini sudah tepat, Pak?” tanyanya.
“Belum!” jawab saya. “Kurang tulus,” tambah saya.
“Wah, sulit ya?” tanyanya lagi.
“Tidak!” jawab saya. “Coba terus!”
Minggu berikutnya dia kirim foto lagi yang juga tersenyum. “Sudah bagus, Pak?” tanyanya.
“Sudah 70 persen! Bagus! Anda maju sekali!” jawab saya. Saya kagum akan kesungguhannya tersenyum.
Minggu-minggu berikutnya dia terus mengirimkan foto wajahnya yang lagi tersenyum. 75 persen. 80 persen. 90 persen. Akhirnya 100 persen! Senyum terakhirnya, enam bulan setelah usaha yang keras, sangat sempurna, natural, dan tulus.
Senyum itu lantas saya pilih untuk cover buku yang diterbitkan untuk ulang tahun perusahaannya. Buku yang sangat bagus mengenai prestasinya yang hebat dalam mentransformasikan BUMN yang dia pimpin. Buku itu kini sudah tiga kali cetak ulang dan jadi best seller. Tentu senyum tulusnya di cover ikut memberi andil.
Itulah buku yang bercerita: bagaimana sang Dirut mampu melakukan transformasi perusahaan yang luar biasa hebatnya. Bahkan, lebih hebat daripada yang dilakukan menteri BUMN.
“Pasien” saya yang seperti itu tidak hanya satu. Tidak dua. Tidak tiga. Banyak! Satu per satu saya ajak bicara. Bukan hanya perusahaannya yang harus bertransformasi, tapi juga penampilan pribadi Dirutnya. Saya gembira mereka yang prestasinya hebat-hebat itu juga berani menyempurnakan dirinya.
Saya juga berterima kasih kepada owner MarkPlus, Pak Hermawan Kartajaya, yang ikut mengubah BUMN-BUMN kita. Terutama dari sisi marketing. BUMN Marketeers Club yang rutin bertemu dari satu BUMN ke BUMN lain, mendapat sambutan antusias dari teman-teman direksi BUMN. Begitu juga BUMN Marketing Award yang juga digagas Pak Hermawan.
Saya sempat menghadiri beberapa pertemuan forum marketing itu. Termasuk untuk menyosialisasikan keinginan saya bahwa seorang CEO/Dirut di BUMN harus juga menjadi orang terbaik untuk urusan marketing di BUMN masing-masing.
Saya juga bangga bahwa setiap kali MarkPlus menyelenggarakan acara tahunan yang amat bergengsi, Marketeer of the Year, para CEO BUMN tampil di jajaran pemenang. Mengalahkan sektor swasta. Bahkan, hampir selalu terpilih menjadi yang terbaik, menjadi Marketeer of The Year. Seperti yang diraih Emirsyah Satar, CEO Garuda; Sofyan Basyir, CEO BRI, dan saya sendiri waktu menjabat CEO PLN.
Tentu bukan hanya senyum yang harus bertransformasi. Cara para CEO berpidato pun harus berubah. Harus menjauhkan kebiasaan lama berpidato dengan membaca teks yang formal, kaku, dan hierarkis.
Untuk urusan ini saya juga melihat kemajuan yang sangat besar. Saya mencatat beberapa CEO sudah mampu tampil dengan pidato yang memikat. Bahkan, beberapa di antaranya sudah seperti CEO multinational corporation.
Pidato Dirut Bank Mandiri, Dirut Telkom, Dirut BRI, Dirut BNI, Dirut RNI, dan Dirut Pelindo I Medan sudah sangat cair, dan “lebih marketing”. Sudah berubah total dan dengan penuh percaya diri bisa mengemukakan kiprah dan masa depan perusahaan dengan gamblang.
Tentu saya tidak akan melarang pidato pakai teks. Dalam beberapa kesempatan malah seharusnya pakai teks. Tapi, saya belum puas dengan penampilan beberapa CEO yang ketika di podium masih seperti kurang menguasai persoalan. Saya akan sabar mengikuti perubahan-perubahan itu.
Mengapa saya merasa perlu untuk menekankan semua itu? Sebab, CEO di samping seorang marketer nomor satu di perusahaannya, dia juga manajer personalia terbaik di korporasinya. Kalau seorang CEO tidak terlatih dalam mengemukakan ide, hope, dan programnya, dia tidak akan bisa meyakinkan anak buahnya.
Siapakah sang CEO yang selalu kirim foto wajahnya yang sudah tersenyum itu? Dialah Dirut PT KAI, Ignasius Jonan. (*)

Jumat, 22 November 2013

Dahlan Iskan di Universitas Jember, Sang Pengacau Datang…


Selasa siang itu ada undangan workshop, tapi seorang teman dosen mengajak ke Gedung Soetardjo nonton Dahlan Iskan. Undangan bertemu Dahlan Iskan mungkin ada di loker, tapi belum sempat lihat, jadi tanpa undangan datanglah saya ke Soetardjo. Masih jam 13.00 sedangkan undangan jam 13.30. Gedung sudah penuh dengan mahasiswa, semua kursi terisi kecuali dua baris sofa dibagian depan. Ibu di resepsionis mempersilakan saya duduk di sofa baris kedua, baris pertama untuk pimpinan dan Undangan khusus. Ini satu keuntungan saya berambut putih, disegani dan dianggap dosen beneran. Walau tanpa surat undangan dapat sofa VIP.



Saya duduk di kursi paling tepi dekat lorong tengah. Kalau Pak Dahlan lewat saya bisa salaman….. Waktu bergeser, sesekali wajah saya terpampang di layar lebar kiri kanan podium. Tamu mulai berdatangan dan sofa segera penuh, banyak dosen yang harus berdiri. Saya pura-pura sibuk agar tidak perlu nengok sana sini, Ntar kalau ketemu senior dan sofa ku diminta…… enak aje…… Satu sms datang dari ketua jurusan saya “Curang, Wong rembes dapat bangku VIP, sementara yang ganteng dibiarkan keleleran” Hehehehehe….. Sorry Pak Kajur, siapa cepat dia dapat……


Tenda yang didirikan di kiri kanan soetardjo dipenuhi mahasiswa, tempat duduk sudah penuh, banyak yang berdiri. Mendung tebal sekali dan sebentar lagi pasti hujan. Pak Dahlan datang. Mahasiswa berdiri semua. Lorong tengah jadi penuh kerumunan, semua berebut salaman. Rombongan Pak Dahlan jadi merayap menuju podium, tersendat kiri-kanan. Saya tidak jadi ikut rebutan salaman, ga tega menghambat perjalanan Pak Dahlan. Cukup hati saja yang menyalaminya.
Bersama Pak Rektor, Pak Dahlan duduk di sofa di podium, acara bincang-bincang ini dipandu langsung oleh Rektor saya Pak Hasan. Lagu Indonesia Raya dinyanyikan bersama-sama. Semua berdiri tegak, tapi Pak Dahlan, tidak hanya berdiri tegak, juga menyilangkan tangan kanannya ke dada.

Sambutan oleh Pak Hasan cukup singkat, nampaknya Pak Rektor tahu kebiasaan Pak Dahlan yang tidak suka bertele-tele. Mahasiswa bersorak-sorak dan bertepuk tangan setiap ada momen yang tepat, tanpa di komando.
Tari petik Kopi oleh delapan mahasiswi Unej rancak ditampilkan. Tari kreasi ini memadukan gerak tari kuntulan yang khas dari daerah pedalungan, dengan dinamika tari malangan-suroboyoan dan eksotika gerakan gandrung banyuwangi. Mudah-mudahan Pak Dahlan senang.

Pak Rektor memandu acara bincang-bincang dan mempersilakan Pak Dahlan untuk memberikan statemen pembuka.Kejutan dan kekacauan …… itulah yang dilakukan Pak Dahlan. Minta ijin ke Pak Rektor agar mahasiswa yang masih diluar dan diancam mendung hitam boleh masuk dan duduk bersila di depan podium. Tak bisa tidak, Pak Hasan mengangguk dan tersenyum untuk kemudian diserbu ratusan mahasiswa dan mahasiswi ngeluruk hingga semeter dari Pak Dahlan dan Pak Hasan. kekacauan mereda, semua duduk bersila hingga penuh sampai ke depan sofa VIP. Ga jadi VIP lagi dah….. kalah sama mahasiswa.


Dosen-dosen pada tersenyum dan tertawa melihat kejadian yang spontan itu. Bahkan beberapa dosen yang tadinya berdiri di depan pintu dan tidak kebagian kursi ikutan lesehan di depan podium. Ibu PD III saya termasuk yang lesehan bersama mahasiswa. Maklumlah PD III kan memang harus dekat dengan mahasiswa.

Ketika hujan turun dengan derasnya semua sudah duduk manis dan aman di dalam gedung. Suara hujan menghantam atap gedung Soetardjo dengan hebatnya. Kekacauan yang ditimbulkan Pak Dahlan menyelamatkan banyak orang dari hujan dan ketidaknyamanan.

Walau kursi saya ga jadi VIP saya malah senang, dosen-dosen lain juga nampak tertawa-tawa. Juga Pak Rektor yang memang murah senyum. Teman sebelah saya walau seperti nggrundel “wah…. kacau ….. kacau…..” tapi tetap dengan meringis tersenyum setengah tertawa. kekacauan yang bisa diterima oleh semua, karena memberikan kenyamanan. Daripada birokrasi kaku yang menyengsarakan sebagian orang dan membuat kami yang duduk di VIP pun tidak nyaman bila ada sebagian anak-anak kami, mahasiswa terpaksa kehujanan diluar.

http://edukasi.kompasiana.com/2013/11/22/dahlan-iskan-di-universitas-jember-sang-pengacau-datang--611960.html

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost