Senin, 29 September 2014

Dahlan Iskan : MH146 : Kaliandra Setelah Tumpengan di Komisi VI


Pucuk tumpeng nasi kuning dipotong oleh Pak Airlangga Hartarto, Ketua Komisi VI DPR. Saya, yang menerima potongan tumpeng, tidak mengira hari itu ada tumpengan. Itulah acara yang menandai berakhirnya sidang-sidang antara Komisi VI DPR periode 2009-2014 dan Menteri BUMN.
“Di lantai 19 ada Jumatan yang khotbahnya pendek, Pak,” ujar Airlangga melihat saya ingin kesusu pamitan. Saya pun kembali meraih piring untuk ambil sop buntut. Ternyata benar. Khotbah itu amat pendek. Saking senangnya, hari itu saya turun dari lantai 19 lewat tangga. Lalu pulang dari DPR naik taksi karena sopir masih akan lama menyelesaikan Jumatan di masjid bawah.
Sidang terakhir di Komisi VI Jumat pagi lalu juga amat singkat. Acaranya pun hanya dua: pengesahan rencana anggaran 2015, dan pembacaan hasil Panitia Kerja Aset BUMN oleh ketuanya yang bersuara menggelegar, Azam Azman Natawijaya.
Tidak ada tanya jawab. Diganti pesan dan kesan. Baik oleh saya maupun oleh anggota Komisi VI.
Harus diakui selama lebih 2,5 tahun menjadi Menteri BUMN saya memperoleh banyak pelajaran dari interaksi dengan komisi VI DPR ini. Terutama bagaimana harus memahami dunia politisi dan realitas politik. Misalnya bagaimana saya harus mundur satu langkah ketika DPR mengancam akan menginterpelasi kebijakan saya.
Bukan karena saya takut diinterpelasi, tapi karena saya tidak ingin menyusahkan atasan saya. Yang diinterpelasi adalah Presiden. Toh bagi saya kebijakan yang harus dicabut itu bukan sesuatu yang amat prinsip. Realitas politik adalah take and give. Sesekali.
Di sidang terakhir itu saya juga minta maaf karena pernah membuat suasana hubungan kami kurang enak. Tapi itu demi menjaga keselamatan bersama: saya, teman-teman DPR, dan teman-teman BUMN. Kini, insya-Allah kami (saya dan teman-teman Komisi VI) bisa megakhiri tugas dan hubungan ini dengan husnul khatimah tanpa merasa, misalnya, dikejar-kejar KPK.
“Sayangnya pelajaran-pelajaran itu baru saya peroleh ketika saya sudah tua. Ketika umur saya sudah 63 tahun,” kata saya. “Beruntunglah bagi yang muda-muda, seperti para deputi saya dan Ketua Komisi VI ini,” kata saya lagi. “Karir masih sangat panjang”.
Suasana husnul khatimah juga terasa di kesan dan pesan dari beberapa anggota Komisi VI. Mulai dari Bu Ida Ria, Kang Arif Minardi, Mas Aria Bima, Pak Marzuki Daud, dan lain-lain. Saya merasa cukup tersanjung.
Kepada yang terpilih lagi, seperti Pak Airlangga, Pak Azam, dan Pak Afrizal, saya ucapkan selamat. Semoga hubungan dengan Menteri BUMN yang akan datang bisa lebih produktif. Kepada yang tidak terpilih lagi saya ucapkan semoga tetap bisa bertemu, misalnya di Surabaya, kampung saya.
Saya sendiri meskipun nanti akan pulang ke Surabaya tapi tidak akan kembali memimpin Jawa Pos Group. Saya sudah tertinggal jauh. Sudah delapan tahun pensiun dari Jawa Pos. Jadi komisaris pun tidak. Hanya jadi pemegang saham. Selama saya tinggalkan, grup itu toh berkembang lebih pesat.
Di tangan generasi baru, Jawa Pos lebih dinamis.
Dan lagi, bukankah sejak sembuh dari kanker hati delapan tahun lalu saya sudah bertekad untuk tidak mau lagi cari uang? Maka saya pun tidak mungkin lagi kembali mengurus perusahaan. Pun setiap ada teman yang mengajak bisnis, saya selalu menolak.
Kalau bulan depan saya tidak jadi menteri lagi, saya akan memfokuskan diri pada satu jenis kerja sosial yang belum ditangani siapa pun: melistriki daerah-daerah terpencil, pulau-pulau terpencil, dan pedalaman-pedalaman terpencil. Tentu dengan kriteria khusus: daerah itu kira-kira 10 tahun lagi pun belum akan mendapat listrik.
Untuk daerah-daerah yang belum berlistrik tapi diperkirakan akan segera dapat listrik, tidak kami masuki.
Kegiatan sosial ini saya sebut sosiopreneur. Sosiopreneur Demi Indonesia (SDI): sebuah kegiatan sosial yang dikelola secara entrepreneur. Meski kegiatan sosial tapi harus berlaba. Hanya saja labanya tidak boleh diambil. Harus untuk program serupa berikutnya. SDI tidak menangani, misalnya, membagi sembako atau menyelenggarakan khitanan masal. Sudah banyak lembaga sosial lain yang melakukan itu.
Persiapannya pun sudah matang. Sudah satu bulan ini SDI mendidik 30 anak muda untuk menjadi pimpinan di 30 pelosok yang belum berlistrik. Itulah 30 daerah yang kami pilih untuk tahap pertama. Mereka kami didik sampai bagaimana menanam bahan baku. Sistem listrik itu nanti memang biomass: menggunakan bahan bakar pohon Kaliandra Merah (Calliandra Calothyrsus).
Mengapa Kaliandra Merah?
Ada tujuh alasan sekaligus.
1) Kaliandra adalah tanaman energi. Kalau dibakar, mengandung energi 4.000 kalori. Sudah mirip batubara.
2). Mudah tumbuh, termasuk di daerah marjinal sekali pun. Tidak bisa tumbuh hanya di rawa-rawa.
3). Umur satu tahun sudah bisa ditebang. Rakyat bisa cepat dapat uang.
4) Setelah ditebang, tidak perlu tanam baru. Trubus sendiri. Tiap tahun bisa ditebang lagi. Tumbuh lagi. Terus menerus.
5) Akar Kaliandra yang berbintil-bintil mengandung nitrogen sehingga menyuburkan tanah.
6) Hutan Kaliandra tidak mudah terbakar karena daun yang gugur cepat sekali menyatu dengan tanah.
7) Bunga Kaliandra Merah, yang indah itu, sangat disenangi lebah. Rakyat bisa beternak lebah. Madu Kaliandra amat baik khasiatnya.
Bunga Kaliandra juga sering disebut rambut malaikat karena halusnya.
Untuk permulaan SDI-lah yang akan menanam. Tapi, kelak, rakyat setempat yang menanam untuk menambah penghasilan. Rakyat yang mengeluarkan uang untuk membayar listrik, akan mendapat uang dari penjualan bahan baku listrik.
Singkatnya: SDI menjual listrik ke rakyat. Rakyat menjual Kaliandra ke SDI. Beda dengan yang berlaku sekarang: rakyat membayar listrik, uangnya dipakai untuk membeli bahan baku dari negara lain atau dari perusahaan batubara. Perusahaan batubara mendapat batubara dari negara. Negara dapat kekuasaan dari rakyat.
Pertanyaan: mengapa saya tidak membuat program Kaliandra saat jadi Dirut PLN atau saat menjabat Menteri BUMN?
Jawabnya agak memalukan: saya baru tahu tentang pohon Kaliandra ini enam bulan lalu. Kian saya pelajari kian menarik. Tapi waktu juga kian mepet. Tinggal setengah bulan lagi menjabat Menteri BUMN, tentu tidak cukup untuk mengawal sendiri program itu sampai sukses. Kalau tidak dikawal, dan kalau ternyata gagal, bisa dikira konsepnya yang salah.
Bahkan baru bulan lalu saya berhasil bertemu ahli Kaliandra dari Institut Pertanian Bogor (IPB) seperti Dr Andi Sukendro. Beliau yang mengajak saya melihat tanaman Kaliandra milik Perhutani di Bandung Selatan minggu lalu. Dr Andi membenarkan semua keterangan tentang Kaliandra.
Di Bandung Selatan Kaliandra hanya difungsikan untuk penghijauan lahan kritis yang terjal.
Telat mengetahui pohon asal Meksiko itu, tidak membuat saya menyerah. Belajar memang harus dilakukan terus meski sudah tua sekali pun. Kian saya dalami, kian menarik saja si Kaliandra ini. Saya tidak mungkin tidak tergoda olehnya. Karena itu action langsung saya siapkan. Jadi menteri atau tidak jadi menteri. Tidak ada pengaruhnya.
Izinkan saya melangkah dengan Kaliandra. Semoga, kelak, semua perizinan dari pemerintah bisa lancar. Kalau tidak, saya akan mengadu ke Komisi VI.
Oleh Dahlan Iskan
Menteri BUMN

Senin, 22 September 2014

Dahlan Iskan : MH145 : Uang Muter untuk September yang Padat


“Selamat ya. Setelah berjuang selama 12 tahun akhirnya berhasil,” tulis seorang pengamat BUMN dalam SMS-nya kepada saya. Memang, pekan lalu tiga dokumen penting untuk BUMN ditandatangani Bapak Presiden SBY: peraturan pemerintah tentang pembentukan holding perusahaan perkebunan, holding perusahaan kehutanan, dan peraturan presiden tentang penunjukan BUMN untuk membangun empat ruas jalan tol Sumatera.
Tentu peran Menko Perekonomian Chairul Tanjung amat besar. Rapat-rapat koordinasi untuk tiga persoalan itu intensifnya luar biasa. Persoalan yang mengganjal dituntaskan satu per satu dan terukur.
Maka bulan ini luar biasa banyaknya pekerjaan. Seperti lupa kalau masa jabatan hampir berakhir. Tinggal hitungan hari. Belum lagi harus merangkap menjadi Menteri Perindustrian ad interim selama ditinggal Pak MS Hidayat ke luar negeri selama 12 hari.
Tentu untuk holding perkebunan ini pekerjaan luar biasa besar. Terutama masalah-masalah internal: peningkatan produktivitas, kemampuan membuat laba, efisiensi, dan investasi. Saya yakin, setelah jadi holding ini penghematan besar-besaran akan bisa dilakukan. Dari penyatuan sistem pengadaan pupuk saja, saya yakin puluhan miliar rupiah bisa dihemat.
Yang tidak kalah berat adalah bagaimana menggerakkan industri gula dalam negeri. Persoalannya juga di perkebunan tebu yang kurang tinggi produktifitasnya. Karena itu saya berharap benar perombakan sistem penanaman tebu yang mulai menampakkan hasil di Lampung bisa jadi tonggak perbaikan ke depan.Target bisa menghasilkan tebu di atas 100 ton/ha dengan rendemen 9 harus tercapai. Hanya itu kuncinya. Atau dibubarkan sama sekali.
Yang tidak kalah intensifnya adalah persiapan pembangunan empat ruas jalan tol Sumatera. PT Hutama Karya (Perserqo), BUMN yang ditunjuk, akhirnya harus mengusahakan sendiri dananya. Tidak ada dana APBN atau pun pinjaman dari PIP seperti yang pernah direncanakan. Tentu akan memakan waktu kalau HK harus cari pinjaman dulu ke mana-mana. Atau harus cari partner lebih dulu. Apalagi proyek sangat penting ini sebenarnya belum menarik secara komersial.
Tapi karena BUMN adalah kekuatan besar, saya tidak membolehkan proyek ini tertunda. HK bisa menggandeng BUMN konstruksi yang lain. Misalnya dengan sistem turnkey. Dan ternyata, setelah saya selenggarakan rapat gabungan, PTWaskita, PT Wika, PT PP, dan PT Adhi, semua berminat.
Masing-masing perusahaan menggunakan kekuatan mereka (termasuk kekuatan meminjam) untuk membangun tol tersebut. Dengan nilai yang sudah disepakati. Dengan demikian HK bisa punya waktu mencari pinjaman tanpa harus menunda proyek.
Pada saat jalan tol itu jadi, ada dua pilihan: HK sudah dapat pinjaman yang lebih murah untuk membayarnya, atau HK sudah menemukan pembeli yang akan membeli jalan tol yang sudah jadi itu. PT Jasa Marga Tbk saya minta untuk menjadi standby buyer.
Perputaran uang seperti itulah yang akan membuat pembangunan jalan tol Sumatera terus bergulir dengan cepat. Dari satu ruas ke ruas berikutnya. Cara seperti ini pula yang terjadi di Tiongkok sehingga pembangunan jalan tol di sana gila-gilaan. Meski jalan tol pertama di Tiongkok (ruas Senyang ke Dalian) dibangun beberapa tahun setelah Jagorawi, tapi kini Tiongkok sudah punya hampir 100.000 km. Sedang kita belum genap 1.000 km.
Dirut HK yang baru, I Gusti Ngurah Putra, langsung tancap gas. Dia siap kalau ground breaking jalan tol Palembang-Indralaya dilakukan 16 Oktober atau sebelum itu. Selesainya pun dia rencanakan sangat cepat: satu tahun! Dia juga sudah tahu membangun pondasi di ruas itu sangat berat. Tanahnya rawa.
Rasanya tidak ada semangat melebihi membangun jalan tol di Palembang ini dengan satu alasan: gubernurnya juga agak gila!
Tapi saya juga minta jalan tol di atas laut Balikpapan-Panajam dikebut juga. Waskita sudah sangat siap. Tinggal tiga isu yang harus diselesaikan: kepesertaan Pemprov Kaltim dan Pemkot Balikpapan, ketinggian jalan tol, dan seberapa jauh harus bergeser untuk mengakomodasikan proyek lain.
Oktober ini juga PT Angkasa Pura 1 siap memulai pembanguan bandara baru Banjarmasin. Soal tanah yang lama mengganjal sudah tuntas. Kita sudah tidak sabar ingin melihat bandara baru Banjarmasin, menggantikan bandara lama yang kini sangat sumpek itu.
September-Oktober yang padat: dari rapat ke rapat. Dari kota ke kota. Dari proyek ke proyek.
Oleh Dahlan Iskan
Menteri BUMN

Jumat, 19 September 2014

Dahlan Tak Akan Kembalikan Mobil dan Rumah Dinas Menteri, Kenapa?

Dahlan Iskan, Menteri BUMN

Jakarta -Pada 20 Oktober 2014 nanti, seluruh menteri Kabinet Indonesia Bersatu II akan mengakhiri masa jabatannya. Saat masa jabatan berakhir, para pejabat negara tersebut harus mengembalikan fasilitas yang diterima. 

Lantas bagaimana dengan Menteri BUMN Dahlan Iskan? Eks Direktur Utama PT PLN (Persero) tersebut mengaku tidak perlu repot-repot mengembalikan fasilitas negara seperti rumah dan mobil dinas.

Pasalnya, sejak dipercaya menjadi menteri pada 2011, pria asli Magetan (Jawa Timur) ini tidak pernah menikmati fasilitas menteri. Ia selalu beraktivitas memakai kendaraan pribadi yaitu mobil Mercedes-Benz S Class dan tinggal di kediaman pribadi di daerah Sudirman Central Business District, Jakarta.

Bahkan, Dahlan mengaku tidak pernah menikmati gaji Rp 19 juta sebagai seorang menteri karena telah menyumbangkannya kepada salah seorang ahli mobil listrik.

"Saya tidak perlu berbenah-benah karena saya tidak menempati rumah dinas. Tidak perlu ada rumah yang diambil, AC yang dicopot. Mobil juga tidak perlu saya serahkan karena tidak pakai mobil kantor," kata Dahlan usai rapim BUMN di kantor pusat Djakarta Lloyd, Cikini, Jakarta, Kamis (18/9/2014).

Sementara di ruang kerja menteri lantai 19 Gedung Kementerian BUMN, Dahlan tidak merasa harus segera membereskan tempat kerjanya untuk diisi pejabat baru. Ia menyebut ruang kerjanya hanya dipenuhi oleh koleksi buku-buku pribadi yang mudah dibereskan.

"Tidak ada dokumen kantor kecuali buku, yang akan saya sumbangkan ke madrasah. Itu ada sekitar 2.000 buku di kantor," ujarnya.


http://finance.detik.com/read/2014/09/18/145534/2694234/4/dahlan-tak-akan-kembalikan-mobil-dan-rumah-dinas-menteri-kenapa?f9911023

Selasa, 16 September 2014

Dahlan Iskan : MH144 : Semoga Waras Listrik di Kegilaan BBM


Manufacturing Hope 144

“Kabar gembira Pak Dahlan, STNK mobil listrik kami sudah keluar. Inilah STNK mobil listrik pertama di Indonesia,” tulis SMS Martin Soekotjo kepada saya.

Malam itu juga saya SMS ke Bapak Presiden SBY. “Bapak Presiden Yth, lapor kabar gembira: STNK mobil listrik sudah keluar untuk pertama kalinya. Mobilnya produksi pabrik yang di Surabaya itu. Terima kasih Bapak Presiden. Akhirnya jadi kenyataan di era kepresidanan Bapak. Alhamdulillah.”

Waktu itu, Jumat sore lalu, saya lagi di Bitung. Meninjau galangan kapal IKI cabang Bitung yang pada pukul 17.00 senja itu masih ramai dengan orang bekerja.
Banyak kapal antre untuk diperbaiki. Bisnis berjalan lancar.

Padahal PT IKI (Industri Kapal Indonesia yang berpusat di Makassar) tiga tahun lalu masih mati.

Saya juga meninjau Pelabuhan Bitung di bawah PT Pelindo IV. Tahun ini Pelabuhan Bitung mulai mengoperasikan dermaga baru yang dalamnya 15 meter. Memenuhi standar kedalaman tol laut.

Tidak lama lagi PT Pelayaran Meratus dan Tempuran Emas mulai melayari jalur Belawan-Bitung.

“Pertama dalam sejarah Pelabuhan Bitung dijadikan tujuan rute dari Medan,” ujar GM Pelindo Bitung Heru Bhakti Fireno.

Saya juga meninjau pabrik pengolahan ikan PT Perikanan Nusantara Cabang Bitung yang amat membanggakan: sebuah pabrik yang amat ramai dan sibuk.

Padahal empat tahun lalu masih berupa “kuburan”.

“Saya sempat tidak digaji tiga tahun. Komplek pabrik ini jadi semak belukar,” ujar Direktur Perinus Max Najoan yang dulunya nelayan beneran. Kini Max Direktur Produksi PT Perinus.

“Seumur hidup tidak pernah membayangkan Bapak mengangkat saya jadi direktur,” ujar tamatan SPMA Perikanan Manado itu.
.
Dari Bitung saya melakukan komunikasi ke Surabaya, berbicara dengan petugas yang mengurus STNK mobil listrik itu.

“Yang dapat STNK memang baru satu Pak. Tapi berikutnya sudah akan lancar,” ujar Sukotjo, staf Grain saat saya telepon dari Bitung.

“Kalau begitu saya akan mampir ke Surabaya. Melihat mobilnya dan STNK-nya,” kata saya. “Saya bisa menyisihkan waktu empat jam di Surabaya,” tambah saya.

Empat jam itu, sekalian akan saya pergunakan untuk jadwal menjalani stemcell di Stemcell Center RSUD dr Sutomo, memasang crown gigi belakang di dokter gigi langganan saya, dan mencoba mobil listrik yang sudah ber-STNK itu.

Agar hemat waktu saya minta mobil tersebut dibawa ke rumah dokter gigi di Jalan Sedap Malam Surabaya. Juga mobil listrik jenis sedan kecil yang sedang diurus STNK berikutnya.

Lalu dengan mengemudikan mobil ini saya menuju bandara Juanda untuk kembali ke Jakarta.

Ketika mencoba mengemudikan mobil listrik ber-STNK, itu saya merasakan getaran halus mobilnya, dan getaran bangga di hati saya.

Sebenarnya saya sudah mencoba minivan itu dua tahun lalu. Tepatnya November 2012. Kini terasa sudah sempurna: power steering, gasnya, remnya, AC-nya, dan segala macamnya.

“Perjuangan dua tahun akhirnya ada hasilnya,” ujar Sukotjo, staf PT Grain yang menjadi produsen mobil ini.

Mobil ini memang masih berbasis mobil listrik dari Tiongkok yang dirakit dan disempurnakan di Surabaya.

Tapi komponen terbesarnya, baterai, akan sepenuhnya produksi Indonesia. “Kami sudah bicara dengan Nippres,” ujar Martin. “Yang lain-lain secara bertahap juga akan diproduksi di Surabaya,” tambahnya.

Dua tahun lalu saya mengunjungi pabriknya yang dibangun di luar kota Surabaya itu. Sekarang pabrik itu sudah jadi dan sudah beroperasi. Mampu merakit 10.000 mobil listrik setahun.

Mobil listrik dari Surabaya ini simbolnya petir, mirip logo PLN, karena dia memang salah satu dari lima putra petir yang kita unggulkan.

Pabrik itu satu komplek dengan pabrik baja yang amat besar, dengan pemilik yang sama. Kerangka baja bandara-bandara baru seperti Bali, Medan, Sepinggan, dan Juanda dibuat di sini. Juga Terminal 3 Soekarno Hatta yang raksasa itu.

Pabrik ini sekarang juga memproduksi baja untuk gedung bertingkat berbasis baja. Dengan modul ciptaannya, sebuah gedung enam lantai bisa dibangun hanya dalam waktu enam bulan.

“Desain kami bisa sampai 18 lantai lebih,” ujar Martin.

Mobil listrik pertama ber-STNK ini dibeli oleh anak perusahaan PLN, PT PJB Cabang Gresik. “Sekarang ke mana-mana kami gunakan minivan ini,” ujar Sugiyanto, GM PJB Gresik.

“Hemat sekali. Bandingannya, dengan mobil bensin sehari habis Rp 60.000. Dengan mobil listrik ini hanya Rp 10.000,” ujar Sugiyanto.

Memang chargingn-nya masih empat jam. Tapi di malam hari, saat pemilik mobil tidur, sangat cukup waktu untuk charging sampai penuh.

“Untuk kepentingan sehari-hari, kami hanya perlu charging dua hari sekali. Tidak tiap hari,” ujar Sugiyanto.

Rabu lusa, saat ada acara di RRI Yogya, saya juga akan menyerahkan becak listrik kepada dua tukang becak Solo yang selama ini menjadi jamaah shalawat Habib Syekh.

Becak listrik ini benar-benar beca biasa: masih harus dikayuh. Tapi ringan sekali. Saat becak menanjak pun kayuhannya tetap sangat ringan.

Habib Syekhlah pemilik ide awalnya. Saat mendengar salah satu Syekher-nya, saya, memelopori mobil listrik beliau minta dibuatkan becak listrik.

Beliau melihat betapa rekoso-nya tukang becak yang sudah tua tapi tetap mengayuh becaknya untuk mempertahankan hidup.

Saya sendiri sedang mengubah mobil Jaguar saya yang lama untuk menjadi mobil listrik. Bulan depan sudah jadi.

Di tengah gonjang-ganjing harga BBM, siapa tahu orang menjadi waras: menoleh ke mobil listrik!

Oleh Dahlan Iskan
Menteri BUMN

***

http://kabardahlaniskan.com/2014/09/14/mh144-semoga-waras-listrik-di-kegilaan-bbm/

Kamis, 11 September 2014

Mobil Listrik Lokal Tersengat Izin dan Pasar

Mobil Listrik Lokal Tersengat Izin dan Pasar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku industri otomotif berbasis listrik dalam negeri rupanya belum bisa bergerak leluasa menekuni bisnisnya. Sebab, kendaraan atau mobil listrik yang mereka produksi masih terkendala perizinan dari Kementerian Perhubungan. Lantaran belum punya izin jalan, produsen mobil listrik tak bisa menggarap pasar otomotif nasional.
Dasep Ahmadi, Chairman PT Sarimas Ahmadi Pratama bilang, untuk memproduksi mobil listrik setidaknya dia butuh pangsa pasar. Adapun pasar mobil listrik yang dibidik Dasep tak hanya mobil listrik city car saja, melainkan juga pasar transportasi.
Dasep bilang, pihaknya bisa memproduksi bus listrik berkapasitas 20 orang - 40 orang. "Kami ingin pemerintah menyediakan pasar. Misalkan, seluruh kementerian memakai angkutan bus listrik untuk angkutan transportasi pegawainya," kata Dasep, Selasa (9/9) kemarin.
Jika pasar dalam negeri tak merespon mobil listriknya, Dasep berencana mengekspor teknologi mobil itu ke Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Pasalnya, kedua wilayah itu bisa menerima dan membeli mobil listrik.
Sejak merakit mobil listrik dua tahun silam, perusahaan telah merakit 27 mobil listrik untuk pemerintah atau kalangan pemerintah. Diantara pemesannya adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan.
Mobil listrik yang banyak dipesan adalah: varian Evina sebanyak 3 unit, varian berpenumpang (MPV) sebanyak 8 unit, dan medium bus 16 unit. Perusahaan mengklaim bisa produksi 500 unit-1.000 unit mobil listrik per tahun dengan harga berkisar Rp 1,5 miliar-Rp 2 miliar per unit.
Adapun tingkat kandungan produk dalam negeri pada mobil listrik yang diproduksi Dasep ini baru mencapai 50 persen, sisanya impor dari Amerika Serikat termasuk bagian mesin. Dasep bilang, dua tahun ke depan, perusahaannya akan merakit mesin sendiri agar harga mobil bisa lebih murah 15 persen.
Untuk diketahui, agar mobil listrik bisa jalan, baterai mesti di isi dengan daya 60 kilo watt per hour (KwH) selama lima hingga enam jam. Dengan kapasitas baterai ini, mobil bisa jalan 120 kilometer dengan kecepatan sampai 120 kilometer per jam. Konsumsi energi mobil listrik ini diklaim lebih efisien 40 persen dari mobil biasa.
Walaupun sudah bisa diproduksi, namun mobil listrik ini belum bisa melenggang di jalan. Sebab, perusahaan belum mengantongi izin dari Kementerian Perhubungan. Budi Darmadi, Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi, Kemperin bilang, infrastruktur penunjang mobil listrik belum memadai. "Bus listrik ini cocoknya dalam rute point to point, jalurnya tetap," ujar Budi. (Benediktus Krisna Yogatama)

Selasa, 09 September 2014

Setoran Dividen BUMN Naik, Ini Tanggapan Dahlan Iskan

TRIBUNNEWS/HERUDINMenteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan optimistis perusahaan-perusahaan pelat merah mampu memenuhi target setoran dividen yang dipatok pemerintah sebesar Rp 41,73 triliun, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014, hasil keputusan Badan Anggaran, Senin (8/9/2014). 

"Ya harus mampu. 100 persen," kata Dahlan singkat ditemui usai rapat koordinasi soal Elpiji, di Kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta. 

Dahlan tidak keberatan jika target dividen perusahaan BUMN dinaikkan. Namun, mengenai cara memenuhi target tersebut, Dahlan tidak menjelaskan rinci. 

"Caranya, ya BUMN-BUMN (masing-masing)," kata dia. 

Sebelumnya, dalam rapat Badan Anggaran di DPR RI, pemerintah memutuskan setoran dividen sebesar Rp 41,73 triliun, naik dari usulan awal sebesar Rp 41 triliun. Adapun target dividen dari BUMN tersebut berasal dari BUMN perbankan sebesar Rp 9,30 triliun, sementara BUMN non-perbankan sebesar Rp 32,43 triliun.


http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/09/09/085000326/Setoran.Dividen.BUMN.Naik.Ini.Tanggapan.Dahlan.Iskan

Dahlan Kerja, Pencitraan atau Sok Keren?


Suatu sore di thn ’85, aku duduk dekat Dahlan Iskan di kantor Jawa Pos (JP), Jln Kembang Jepun, Surabaya. Aku (pakai kode dwo) wartawan baru JP, sedangkan Dahlan (pakai kode dis) Pemred JP.
-----------------
Saat itu aku baru selesai mengetik berita. Dahlan istirahat sejenak, di sela kesibukan memeriksa semua berita. Tapi, di tangannya masih ada selembar kertas berisi berita teman wartawan JP.
Dis: Hobimu apa, dwo?
Aku agak kaget, tak menyangka Pemred yg sedang rehat dari kesibukannya yg luar biasa, bertanya enteng-2an. Spontan kujawab jujur: “Nonton bioskop dan main biliar, Pak.”
Dahlan diam. Dia mengamati naskah berita di tangannya.
Supaya gak mati suasana, aku balik bertanya: “Kalo Pak Dahlan hobinya apa?”
Ternyata jawabnya sangat pendek: “Kerja.”
Aku jadi malu dg jawaban dia. Seolah, jawaban itu menampar mukaku. Dlm hati aku mengumpat diriku sendiri: “Goblok kamu. Ditanya Pak Bos, kok dijawab terlalu jujur. Mestinya kujawab: Membaca, kek… atau memburu berita, kek… atau apa-lah yg menggambarkan semangat kerja.
Tapi, di sisi lain, aku juga curiga, jawaban bosku ini tidak jujur. Jaim, sok kerja, pencitraan, biar anak buahnya semangat, biar dia kharismatik, intinya itu jawaban gombal. Orang ini sok keren.
Dwo: Kerja ‘kan bukan hobi, Pak? Itu kewajiban kita.
Dis: Tapi hobi saya memang kerja. (intonasi suaranya naik)
Kami terdiam. Kembali hening. Hanya terdengar hummer mesin ketik kuno merk Olivetti, klotekan bertalu-talu. Beberapa wartawan dan redaktur masih bekerja, mengetik berita.
Aku merasa bersalah, menyodok dengan pertanyaan begitu. Gara-garanya kecurigaanku tadi. Tapi, mau apa lagi, sudah terlanjur. Sekarang aku mau menyingkir dari Dahlan, rasanya kok gak enak. Gak etis. Tapi, diam disini malah jadi kikuk.
Untungnya, redaktur memanggilku: “Dwo, rencana liputanmu besok, apa?” Maka, bergegas aku menghampiri redakturku, meninggalkan Dahlan. Aku bersyukur bisa kabur dari orang yg sok idealis ini.
Hari-hari berikutnya, aku terkaget-kaget. Sebab, sejak itu aku sengaja mengamati semua kegiatan Dahlan di kantor.
Hasil pengamatanku: Pagi-pagi sekali (sekitar pk 07.00) dia sudah ngantor. Dia membaca beberapa koran: Memorandum, Suara Indonesia, agak siang dikit Kompas (tiba di Sby sktr pk 10.00). Tujuannya, dia membandingkan kualitas berita JP dengan koran-2 tsb. Dan, kalau kualitas berita JP kalah (dibanding salah satu kompetitor), dia akan marah-2 kpd wartawan sore harinya, saat semua wartawan sudah ngantor (dari seharian meliput berita).
Sebelum wartawan ngantor, pada tengah hari, dia mengecek (hasil kerja) dan memberi briefing karyawan bagian iklan. Sorenya, mencegat semua wartawan yg ngantor, untuk ditanyai satu demi satu: Apa beritamu? Trus, wartawan menjelaslan, sebelum berita diketik.
Jika dari interogasi itu Dahlan menilai, berita yg didapat wartawan ternyata jelek, maka dia berkata begini: “Itu bukan berita layak JP. Gak usah diketik. Apa lagi?” Dia bertanya “apa lagi?”, sebab syarat seorang wartawan JP harus membawa minimal 3 berita berbeda per hari.
Parahnya, jika 3 berita itu dinilai Dahlan jelek semua, dia tidak segan mengatakan: “Kamu pulang saja. Hari ini kamu bukan wartawan JP. Besok cari berita yg layak, ya…”
Sore, Dahlan memimpin rapat redaksi, mengedit berita, memimpin rapat perencanaan berita esok bersama redaktur. Itu semua sampai malam, sktr pk 23.00.
Setelah semua pekerjaan redaksi di lantai 2 selesai (sktr 23.00) dia turun ke lantai 1 mengamati proses cetak. Mesin cetak ada di lantai 1. Proses cetak selesai sktr 03.00. Barulah dia pulang ke Trenggilis Mejoyo, Rungkut (jarak dg kantor sktr 10 km).
Beberapa jam kemudian (sktr 07.00) dia sudah di kantor lagi. Ini setiap hari, kecuali Minggu dan tgl merah (saat itu JP tidak terbit hari Minggu dan tgl merah).
Malah, di saat tingkat kenaikan laku koran JP dinilai terlalu lambat (naik, tapi tdk banyak), Dahlan tidak pulang berhari-hari. Kemana? Dari percetakan sktr pk 03.00 dia langsung menuju pusat berkumpulnya koran terbesar di Surabaya, di dekat Tugu Pahlawan. Disana para agen koran se Surabaya mengambil koran.
Dini hari begitu Dahlan ndodok (jongkok) tak jauh dari pusat distribusi koran. Maaf, aku dua kali melihat dia begitu, tanpa sepengatahuan dia. Itu berarti aku ikut tdk pulang, hanya gara-2 ingin memantau dia.
Saat dia ndodok disitu, tdk ada yg tahu, bahwa itulah Pemred JP. Sebab, saat itu Dahlan belum terkenal spt sekarang. Pemred itu hanya terkenal namanya, tapi publik tak tahu orangnya.
Apa yg dilakukan Dahlan saat ndodok? Dia hanya diam, pura-2 baca koran, mendengar celoteh para agen: “Whalaaaah… berita walikota maneh. Bakal kurang laris dino iki,” ucap seorang agen koran. (Aduuuh… berita tentang walikota lagi. Bakal kurang laku koran –JP- hari ini).
Semua celoteh agen itu akan dibawa ke rapat redaksi sore harinya. Para wartawan dan redaktur akan ‘diumbah’ habis-2an jika berita JP dinilai para agen sebagai: Kurang menarik. Saya pikir: Suara agen adalah suara pembeli koran. Mereka berpengalaman langsung di lapangan. Dan, mereka rugi jika berita JP jelek.
Sktr 05.00 bursa koran di Tugu Pahlawan bubar. Dahlan pun meninggalkan lokasi tsb. Dia tidak mungkin pulang, sebab dua jam lagi sudah harus di ktr. Maka, dia langsung ke kantor. Apa yg dia lakukan di ktr? Tidur sktr 1 smp 2 jam.
Rasionalkah jam tidur manusia sesingkat itu? Tentu saja tidak. Sebab, Dahlan juga tidur (lagi) di kantor pd sekitar 14.00 selama sktr 2 jam, sebelum wartawan berdatangan ke ktr mulai sktr 16.00.
Aku mengamati itu sepanjang jadi wartawan JP di Surabaya selama 3 thn. Sejak Okt ‘87 aku dipindah tugas ke Jakarta. Dahlan jika di Jakarta, tak bisa kupantau, sebab gerakan dia bisa kemana saja. Aku pun sibuk hunting berita. Tapi, dia sering mendadak muncul ke ktr Jakarta tengah malam pk 23.00.
Kini, jika masyarakat menilai bahwa Dahlan sok kerja, adalah salah besar. Sama salahnya dg persepsiku padanya di thn ’85.
Andaikan suatu hari anda ditanya Dahlan: “Hobimu apa?” maka, jangan jawab: “Main biliar, Pak.” Sebab, anda bakal malu. Sebaiknya, jawab saja pertanyaan dia itu begini: Hobi saya kerja, Pak. Pekerjaan, main biliar… (Jkt, 30 Sept ’13)

Senin, 08 September 2014

Dahlan: Kalau Harganya Murah, Kita Buyback Saham Indosat

http://images.detik.com/content/2014/09/08/6/dahlan.jpg
Jakarta -Pemerintah menyatakan, pembelian kembali (buyback) saham PT Indosat Tbk (ISAT) akan dilakukan bila harga saham perusahaan telekomunikasi tersebut murah.

Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan, ide buyback saham Indosat bagus, selama harganya murah sehingga bisa dijangkau pemerintah.

Saat ini harga saham ISAT di Bursa Efek Indonesia (BEI) tercatat sebesar Rp 4.085 per lembar.

"Buyback Indosat itu baik idenya. Tak tahu aku siapa yang mewacanakan. Tapi begini, buyback Indosat itu baik, asal harganya murah. Nah kalau harganya mahal apa perlu buyback?" kata Dahlan di kantor Menko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (8/9/2014).

Seberapa murah?

Dahlan mengatakan, dia menilai murahnya saham Indosat yang layak dibeli pemerintah adalah setengah dari harga sekarang, atau bahkan di bawah itu.

"Kalau harganya murah, kita buyback. Murahnya ya murah. Separuh harga atau berapa," jelas Dahlan.

(dnl/hen) 

http://finance.detik.com/read/2014/09/08/184324/2684666/6/dahlan-kalau-harganya-murah-kita-buyback-saham-indosat

Dahlan Iskan: Jadi Menteri Tidak Boleh Terpengaruh Permintaan Atasan

Dahlan Iskan: Jadi Menteri Tidak Boleh Terpengaruh Permintaan Atasan
TRIBUNNEWS.COM/ ISMANTO
Meneg BUMN Dahlan Iskan 
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan menegaskan sejak ditunjuk sebagai menteri, ia berjanji tak akan terpengaruh oleh faktor eksternal. Dalam hal ini, Dahlan tak akan menuruti tekanan atau desakan bahkan dari atasan terkait uang negara.
"Saya sudah menegaskan tidak boleh terpengaruh oleh intervensi atau permintaan apa pun dan dari atasan sekalipun yang menyangkut dana," ujar Dahlan dalam keterangannya, Senin (8/9/2014).
Dahlan memaparkan bahwa Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengaku pernah dipengaruhi oleh Menteri ESDM Jero Wacik untuk melakukan tindak korupsi. Namun Dahlan bangga bahwa Karen tidak dapat dipengaruhi dan terus melaksanakan pekerjaannya.
"Saya bangga Dirut Pertamina tabah atas usaha untuk mempengaruhinya," ungkap Dahlan.
Mengenai pendapat status Jero Wacik yang menjadi tersangka, Dahlan tak mau banyak berbicara. Satu hal yang pasti Dahlan prihatin atas nasib Jero Wacik.
"Saya tidak bisa mengomentari ini. Sebagai sesama menteri tentu saya prihatin. Tapi saya tidak boleh mencampuri," papar Dahlan.

Minggu, 07 September 2014

Dahlan Iskan : MH 143 : Kembali Hidup Jangan Sampai Mati lagi


Manufacturing Hope 143

“Lihat mata ikan ini Pak: warnanya putih!” ujar awak kapal itu sebelum menjatuhkan ikan beku sebesar bayi tersebut ke meja di depan saya. “Ini pertanda pembekuannya sempurna,” tambahnya.

Dia menjatuhkan ikan itu dari ketinggian yang cukup untuk menguji tanda kesempurnaan berikutnya: benturan ikan dengan meja itu menimbulkan suara “cling” yang keras.

Setelah dibekukan sampai -60 derajat celsius, ikan itu memang keras sekali. Tidak usah khawatir turun kualitasnya, apalagi membusuk.

Nelayan di Bacan, satu pulau di Maluku Utara, menonton adegan itu dengan antusias. Itulah untuk pertama kalinya BUMN menempatkan kapal ikan di sana. Kapal ikan modern yang dilengkapi cold storage minus 60 derajat dengan kapasitas 150 ton.

Jumat minggu lalu, setelah ke Aceh Timur dan Arun, saya memang keliling ke Ternate, Pulau Bacan dan ke Buli, ibukota Halmahera Timur. Inilah kunjungan untuk menyaksikan hidupnya kembali usaha perikanan BUMN di “ibukota ikan” Indonesia itu. BUMN pernah punya pusat perikanan di Bacan, tapi sudah lama sekali mati. Namanya PT Usaha Mina. Dia ibarat kucing yang mati di pasar ikan.

Lokasi almarhum itu masih ada: lima hektar. Ditumbuhi semak. Bangunannya masih ada: kusam dan berantakan. Tulisan PT Usaha Mina masih terbaca: samar-samar. Artinya dia sudah mati tapi mayatnya masih utuh.

Upacara besar untuk menandai hidupnya kembali si almarhum dilakukan di Bacan. Gubernur baru Maluku Utara yang juga seorang ulama terkemuka, Abdul Ghani Kasuba, ikut hadir. Beliau datang dari Ternate dengan speedboat yang mengarungi laut selama tiga jam.

Bupati setempat yang juga ulama dan seorang doktor sastra Arab lulusan Islamabad Pakistan, tampak selalu tersenyum.

Ini memang hari istimewa: BUMN perikanan hadir kembali di Bacan. Namanya: PT Perikanan Nusantara (Perinus). Kehadiran Perinus di kuburan PT Usaha Mina itu ditandai dengan beroperasinya pabrik es baru dan beroperasinya kapal ikan yang dilengkapi cold storage 150 ton tadi.

Gubernur dan bupati ini kebetulan memang kakak-beradik. Dua-duanya lulusan pesantren Al Khairat Bacan. Karena itu keduanya ingat betul kejayaan Usaha Mina di Bacan sampai dengan kematiannya yang diratapi seluruh penduduk Bacan.

“Pernah kami mencoba membantu menghidupkannya. Kami bantu dengan APBD Rp 5 miliar. Tapi mati lagi,” ujar Bupati Muhamad Kasuba yang sekarang sudah periode kedua di tahun keempat masa jabatannya.

Kepada ribuan masyarakat yang hadir di upacara itu saya minta maaf: baru sekarang bisa menghidupkan kembali BUMN perikanan di Bacan. PT Perinus memang baru saja sehat kembali setelah bertahun-tahun seperti dalam keadaan pingsan.

Waktu saya diangkat jadi menteri tiga tahun lalu PT Perinus secara teknis sudah bangkrut. Utangnya dan akumulasi kerugiannya lebih besar dari asetnya. Maka saya minta direksi PT Perinus segera mengurangi utang dan menyelesaikan akumulasi kerugian dengan melakukan quasi reorganisasi.

Direksi PT Perinus lantas bekerja keras. Dan membersihkan semua unit usahanya dari tikus-tikus berkaki dua. Abdussalam Konstituanto, Dirut Perikanan Nusantara yang baru, mulai menghidupkan unit usaha perikanan yang sudah mati di Bitung (Sulut). Berhasil. Lalu menghidupkan yang di Ambon. Berhasil. Menghidupkan yang di Benoa (Bali). Berhasil. Lalu menghidupkan yang di Sorong (Papua Barat). Juga berhasil.

Maka kalau baru sekarang bisa menghidupkan yang di Bacan, memang Perinus tidak bisa melakukan semua itu sekaligus. Ibarat orang yang baru keluar dari opname di rumah sakit, PT Perinus tidak bisa langsung disuruh lari ke Bacan. Nanti jatuh lagi. Dia juga belum bisa dibebani benda yang berat di pundaknya. Nanti opname lagi. Apalagi dia harus menanggung sendiri semua biaya penyehatan itu tanpa dana APBN.

Selama berada di Bacan, semula saya ingin bermalam di kapal ikan yang baru. Ini karena semua hotel penuh: ada pemilihan ulang anggota DPR di seluruh TPS di sana. Ketika kita semua sudah lupa pemilu, di sana masih ada Pileg untuk menentukan siapa-siapa tiga anggota DPR yang mewakili Maluku Utara nanti. PDIP sudah pasti dapat satu kursi. Golkar juga dapat satu kursi. Pileg ulangan ini menentukan untuk siapa sisa satu kursi lagi: PKS atau PAN.

Malam itu gelombang sangat besar. Saya batalkan tidur di kapal. “Pak Dahlan, Pemda punya guest house. Tolong jangan di kapal,” pinta Pak Bupati setelah menjamu kami makan malam dengan menu ikan bakar yang betul-betul fresh from the sea. Ditambah makanan pokok setempat: papeda (bubur sagu), singkong rebus, dan pisang mulubebe sebagai pengganti nasi.

Pagi-pagi, setelah senam masal Dahlan Style dan peresmian Senam Nusantara (senam resmi Maluku Utara), saya pun ke Buli, ibukota Halmahera Timur. Semula saya hanya ingin meninjau investasi PT Antam sebesar Rp 25 triliun di sini. Tapi bupati Halmahera Timur, drs H Rudi Irawan, yang ikut menyambut saya, curhat soal perikanan juga.

Maka kami buatlah rencana baru: perikanan koridor Halmahera Timur-Sorong. Jarak dua wilayah ini tidak jauh. Hanya dipisahkan oleh Kabupaten Raja Ampat. Seorang manajer Perinus langsung tidak boleh pulang hari itu. Untuk merumuskan model bisnis perikanan koridor baru Sorong-Halmahera Timur.

Hiduplah Perikanan Nusantara. Tentu jangan sampai mati lagi.

Oleh Dahlan Iskan
Menteri BUMN

***

http://kabardahlaniskan.com/2014/09/07/mh143-kembali-hidup-jangan-sampai-mati-lagi/

Sabtu, 06 September 2014

Tabung Gas dari UGM Bikin Tak Perlu Antri di SPBG



JAKARTA - Selama ini, untuk mengisi ulang kendaraan dengan bahan bakar gas (BBG), masyarakat harus antri di SPBG layaknya membeli bahan bakar minyak (BBM). Namun, inovasi dari Dosen Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mempermudah masyarakat mengisi BBG tanpa perlu antri.

Mengapa bisa? Sebab tabung tersebut menggunakan sistem cartridge atau bisa tukar pasang. Inovasi karya Imam Prasetyo itu membuat masyarakat tidak perlu antri ke SPBG tapi bisa membeli secara bebas layaknya tabung gas LPG.

“Tabung sangat fleksibel, sangat memungkin mendukung konversi BBM ke BBG. Hanya persyaratannya gas tidak boleh mengandung uap air. Jika mengandung uap air akan menutupi karbon,” tegas Imam, seperti dinukil dari situs UGM, Jumat (6/9/2014).

Saat ini, hasil penelitian Imam tengah diujicoba pada kendaraan milik PT. Barata Indonesia. Bahkan sebelumnya, hasil riset Imam tengah mendapat respon positif dari Menteri BUMN Dahlan Iskan sebagai solusi pengganti bensin, mahalnya tabung BBG, dan ketakutan masyarakat karena risiko ledakan.

“Kita ini masih dalam penjajahan BBM, masih bergantung impor, tidak tahu cara mengatasinya. Jika ada konversi ke gas, ini solusi terbaik. Minimal ada ujicoba tahap awal. Kita coba nantinya dibakar atau ditabrak. Jika ini berhasil, tidak hanya untuk kendaraan tapi juga untuk pembangkit listrik,” ujar Dahlan saat itu. (mrg)


http://kampus.okezone.com/read/2014/09/05/372/1035001/tabung-gas-dari-ugm-bikin-tak-perlu-antri-di-spbg

Catatan Cinta, di Negri Sumba (Bagian Dua)


Tanarara... dan kesedihan...(ku sebagai anak bangsa)

Dengan sepeda motor yg salah Tuning dibengkel (menurut hendrik)
kami berdua memutuskan menuju Tanarara...
melalui Jalan Kuda...
menurut Kinoi yg pernah melaluinya denga sepeda motor
saya ga tau apa itu jalan kuda..
tapi setidaknya bisa membayangkan.. dan bisa menyiapkan hati..

5 September jam 12 30, saya tinggalkan Palindi...
tanpa perlu membayangkan jalan kuda pun,
jalan keluar masuk Palindi..juga bagi saya
udah seperti berada dipunggung Kuda...
Naik Curaaaaam, turun pun Curam...
sepeda motor ini pun seperti dugaan...
meraung tak kuat mendaki membawa Hendrik dan saya..
'Ndrik, nanti "Jalan Kuda" itu lebih parah daripada ini? '
tanya saya..
"hahaha iya Bang " jawabnya singkat , sambil terbahak.
Artinya.. saya akan sering turun dari motor...
didalam hati, juga sambil terbahak..
dan Tak perlu membayangkan lagi.. 2 setengah Jam...
yg dahsyat, hampir di setiap pendakian Curam..
saya turun dari sepeda motor..
tapi tetap saja ,
saya kagum pada ketangguhan anak anak sumba..
jika sekarang saya ditanya tentang Gatotkoco..
saya kana jawab, Ia adalah keturunan Sumba dan Timor..
Lelaki tangguh , Otot kawat Tulang Baja...
Kalau bukan Hedrik, saya ga akan mau melewati medan ini.
Entah kenapa saya merasa nyaman dan percaya
bahwa kami akan dijagaNYA dalam perjalanan seperti ini..
Kalau bukan Hendrik, yang berotot kawat Tulang baja,
tak akan kuat selama 3 jam melalui JALAN KUDA ini,
Tangan nya yg tangguh dan kokoh,
sangat mampu menahan beratnya medan..
mendaki , menurun diatas lobang2 jalan bukit kapur ini..

hanya sesekali kita berpapasan dengan penduduk
yang melalui jalan itu dengan jalan kaki..
saya tahu..
banyak daerah yang seperti ini di Indonesia.
tapi selalu hati ini teriris,.. merasakan sediki dari
apa yang mereka rasaka. setiap hari... ini.
Pasti ada jalan keluar,
tapi itu hanya denga kesadaran semua lini bangsa
seperti kesalnya hati saya melihat
Bis yg sudah separoh rongsokan..
yg diperjalankan untuk membawa penduduk Sumba ini..
bukan karena Bisnya Jelek..tapi sebenarnya sudah tak layak jalan
dan sedih karena.. pemimpin mereka yang tak sungguh2 memperjuangkan nasib mereka
karna, maaf saja , rumah dinas gubernur yang trbesar di indonesia
itu mungkin saja berada di Kupang....
tak sungguh memperjuangkan bahwa, 

"NYAWA ORANG SUMBA PUN SAMA BERHARGANYA DENGAN NYAWA ORANG JAKARTA
KARENA MEREKA JUGA BANGSA INDONESIA"
dimana, angkutan umum yg tidak nyaman sedikit saja pasti akan diributkan..
(walau sebenarnya di Jakarta pun banyak angkutan umum yg tak layak jalan,
"tapi ITU BUKAN URUSAN SAYA" HEHEHEH"
(ups, ssssttttt, ini saya baru saja mendarat di Bali.
dengan selamat Alhamdulillaah..tandanya...hihihi)
hemmm, akhirnya setelah beberapa kali terengah engah..
mendaki jalan yg tak kuat di daki oleh motor sambil membonceng saya..
jam 4 sore kami sampai di Tanarara..
dan seperti sebelumnya.. dan juga untuk selanjutnya juga akan begitu..
kedatangan kami disambut gonggongan anjing piaraan penduduk..
dari kiri dan kanan.. jalanan bukit kapur kampung Gersang ini...
dan saya juga sudah tak kaget lagi jika
berpapasan dengan makluk hitam atau belang hitam putih..
yg disebut "Kambing balap" oleh bang kinoi,
yup... di beberapa daerah Sumba, Timor dan Rote ini,
babi piaraan yg berlalu lalang dijalan
adalah kewajaran..
Setelah 30menit beramah tamah dengan Tetua di Tanarara,
disuguhi kopi hitam yg nikmat..
saya memutuskan segera
ke Site kincir Angin yg berada 500m dari pemukiman warga.
walau sedikit perih mendengar cerita,
bapak desa atau kepala desa yg tinggal di kampung ini..
untuk hal Listri ini sangat tidak peduli pada rakyatnya..
mulai dari tidak pernah sekalipun mengunjungi site,
setidaknya berbasa basi pada Anak anak yg bekerja bersama masyarakat
sampai pada cerita, hari pertama listrik menyala di Tanarara..
dimana rakyat di beri 2 lampu 5 watt setiap rumah,
dia dengan Gagah nya menghidupkan 30 lampu diatas 10watt..
untuk Rumahnya yg memang besar...
ah, mungkin itu baru cerita pengaduan masyarakat saja..
saya harus pastikan....
Lalu saya bergegas..ke Site,
Memprogram semua kontroller sistem turbin,
untuk melepas 33 Kincir yg masih diikat,
menyusul 14 Turbin yg dilepas terlebih dahulu
untuk uji coba...
menjelang Magrib, sama seperti Palindi,
saya melepas 33 turbin itu dengan tangan saya sendiri..
dibantu oleh beberapa warga yg memegang tangga..
yaa, disini ada sedikit ego... ego saya...
karna saya merasa bahwa Kincir2 itu adalah buah perjuangan
saya, teman2 di Jepang dan adik2 di LAN serta
IBEKA, Pertamina dan Abah DI..
maka , disetiap ujung bilahnya..
saya panjatkan doa..pada ALLAAH YANG MAHA BERKEHENDAK..
"dengan berkah dan kehendakMU... kami berkarya...
dengan Berkah dan kehendakMu jua..kami sampai disini
dan menyelesaikan pekerjaan ini..
dan kumohonkan kembali Berkah dan KehendakMU..
SANG MAHA BERKEHENDAK...
Limpahkan lah Anugrah MU melalui Angin yg baik..
yang bercengkrama dengan bilah bilah ini,
jadikanlah.. Karya Kami yg Juga Atas KEHENDAKMU,
bermanfaat untuk penduduk Tanarara ini..
selama mereka masih membutuhkannya...
dan Penari Langit kecilku...
Menarilah Menarilah.. Menarilaaaaah..
untuk mereka...."
dan Alfatihah untuk semua kincir angin tsb..
melegakan ku.. melepasnya..
Alhamdulillaah.. jam 18 semua kincir Angin ini..
Menari Indah.. bersama terbenamnya matahari..
lalu kuberjalan mengitari desa, melihat lampu2 kecil yg menyala
sedikit menerangi gelap malam rumah2 kayu.. itu
kecuali di Rumah kepala Desa, dengan Lampu yg sangat terang...
ya Sudahlah.. biarkan warga yg berembuk menyelesaikan masalah ini..
Pagi ini, setelah melakukan pengecekan ulang...
semua sistem Kincir..
dan berdiskusi dan memberi penjelasan perawatan kincir..
dan harapan harapan dimasa depan untuk anak cucu mereka..
saya meninggalkan Tanarara yg kering.. gersang..
dalam waktu dekat saya ingin datang lagi.. kesini
ingin membawa 1000 buku...
karna pilu.. melihat mereka ...
semoga anak anak mereka
akan menjadi orang2 yang akan memperjuangkan
nasib bangsa mereka...untuk lebih baik.. dan lebih baik..
dimasa mendatang...
semoga ini hanya awal perjuangan..
catatan Perasaan
yg berkecamuk meninggalkanTanarara..
20140906... By Ricky Elson
Semoga YANG MAHA BERKEHENDAK merestui perjuangan ini.
dan lebih banyak lagi anak anak muda yg membangun pelosok negri...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost