Kamis, 26 Februari 2015

Mulyana Ahmad: Di CIHERAS Saya Merasa Sedih

Di CIHERAS Saya Merasa Sedih By Mulyana Ahmad

Rasa lelah dan ngantuk akibat dari perjalanan malam hari Bogor – Ciheras langsung sirna ketika kami sudah menemukan “Padepokan Lentera Angin”. Bukan kerana indahnya pantai selatan atau indahnya perjalanan berkelok-kelok yang kami lalui, tapi karena kami sudah bertemu dengan Uda Ricky Elson, Team Lentera Angin yang sedang mengabdi di ciheras dan teman-teman dari Dompet Dhuafa.

Tidak menunggu lama, “penari langit” berputar keras, ombak laut berdebur berirama seolah menyambut kedatangan kami. Torino sipenyiram bunga, si Ming-ming, Cemonk and the genk berlari-lari menyambut kami. Seolah kami adalah tamu yang sedang dinantikan. Mereka semua membuat kami merasa tersanjung.

Kue Nastar, Teh tarik panas, kopi bakar dari Malaysia baru separuh diminum, tamu dari Dompet Dhuafa datang setelah bermalam terlebih dahulu di kota Tasikmalaya. Perasaan saya dan Team NanoInti masih biasa-biasa saja ketika taaruf perkenalan. Perasaan terharu mulai menyelimuti benak kami ketika mereka bercerita telah berkeliling indonesia dan menyaksikan separuh rakyat indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih. Masih banyak masyarakat yang harus berjalan 3 jam perjalanan naik turun bukit demi mendapatkan 2 jerigen air bersih, anak-nak, Ibu-ibu habis separuh harinya untuk air bersih dan itu dilakukan setiap hari sepanjang tahun dan hanya berhenti ketika air hujan turun. Sebagian masyarakat lagi terpaksa m enggunakan air sungai untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya. Di sungai itulah mereka minum, mandi, nyuci, dan maaf disitu juga mereka buang hajat kecil dan besar. Bukannya mereka malas tidak membuat sumur, tapi air sumur tidak ada airnya meski dibor dengan kedalaman 120 meter. Ada juga sumur, tetapi isinya air gambut dan air garam. Cerita ini diperkuat lagi oleh Uda Ricky Elson dan team yang terpaksa harus meminum air payau di kepulauan terpencil, air minum yang mengandung air gambut yang membuat gigi keropos dan menghitam, air untuk bersuci (wudlu) yang lengket dimuka dan tangan plus pengalaman mencret-mencret dan sakit kemih karena meminum air seperti itu dalam waktu lumayan lama. DISINI KAMI MULAI MERASA SEDIH.

Tidak sedikit upaya yang telah dilakukan oleh Team Dompet Dhuafa. Mereka telah menyalurkan bantuan dalam bentuk sumur air bor, mobil tanki air bahakan RO System. Tapi mereka merasa belum maksimal dalam jumlah penyaluran dan teknologi yang mereka pilih. Untuk itu mereka pun mengunjungi beberapa negara seperti India, Thailand, China, timur-tengah dll demi sebuah teknologi pengolahan air bersih paling ideal untuk masyarakat indonesia. Merekapun menyebutkan beberapa teknologi terpilih yang mungkin cocok diterapkan di indonesia. 

DISINILAH KESEDIHAN SAYA MEMBUNCAH.

Beda sekali motivasi mereka dengan saya. Mereka sepanjang hidupnya bercatu daya, bercatu upaya berkeliling nusantara dan dunia hanya memikirkan APA YANG TERBAIK yang bisa dipersembahkan untuk negeri ini, sementara saya berkeliling dunia hanya untuk mencari teknologi pengolahan air terbaik untuk memenangkan persaingan dan memperoleh keuntungan materi sebanyaknya. Penguasaan teknologi pemurnian air saya jauh lebih banyak dari mereka tapi peraihan amal saya tidak ada apa-apanya.

Saya menjelaskan setiap teknologi yang mereka pilih bahkan saya menjelaskan pengembangan pencapai teknologi berikutnya dari tiap pilihan tersebut. Misalnya gerabah nanosilver yang sudah berkembang menggunakan nanowire silver yang lebih aman, carbon aktif sudah diganti dengan carbon aktif sekam padi yang lebih murah dll sebagainya.

Tiba giliran saya berbicara. Saya menjelaskan bahwa kita akan ketinggalan teknologi bila mencari sebuah teknologi bila referensinya dari juurnal-jurnal internasional kampus ternama di dunia sekalipun. Dunia swasta para pelaku bisnis pemurnian air kelas dunia berlipat kali lebih cepat dibanding dunia riset kampus-kampus ternama. Revenue mereka sangat besar dan bila digabungkan akan mencapai nilai 80 milyar dollar hanya untuk urusan air bersih.

Akhirnya saya memilihkan 2 buah tehnologi teknologi terbaik yang sudah menyumbangkan keuntungan senilai 40 milyar dollar bagi perusahan pengolahan air terkemuka di dunia. Satu teknologi masih menggunakan bahan kimia tetapi memiliki kecepatan menjernihkan air dengan hydraulic loading 8 detik (Klarifier PDAM membutuhkan waktu (1.800 detik) dan satu lagi adalah sebuah membrane perkasa yang mampu bertahan selama 30 tahun, tahan panas 800 C, tahan pH 0 sd 14, mereduksi penggunaan bahan kimia 99%, tahan tekanan sampai 250 bar, bekerja dengan tekanan rendah bahkan bisa hanya mengandalkan beda ketinggian (tofografi) tanpa pompa, 100% removal bakteri, virus, algae, 100% removal zat besi dan manganese, 100% removal kolloid dan suspensi, menapis separuh garam air laut, sedikit perawatan, siapapun bisa menggunakannya tanpa perlu keahlian khusus, mampu direndam dalam air aki selama 30 tahun dll.

Setelah sy putarkan demo video dari alat pertama yang menjernihkan air kubangan lumpur dan air hitam pekat dgn tds 2000 menjadi tds 8 dalam waktu 8 detik, terbersit harapan dari seluruh team. Kemudian sy putarkan video yang memfiltrasi cat tembok berwarna merah pekat menjadi sejernih kristal dan langsung diminum, harapan itu semakin menguat. Kemudian perlahan tapi pasti, wajah-wajah itu kembali meredup ketika sy menceritakan bahwa dibutuhkan investasi minimal 24 milyar untuk membeli mesin pembuat membrane tsb. Mesin iitu sanggup bekerja terus menerus mencetak membrane “Most high durability” sebanyak 20 membrane perjam dengan kemampuan tiap membrane adalah menjernihkan 1200 liter air kotor menjadi air bersih nyaris tanpa bahan kimia.

Awan beriringan menutupi terik matahari ciheras. Rasanya tangan-tangan ini masih terlalu lemah untuk menghadirkan kebaikan yang banyak, kebaikan yang most hight durability yang mampu menyediakan air bersih 24 jam x 30 tahun.

Ampuni kami ya Allah.

Kami tahu ada 7 pahala yang terus akan mengalir sampai hari kiamat, yaitu menggali sumur dan mengalirkan air untuk ummat.

Berikanlah kami jalan
Kami tidak sanggup melangkah sendirian #donasiuntukciheras  #coin for water machine


mulyana ahmad

Minggu, 22 Februari 2015

Dahlan Iskan: NH-06 : Soal Daging yang Ibarat Dokter Salah Resep


“Ini” tidak pernah dibahas di pusat pengambilan kebijakan. Saat saya menjadi menteri pun tidak pernah memikirkan yang “ini”. Saya memang tidak tahu bahwa ternyata “ini”-lah pangkal penyebab mahalnya daging.

Begitu naifnya saya.

Saya ingat, setiap terjadi gejolak harga daging, pembahasannya selalu sangat ilmiah. Ilmu supply and demand, ilmu dagang, ilmu hewan, ilmu logistik, serta segala macam ilmu diperdebatkan.

Kesimpulannya pun sangat ilmiah: Indonesia hanya cocok untuk penggemukan sapi, tapi tidak cocok untuk pembibitan sapi. Biaya membuat seekor anak sapi hingga berumur enam bulan sampai Rp 6 juta. Di Australia hanya Rp 2 juta. Tapi, biaya membesarkan dan menggemukkan sapi di Indonesia lebih murah.

Maka, logikanya pun ilmiah: beli saja peternakan sapi di Australia. Khusus untuk pembibitan. Lalu, anak sapi itu dikirim ke Indonesia. Untuk digemukkan. Jangan impor sapi potong dari Australia. Bisa mematikan peternak kita.

Maka, penjajakan untuk membeli peternakan sapi di Australia pun dilakukan. Bahwa usaha ilmiah tersebut gagal, itu karena kurs rupiah tiba-tiba anjlok. Investasi itu harus dihitung ulang.

Anjloknya rupiah, khusus dalam kasus ini, ternyata menyenangkan!
Kenapa pembibitan sapi di Australia murah? Sebab, sapi dilepas di alam bebas! Tidak perlu beli makanan ternak. Yang kian hari kian mahal itu. Kita tidak punya jutaan hektare lahan seperti itu. Kecuali di NTT. Khususnya Sumba. Dan sekitarnya.

Tapi, sudah lama NTT tidak lagi jadi andalan pasokan sapi. Semua tahu itu. Panjang sekali rapat untuk membahas itu. Kesimpulannya ya yang sangat ilmiah tadi: Tidak ada kapal khusus pengangkut ternak. Maka, tol laut dan penyediaan kapal akan menjadi solusi.

Ternyata semua itu salah.

Atau benar tapi salah.

“Ini” baru saya ketahui bulan lalu. Saat saya untuk kali kelima ke Sumba. Bisa mengetahui “ini”-nya pun kebetulan. Kebetulan ada relawan yang mau jadi sopir saya: Victor Rebo Lewa, seorang insinyur mesin lulusan ITN Malang. Saya memang sudah jenuh mengemudi berjam-jam. Sejak dari Tambolaka di ujung barat daya Sumba ke Waingapu di timur pulau itu. Besoknya ganti Victor Lewa yang jadi sopir. Juga berjam-jam. Menjelajah berbagai daerah di Sumba. Termasuk melewati padang-padang sabana yang luas.

“Sopir” ini sungguh asyik. Kakeknya yang kelahiran Rote termasuk orang paling kaya di Sumba. Termasuk raja sapi. Sang kakek menginginkan anak laki-lakinya kawin dengan gadis tercantik di desanya. Juga anak tokoh paling berpengaruh saat itu. Maka, disediakanlah maskawin yang sepadan: 200 ekor sapi. Perkawinan itulah yang melahirkan Victor.

Di Sumba, saat itu, sapi adalah lambang kekayaan, status sosial, dan taruhan masa depan generasi penerus. “Saya bisa jadi insinyur karena sapi,” ujar Victor. “Di sini orang memelihara sapi sebagai tabungan untuk menyekolahkan anak ke universitas,” tambahnya.

Semua itu sudah berakhir. “Lihat, Pak,” katanya sambil menunjuk sabana luas yang berbukit hijau. “Tuh, di sana hanya ada satu ekor sapi,” katanya. Mata saya pun mengarah ke seekor sapi di kejauhan itu. Tapi, hati saya berdebar. Takut dia lengah mengemudikan mobil di jalan yang berliku-liku itu. “Waktu saya remaja, sabana ini penuh sapi,” kata Victor. “Juga kuda. Kuda Sumba. Kuda sandelwood,” tambahnya.

Apakah karena tidak ada kapal khusus ternak?

“Ha ha ha,” dia tertawa.

Victor ternyata juga mengikuti perdebatan ilmiah di Jakarta yang membahas merosotnya ternak di NTT.

“Apa yang lucu?” tanya saya.

“Penyebabnya bukan itu,” ujar Victor. “Ini,” tambahnya.

Lalu, dia menciptakan suasana tegang. “Sudah lama orang Sumba takut memelihara sapi,” katanya. “Pencurian sapi di sini sudah masif, sistematis, dan terstruktur,” tambahnya. Dia pun terdiam. Agak lama. Seperti tidak tahu harus memulai ceritanya dari mana. Saking ruwetnya. “Ambulans pun sudah mulai dipakai angkut daging sapi curian,” tutur dia.

Yang terlibat sangat luas. Rakyat tidak percaya lagi ada yang bisa mengatasinya. Tidak bupati. Tidak pula polisi. Sudah banyak yang ditangkap. Tapi mencuri lagi. Sudah pernah diadakan sumpah adat, tapi selalu terjadi lagi. “Yang masih berani memelihara sapi pun hidupnya tidak tenang,” kata Victor. “Mereka tidak bisa tidur nyenyak.

Selalu waswas, takut pencuri datang,” tambahnya. “Ibaratnya, dari 10 orang Sumba, 11 orang yang takut pelihara sapi,” guraunya.

Bahkan, pencurian itu kini sudah meningkat ke pemerasan. Si pencuri sudah berani menghubungi pemilik. Minta tebusan Rp 2 juta. Agar sapinya dikembalikan. Pun sudah menjalar ke generasi muda.

Dengan berbagai motif. Misalnya mau cepat dapat uang jutaan. Dengan cara mudah. Atau setengah balas dendam: Dulu sapi orang tuanya dicuri orang.

“Ketakutan memelihara sapi ikut mengubur harapan pemuda untuk kuliah di luar daerah,” ujar Victor. Dulu, prinsip hidup orang di Sumba adalah ini: Hasil pertanian untuk mencukupi makan, ternak sapi untuk tabungan biaya anak kuliah. Kini banyak anak muda tidak lagi bisa kuliah. Menganggur. Naik kuda pun sudah tidak bisa. Potensi besar untuk jadi pencuri generasi baru. “Kalau ada pacuan kuda, kami sudah harus datangkan joki dari Bima,” tambahnya.

Pagi itu, saya mampir ke Desa Lewa Paku. Lebih dari 10 orang ikut meriung di halaman rumah Pak Yusuf Bili Popo. Semua berebut ingin menceritakan keganasan pencurian sapi di Sumba. Ibu Rambu Kris, yang masih berani memelihara sapi bantuan pemerintah, sampai berdiri dari duduknya. “Minggu lalu, sapi bantuan itu dicuri. Dua lagi,” kata Ibu Rambu dari Desa Laihau, Kecamatan Letis, itu.

Victor mencoba membantu sang ibu. Berhasil. Dia tahu siapa pencurinya. Dia juga tahu ke mana sapi curian itu akan dijual. “Sapi itu akan dipakai pesta pelantikan dua kepala desa,” katanya. Dia pun tahu tanggal pelantikannya. Lalu, dia merencanakan upaya penangkapan pada tanggal pelantikan itu. Gagal. Tidak punya biaya.

Walhasil, solusi membeli kapal angkutan ternak atau bantuan anak sapi dari pemerintah kelihatannya hanya akan jadi ibarat dokter yang salah resep. (*)

DAHLAN ISKAN
Mantan CEO Jawa Pos

Jumat, 20 Februari 2015

Rony Indrajaya: China Bisa Segalanya


China merupakan negara yang pertumbuhan ekonominya sungguh sangat cepat. Pembangunan terus menerus dilakukan. Tak heran China dari tahun ketahun meningkat peringkat Ekonominya sampai nomor dua saat ini. Nomor satunya masih Amerika. Japan, korea sudah lama terlewati.
Semua hal bisa dibuat di China. Hampir semua barang yang kita pegang ada sentuhan china. Bahkan brand ternama mulai dari kain sampai elektronik ada cetakan made in china. Tasbih dan sajadah saja dibuat disana.
Keinginan menjadi nomor satu membuat China selalu membuat proyek mercusuar. Mulai dari kereta api super cepat, Jalan tol super panjang, super server tercepat, bahkan handphone pintar yang laris manis.
Semangat nasionalisme tinggi dan kerja yang total didukung kebijakan pemerintah china yang merangsang pertumbuhan usaha disana menjadikan china negara yang seakan tak pernah berhenti bertumbuh.
Tidak hanya dalam negeri, kerjasama luar negerinya juga diintensifkan. Hal ini tentu mencemaskan banyak negara mapan yang selama ini jadi investor di banyak negara berkembang.
Tentu saja Indonesia dengan potensi pasar dan sumber daya energinya yang luar biasa membuat china kepincut bukan kepalang.
Berbagai kerjasama pemerintah ke pemerintah dilakukan dibanyak hal. Mulai dari monorel sampai pembangkit listrik.
Kerjasama antar bangsa memang suatu keniscayaan. Tidak ada jaman sekarang negara yang menutup diri.
Kemandirian bangsa china selalu jadi banyak perbincangan yang harusnya menjadi pelecut dan sumber semangat bangsa kita untuk melakukan hal yang sama.
Berbagai ahli bangsa ini sudah malang melintang ke penjuru dunia dan diakui keahliannya. Industri strategis kita tak kalah bagusnya dari bangsa lain.
Adalah BUMN sebagai salah satu tangan pemerintah yang bisa menjadi pendorong kemandirian bangsa.
Seperti INKA yang membuat kereta api dan monorel yang sangat bagus. Adalah PAL yang siap membuat kapal nelayan, kapal angkut dan kapal perang. Dan banyak BUMN dan swasta dalam negeri yang bisa membuat peralatan listrik untuk PLN. Adalah sindikasi bank bank BUMN yang siap menggelontorkan proyek proyek besar.
Kadang kita merasa kagum kepada China sebagai bangsa mandiri, sebatas kagum tanpa ingin mencoba menandinginya.
Kerjasama dengan China dan negara maju lainnya bagus untuk menyerap ilmunya dan mengembangkannya kelak.
Sehingga kalau sangat bagus untuk bangsa ini tentu pula kerjasamanya harus bagus. Kerjasama yang bagus tentu saja tidak usah disembunyikan, apalagi membuat kuping buntu beberapa pejabat dan menolak menjelaskan isi perjanjian itu.
Kan tidak pernah ada pepatah
"Serapat-rapat menyimpan minyak wangi, akan tercium juga
By BRI

Dahlan Iskan: 'Saya Cucunya Ir Ciputra dalam Entrepreneurship'


Ciputraentrepreneurship News, Jakarta - “Saya cucunya Pak Ciputra dalam bidang entrepreneurship,”kata mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan siang tadi (2/12) dalam acara Founder’s Day Grup Ciputra ke-33 yang berlangsung di Ciputra Theater, Jakarta. Perkataannya diiringi tepuk tangan hadirin yang terdiri dari jajaran manajerial dan staf Grup Ciputra dari Sabang sampai Merauke dan proyek-proyek di luar negeri. Dahlan mengaku demikian karena ia mengaku belajar dari seorang mentor, dan sang mentor tersebut berkata dirinya berguru dari entrepreneur properti tersebut.
Perjumpaannya dengan Ir Ciputra pertama kali membuatnya terkagum. Pebisnis yang juga mantan reporter surat kabar itu mengatakan kini dirinya bisa bertemu dengan Ciputra secara langsung setelah sukses mendirikan sejumlah perusahaan. “Setiap kali saya bertemu dengan beliau, saya terpacu untuk terus lebih baik lagi dari sebelumnya,”terang Dahlan yang tampil dengan mengenakan kemeja lengan panjang berwarna putih dan sepatu kets yang terkesan santai tetapi rapi.
Lebih lanjut Dahlan yang berjanji mengatakan, “Entrepreneurship bisa ditularkan, bukan diajarkan.” Terjadi hubungan yang sangat intensif. Harus ada yang menulari dan ditulari, katanya. Ia bahkan menganalogikan entrepreneur layaknya “penyakit” atau virus.
“Tidak perlu memiliki darah entrepreneur untuk bisa menjadi entrepreneur!”tegas Dahlan. Kalau memang entrepreneurship itu bersifat turun-temurun atau genetik, ujarnya, ia tidak memiliki kesempatan menjadi entrepreneur karena ayah dan ibunya seorang buruh tani dan buruh batik.
Dalam paparannya itu, Dahlan juga menggarisbawahi pentingnya merantau untuk membangkitkan jiwa entrepreneurship seseorang. Seperti Ir Ciputra yang memilih untuk merantau dari tanah kelahirannya di Parigi ke Bandung, Dahlan juga meninggalkan kampung halamannya.
Sejak merantau ke Samarinda, ia mengaku terputus hubungan dengan ikatan kekerabatan, sosial dan budaya daerah asalnya. Namun, dalam sudut pandang entrepreneurship, jauhnya seseorang dari tempat asal dan keluarga bisa melecutkan semangat dan antusiasme dalam bekerja segiat mungkin. “Kalau saya tidak merantau, saya mungkin sekarang menjadi petani, menikah dengan anak petani dan tidak bisa memutuskan diri dari siklus itu,”Dahlan mengenang masa lalunya.
‘Terputusnya’ seseorang dari lingkungan sosial kemasyarakatan yang sudah familiar itu juga menurut Dahlan memiliki peran dalam membentuknya sebagai entrepreneur yang bekerja secara produktif. “Jika pun saya menjadi guru, saya akan terlalu banyak absen karena harus menghadiri acara-acara sosial seperti sunatan, tetangga sakit, meninggal, dan sebagainya,”tukasnya. Bila ia tetap tinggal dan bekerja di desanya, tetapi tidak menghadiri semua acara itu, ia bisa dianggap keterlaluan. “Tetapi berbeda kalau saya ada di daerah yang jauh. Ketidakhadiran saya akan dimaklumi,”ujar pria yang mengaku tidak pernah lagi mencari uang sejak sembuh dari kanker hati itu. (Akhlis Purnomo)

Joko Intarto: GUNTORO, LIMA TAHUN KEMUDIAN


GUNTORO, LIMA TAHUN KEMUDIAN
Guntoro adalah nama teman kuliah saya. Kami berteman sejak 1986. Sudah lebih dari 25 tahun.
Sejak lulus dari Universitas Diponegoro Semarang tahun 1991, saya hanya sempat berjumpa Guntoro tiga kali. Seusai wisuda, saya bekerja di ''Jawa Pos'' Surabaya. Guntoro tidak saya ketahui rimbanya. Putus kontak.
Pada 2009, saya mendengar kabar Guntoro ternyata sudah menjadi seorang redaktur di surat kabar ''Media Indonesia''. Saya sedang ditugaskan Pak Dahlan Iskan di Jak TV. Melalui Syaifurrahman Ahmad, senior saya di kampus, yang menjadi redaktur senior di ANTV, bertemulah saya dengan Guntoro.
Saat itu, Guntoro sedang rasan-rasan ingin keluar dari ''Media Indonesia'' karena tertarik dengan bisnis kayu sengon. Saya sempat menawarkan peluang bergabung ke redaksi Jak TV, tetapi Guntoro kurang berminat. Rupanya bisnis sengon lebih menarik hatinya.
Setahun kemudian, saya berjumpa sekali lagi dengan Guntoro. Dalam acara makan siang di sebuah restoran di Blok M Plaza, Guntoro bercerita sudah punya lahan sengon 200 hektar di kawasan Purwakarta. Lahan tandus itu disewa dari penduduk dan dikelola lagi oleh penduduk itu dengan bimbingan manajemen dari Guntoro.
Dalam soal manajemen pemberdayaan masyarakat, Guntoro memang jagoan. Soalnya, untuk urusan ''beginian'', Guntoro terlatih sejak mahasiswa. Saat kuliah, Guntoro dan saya sama-sama aktif di Pusat Peranserta Masyarakat (PPM) yang didirikan Adi Sasono.
Guntoro menjadi ketua PPM di Universitas Diponegoro, Saya menjadi stafnya. Setiap minggu berdiskusi membahas konsep-konsep pemberdayaan masyarakat marginal melalui progran-program ekonomi kerakyatan.
Kamis dini hari, Guntoto mendadak mengirim pesan pendek. ''Saya ingin bertemu Pak Dahlan Iskan. Bagaimana caranya? Saya ingin diskusi tentang Kaliandra. Bisa telepon balik?'' kata Guntoro.
Sebagai bekas anak buah di PPM, saya pun segera menelepon Guntoro. Biar pun sudah pukul 02.30, kami berbincang sambil ''ngekek-ngekek''.
Jumat siang, Guntoro tiba-tiba menelepon. ''Saya dalam perjalanan dari Bandung menuju Jakarta. Saya ketemu di kantor UCS TV ya,'' kata Guntoro.
Menjelang magrib, Guntoro tiba di kantor baru saya di Jl Tebet Timur Dalam Raya 41, Jakarta Selatan. Tidak ada yang berubah pada penampilan Guntoro, selain kulitnya kian legam. ''Saya sekarang jadi orang kampung. Hidup di dalam kebun sengon,'' kata Guntoro dengan gayanya yang khas.
Rupanya, Guntoro sudah benar-benar meninggalkan dunia media massa. Sejak resign dari ''Media Indonesia'' tahun 2010, Guntoro berkonsentrasi total di usaha kebun sengon.
Dimulai dari lahan 200 hektar pada tahun 2010, sekarang Guntoro mengusahakan kebun sengon seluas 680 hektar di Purwakarta dan kawasan Jawa Barat Selatan. Selain sengon, Guntoro juga mengelola lahan seluas 1.200 hektar yang ditanami pohon gamal dan kaliandra yang saat ini sudah siap ditebang atau siap panen.
''Saya akan membuat wood pellet untuk memasok permintaan pasar di Korea Selatan, Jerman, Belanda dan beberapa negara kawasan Skandinavia yang 10 bulan dalam setahun tidak melihat matahari. Saya ingin mengisi permintaan pasar 2.500 ton sebulan. Karena itu, saya butuh bertemu Pak Dahlan,'' kata Guntoro.
''Hubungannya apa?'' tanya saya yang benar-benar belum paham.
''Pak Dahlan kan menanam kaliandra besar-besaran. Saya ingin tahu, mengapa Pak Dahlan menanam kaliandra untuk pembangkit listrik dalam negeri, sementara di luar negeri harga wood pellet kaliandra cukup bagus,'' kata Guntoro.
Saya pun mencoba menjelaskan alasan Pak Dahlan menanam kaliandra. ''Agar petani bisa mendapat penghasilan dari mengusahakan madu dan bisa membayar listrik dengan kayu bakar,'' kata saya.
Mendengar penjelasan saya, Guntoro pun manggut-manggut. ''Saya ingin bertemu beliau. Soalnya, saya punya lahan kaliandra 1.200 hektar dan bersama jejaring saya, saat ini sudah ada kaliandra 7.000 hektar yang siap panen. Saya yakin Pak Dahlan punya ide untuk kaliandra saya ini,'' kata Guntoro.
Tanpa menunggu waktu, saya coba kirim pesan pendek mengabarkan rencana Guntoro. Dalam waktu kurang dari 1 menit, Pak Dahlan menjawab pesan saya. ''Senin pukul 11.00 saya ada waktu bertemu Mas Guntoro,'' jawab Pak Dahlan.
Guntoro terlihat sumringah mendapat jawaban dari Pak Dahlan yang das des set set wet itu. ''Saya akan siapkan bahannya. Sampai jumpa hari Senin,'' kata Guntoro.
Sebelum pulang, Guntoro sempat menanyakan apakah ada kenalan yang punya pabrik pengolahan chip dan pembuat wood pellet. Saya lantas teringat Mas Esti Rahardjo aktivis pemberdayaan masyarakat desa yang asli Wonosobo dan sekarang bermukim di Tulung Agung.
Melalui sambungan telepon, Mas Esti menyampaikan kabar baik. Ada salah satu kenalannya yang punya pabrik wood pellet yang sudah tidak beroperasi karena tidak punya bahan baku. Lokasinya di Banyumas, tiga jam perjalanan dari Ciamis, lokasi lahan kaliandra milik Guntoro.
''Minggu depan setelah bertemu Pak Dahlan kita lihat sama-sama lokasi pabriknya ya Jok. Mungkin ini kita ketemu jalan yang menarik. Kita dapat pabrik wood pellet sehingga bisa segera memenuhi pasar ekspor di Korea Selatan, Jerman, Belanda dan negara kawasan Skandinavia serta memenuhi kebutuhan pembangkit listrik tenaga kayu bakar dalam negeri yang digagas Pak Dahlan,'' kata Guntoro.
Sungguh saya sangat terkesan dengan Guntoro. Lima tahun lalu, dia seorang wartawan seperti saya. Sekarang dia menjadi pengusaha dengan lahan yang luasnya tidak pernah saya bayangkan sebelumnya.

Senin, 16 Februari 2015

Dahlan Iskan : NH-06 : Tidak Menyesal Tidak Jadi ke Jerman

INI masih tentang pengalaman saya itu: menjalani program stem cell di RSUD dr Soetomo, Surabaya, seperti yang saya tulis pekan lalu. Kesimpulannya: saya tidak menyesal membatalkan program stem cell saya di Jerman. Saya juga senang melihat kian banyak tokoh yang mengikuti jejak saya itu. Seorang tokoh penting dari Jakarta yang selama ini harus tiap hari suntik insulin sudah terbebas dari diabetes. Tokoh lainnya, Pak Mahfud MD, juga merasakan manfaatnya.
Tapi, saya masih penasaran. Terutama ketika mendapat undangan untuk menghadiri pidato Dr Mahathir Mohamad, mantan perdana menteri Malaysia. Waktu itu saya masih menjabat menteri. Tapi sudah mulai menjalani program stem cell di Surabaya. Pak Mahathir lagi berkunjung ke Jakarta. Saya kaget. Pak Mahathir, di usianya yang 89 tahun, kok justru bertambah begitu gagah. Jauh berbeda dengan enam tahun lalu, saat saya, waktu itu masih menjabat CEO Jawa Pos, menghadap beliau di Kuala Lumpur. Waktu itu saya juga kaget: Orang kuat Malaysia itu kok begitu lemah, sakit-sakitan, dan berjalan pun dipapah.
Dua gambaran tentang kondisi tubuh Pak Mahathir itu sungguh menarik perhatian saya. Bertambah tua enam tahun kok terlihat lebih muda. Juga lebih gagah. Satu jam penuh beliau berpidato sambil terus tegak berdiri. Masih ditambah dengan menjawab banyak pertanyaan dengan gaya yang sangat tangkas.
Ketangkasan Pak Mahathir itu mengganggu konsentrasi saya dalam menyimak isi pidatonya. Pikiran saya terus dipenuhi pertanyaan: Beliau makan apa? Obat apa? Ramuan apa? Stem cell? Di mana? Jerman? Amerika?
Waktu saya pergi ke Kuala Lumpur untuk menghadiri penganugerahan gelar doktor HC bagi Pak Chairul Tanjung, saya mencoba curi dengar. Belum tentu akurat. Saya juga tidak punya kesempatan mengonfirmasikannya. Di samping mendapatkan stem cell biasa, beliau konon juga menjalani program stem cell jenis lain: NK cell.
Info tentang NK cell itu saya teruskan kepada Dr dr Purwati MPd yang sedang melakukan stem cell untuk saya. ”Apa itu NK cell?” tanya saya sambil menikmati proses masuknya 200 juta sel muda ke tubuh saya. ”Saya juga mendalami NK cell,” ujarnya. ”Kalau mau, saya juga bisa melakukannya,” tambahnya. ”Mau!” jawab saya.
Saya ingin tahu apakah dokter ahli kita benar-benar tidak kalah dengan yang ada di negara maju. Itu penting untuk menghadapi persaingan global dan pasar bebas. ”Mau!” kata saya, menegaskan.
Saya bangga kepada semua dokter kita sendiri, terutama yang masih muda seperti Dr Purwati yang hebat itu. Saya juga sudah bertekad mengabdikan diri saya demi kemajuan ilmu pengetahuan. Yakni sejak saya diberi anugerah panjang umur terhindar dari kematian delapan tahun lalu. Saya terus bersyukur karena operasi ganti hati saya berhasil sampai sekarang.
”Betul, mau,” tegas saya lagi.
Maka, setelah menjalani satu seri program stem cell untuk mempermuda sel, saya mulai menjalani NK cell. Yang pertama tiga bulan lalu. Yang kedua baru beberapa hari kemarin. Tidak ada efek buruk yang terasa. Hasil tes darah saya tetap prima (lihat di catatan di bagian bawah tulisan ini).
Tapi, apa itu NK cell?
Inilah penjelasan Dr Purwati: NK cell kepanjangan dari natural killer cell. Disebut juga sebagai LGL atau large granular lymphocyte. NK cell berfungsi memberikan respons pertahanan terhadap infeksi dan pembentukan tumor atau kanker.
Dengan NK cell, begitu ada infeksi yang masuk ke tubuh, terutama infeksi yang disebabkan virus, NK cell akan menghancurkan virus tersebut. Demikian juga terhadap kanker. NK cell memang punya reseptor spesifik untuk membunuh sel-sel kanker. Di samping itu, NK cell punya sifat yang unik. Di satu sisi meningkatkan sistem imun (bila sistem imun sedang rendah), di sisi lain bisa men-downgrade sistem imun jika sistem imun di tubuh berlebihan.
Proses NK cell untuk saya kini sedang berlangsung. Menunggu proses ketiga. Hasilnya kelak, biarlah waktu yang bicara. (*)
Dahlan Iskan
Mantan CEO Jawa Pos
Image: http://www.biolegend.com/cell_markers

Jumat, 13 Februari 2015

Luengnaruemitchai prosperity


The economic slowdown in Thailand longer than many had expected, this may be a warning sign that we are entering an era of economic or poor. Many people may not know yet But now, with people calling Canada a "sick man of Asia" (a New Sick MAN of Asia)replaced the Philippines already.
Not look too good. We were having some problems.
I look back at all. I do not want to go back very far. Donations to Thailand during the heyday before the crisis year 2540, the country had enough now booming real GDP growth of our Customer Demand continues to grow 8-13% per year over ten years and has been dubbed the Miracle of Asia. (the miracle of Asia) , we told ourselves that we were going to be the fifth tiger. A newly industrialized countries Playing with the big economic, Singapore, Taiwan, Korea, Hong Kong's per capita income, we do it now is more than three times that of China.
Booming era of massive investment. Both from public investment to build a pipe and gas drilling industry in the East. Many foreign investment to build production bases in Thailand.Labor is relatively cheap and relatively good infrastructure investment makes Thailand took quite a lot.
Before the bubble to come visit. And invested a lot into the property sector. Golf happen like mushrooms. The construction is seen everywhere.
Current account deficit, making Thailand a lot more during the worst of our current account deficit of more than 8% of GDP, a lot of foreign currency loans. The big risk in the financial sector.
Then the bubble burst, the pontoon. We have to float the baht And the money lost more than half. Bank and Business locomotives fall Of assets lost in the blink of an eye. Debt and massive increase in knowledge.
We entered into a severe recession in the near term. Before the baht, greatly weakening the competitiveness of the country, the better the unusual. Change country by focusing on investment and consumption. A country that is driven by exports.
Over the next ten years later Export became the cornerstone of the economy, Thailand.The importance of exports, an increase of about 30% of GDP is 65-70% in a few years' worth of exports to grow at 10-15% a year is normal. Thailand exports of agricultural and industrial commodities shift from labor-intensive industries such as textiles became. The Electronics Electronics, computers and cars
While investment in the country. Both public and private investment. Is relatively low compared to before the crisis. (Probably because it is not finished licking wounds).
Source: Office of National Economic and Social Committee, the author.
Source: Office of National Economic and Social Committee, the author.
Before we see the global crisis in 2008, the export halt altogether. With the global economy It is relatively fast recovery But since then, We could not face any more normal year. We have a political crisis in 2009-2010 we had a major flood in 2011. The year 2012 was a year of recovery was great. Before being driven by populist policies have both a home and the security of rice. The compression of over 500,000 million baht into the economy. The state and the people borrow money in the future so much.
Thailand's economy is likely to peak in late 2012-early 2013, the car manufacturer to deliver in the first car. Thailand to grow the economy and have never felt before. Then the economy will hit a wall out any resistance. Like a car out of fuel Economic slow startHousehold debt at higher speeds. Become the largest economy over the inevitable.
And political crisis began his visit in late 2013, before the takeover in mid-2014.
The government is trying to start the engine of the new economy. However, it seems that it will not stick. Due to the low prices of agricultural products, farm income is an important part of the economy. The country's economy lost a little sluggish domestic consumption is continuous. Condo country to reach it. Last year, before starting to sell out.
Economic uncertainty, it is not private investment. While the state still has not fully a push anything.
Exports is unlikely to be improved. Thailand does not export growth continued for over three years. Especially since the Great Flood, the. There are few things which is a factor of the global economy. The uneven recovery Demand is recovering well. And demand for foreign goods is reduced. Both from the economic structure of the country and need to rely on its products, services and more.
Second is the rate of economic stagnation. The income from the export of agricultural products fell.
It is important that the Competitiveness of Thailand appears to be worse with higher wages. And competition from neighboring countries with much lower wages.
We say it is not a low-wage country anymore. We hope to compete with traditional products have not already.
But that is worrisome We were not able to compete in the market with high added value with the technology better. Partly because we are "Country fabrication" truly is, we have to rely on foreign countries to "choose" our manufacturing base. Where we do not have the technology and quality of skilled workers seriously.
Hard disk is an interesting example.
Thailand is the world's major manufacturing base disk. We produce hard drive than a quarter of world production should recall that the flood in Thailand stopped production DIY Apple computer sales did not go because no one ever Hard Disk.
But technological change The change from the tablet computer began to drive away from a solid state drive technology. Exports began to fall hard. But we can not just pull out this new technology has been produced in Thailand.
Fortunately, we now have a new car as a hero. If not, it still worse.
After the crisis of 2008, the average economic growth of just 3% Thailand little (and as little as 3% of the total losses of rice for about 4-5% of GDP to me), compared with 8% before. The crisis of 1997 and about 5% before the crisis of 2008.
Source: Office of National Economic and Social Committee, the author.
Source: Office of National Economic and Social Committee, the author.
While other countries getting better.The Philippines is expected to grow by 6% over the Indonesian economy remains weak "only" 5.3%, and Vietnam, it's good night. Toronto still has a nearly 6% of that we've almost race.(Or race) with Singapore, Korea, Taiwan, now we are left to compete with the Philippines, Indonesia and Vietnam, and Bloomberg questioning whether we can for the sick of Asia represent the Philippines or if we do not adapt to the capabilities. Played Soon we will be passing away soon.
And I want to emphasize again that. Population issues Is a major problem in Thailand.Thailand is moving towards to the rich. Thailand and the number of people of working age will start to decline this year. Due to the number of children who enter with fewer people of working age who are to retire. We are a few countries in Asia that are facing this problem.(Other countries are Japan, Korea, China and Singapore are mostly rich finished).
Thailand's economy -2
The aging population In addition to the economic burden of raising the elderly. That must be collected from the workers are less so. So we're going to create a shortage of labor resources to economic growth. While other countries ASEAN's no problem I would not be surprised The new foreign investment. May not come to Thailand as before.
The problem is therefore urgent that we think conduce to it. We have two choices: The easy is it to behave the same. Burmese imports Cambodian workers Into passive Wages are rising steadily. Then wait for the country's growth and move back out.
Or we will choose the hard way is to develop education. Promote technological development Infrastructure investment to optimize the efficiency of the economy. Promote the use of machinery Both the industrial and agricultural sectors to reduce labor.
The state would not act alone. But also in the private sector should be aware of the great problems we are facing. And cooperate seriously
I hope it That we will be able to escape from the trap of the medium. Neck and label the new sick man of Asia to you.

Minggu, 08 Februari 2015

Dahlan Iskan : NH-05 : Dua Ratus Juta Cell Muda untuk Saya Coba


”Saya harus percaya pada kemampuan anak muda ini,” pikir saya dalam hati.
Hari itu, hampir dua tahun lalu, saya membaca edisi khusus Jawa Pos yang amat tebal. Yang menampilkan prestasi puluhan anak muda Indonesia yang menakjubkan. Salah satunya wanita muda ini: Dr dr Purwati SpPD FINASIM.
Saat itu sebenarnya saya sudah mendaftarkan diri ikut ke Jerman dan Swiss. Untuk menjalani apa yang lagi mode di kalangan tertentu belakangan ini: stem cell. Lalu saya batalkan. Saya pun melakukan diskusi lanjutan: apakah benar sudah ada dokter kita yang ahli stem cell. Ternyata benar. Maka saya harus percaya pada kemampuan dokter muda dari RSUD dr Soetomo Surabaya itu.
Saya memang gelisah melihat betapa banyak orang kita yang ke Jerman atau Tiongkok untuk stem cell. Padahal yang di Jerman itu tidak murah: Rp 2,5 miliar. Belum termasuk tiket pesawat dan hotelnya. Itulah harga yang harus dibayar orang-orang yang takut tua. Atau takut terlihat tua.
Agen-agen stem cell kini banyak beroperasi di Jakarta. Ada yang mencari pasien stem cell beneran, ada yang stem cell-stem cell-an. Banyak orang bingung yang mana yang benar. Padahal begitu besar risiko. Tapi siapa peduli? Menjadi tua rupanya begitu menakutkan. Banyak yang asal tabrak.
Waktu memutuskan untuk ikut mendaftar ke Jerman, bukan karena saya takut tua. Tapi ingin menjalani uji coba. Bisa jugakah stem cell membuat saya tidak lagi tergantung obat seumur hidup? Sebenarnya saya pun tidak keberatan minum obat seumur hidup. Toh kapsulnya sangat kecil. Sekecil butiran beras. Dosisnya pun hanya 0,5 mg, dosis terkecil. Efek sampingnya pasti juga kecil. Inilah obat yang harus saya minum untuk mengurangi jumlah T cell (sel T) saya.
Saya memang tidak boleh memiliki T cell dalam jumlah yang normal. Tugas T cell adalah mengusir semua benda asing yang masuk ke tubuh kita. Hati saya yang baru itu, yang menggantikan hati lama saya yang rusak karena kanker delapan tahun lalu, termasuk dianggap benda asing yang harus ditolak. Karena itu, kalau saya berhenti minum obat, jumlah T cell saya normal dan punya kemampuan menyerang hati baru saya. Lantaran minum obat itu, menurut hasil tes terakhir darah saya, jumlah T cell saya 460. T cell orang normal 600-an.
Dari diskusi dengan Dr dr Purwati saya mengambil kesimpulan bahwa dia menguasai ilmu itu. Go! Lakukan stem cell itu. Pada saya. Tidak usah ke Jerman. Syukur-syukur ada juga efek bisa membuat saya terlihat lebih muda.
Tentu ada ngeri-ngeri-sedapnya. Bahwa, misalnya, tidak berhasil pun tidak masalah. Yang penting jangan berbahaya. ”Yang aman ya, Dok. Hati-hati,” pesan saya sebelum proses pengambilan darah dari sumsum tulang pinggul dilakukan.
Darah itulah yang diproses untuk diambil cell-cell mudanya. Lalu dibiakkan di dalam laboratoriumnya. Setelah mencapai 200.000.000 cell lantas dimasukkan ke dalam tubuh saya. Melalui saluran darah di lengan. Angka 200 juta itu disesuaikan dengan berat badan saya yang 73 kg. ”Ramuan” untuk mengantarkan cell muda itulah yang ditemukan Dr Purwati. Sehingga ratusan juta cell muda itu bisa menyatu dengan darah yang sedang beredar dengan aman. ”Saya lagi mengajukan paten untuk temuan saya itu,” ujar Dr Purwati.
Jutaan cell muda itulah yang bertugas menggantikan cell saya yang sudah menua. Juga mengganti cell yang rusak. Termasuk mengganti cell yang sudah dihinggapi penyakit seperti kanker.
Bulan lalu saya sudah menjalani stem cell yang ketiga kalinya. Memang kurang sempurna kalau hanya satu kali stem cell. Baiknya tiga kali, berselang tiga bulan. Yang di Jerman pun demikian. Satu seri, istilahnya. Rp 2,5 miliar. Yang di Surabaya tentu jauh lebih murah.
Saya pun sekarang merasa sangat fit. Entahlah, terlihat lebih muda atau tidak. (*)

By DAHLAN ISKAN
Mantan CEO Jawa Pos

http://www.jawapos.com/baca/opinidetail/12646/Dua-Ratus-Juta-Cell-Muda-untuk-Saya-Coba

Senin, 02 Februari 2015

Dahlan Iskan: NH-04 : Donald Trump pun Menjabat Tangannya dengan Terpingkal-pingkal

INILAH dialog dua sahabat beda agama tentang perkenalan pertama mereka yang kurang menyenangkan. Ini terjadi di New York, antara tokoh Islam terpenting dan tokoh Yahudi tertinggi di kota itu. Tidak disangka, dua tokoh itu kemudian menjadi partner penting dalam sama-sama menciptakan kerukunan antarumat beragama.
Mereka terus tampil bersama di berbagai negara sebagai simbol perdamaian antara umat Islam dan Yahudi. Setiap mengingat lagi perkenalan pertama yang tidak mengenakkan itu, keduanya merasa geli. Saat itu New York memang lagi gawat. Tragedi 9/11 baru saja terjadi. Umat Islam New York terpojok oleh kasus terorisme itu.
Untuk meredakan ketegangan, wali kota New York mengumpulkan tokoh dari semua agama. Saat itulah tokoh Islam tersebut berusaha menyalami semua tokoh di situ. Tapi, tiba giliran menyalami tokoh Yahudi, yang dia terima sikap tidak bersahabat. Mau bersalaman, tapi tidak mau menatap wajah. Suatu saat, ketika keduanya sudah menjadi sahabat karib, soal itu mereka bicarakan. Inilah dialog itu.
”Kenapa waktu saya ajak bersalaman dulu Anda melengos?” tanya sang tokoh Islam sambil tersenyum.
”Maafkan. Waktu itu saya tidak menyangka Anda itu pemimpin yang mewakili Islam,” jawab sang tokoh Yahudi. ”Anda kan bukan Arab. Tidak berjenggot,” katanya. ”Saya pikir Islam itu mesti Arab,” tambahnya.
Memang tokoh Islam tersebut jauh dari gambaran Arab. Tubuhnya kecil (berat badannya 50 kg dengan tinggi 165 cm). Juga tidak bergamis dan tidak berjenggot. Selain itu, bibirnya terus menyunggingkan senyum. Dia memang bukan Arab sama sekali.
Dahlan Iskan : IE8 NH04   Donald Trump pun Menjabat Tangannya dengan Terpingkal pingkal : KabarDahlanIskan
Jangan kaget: Dia orang Indonesia asli. Namanya Shamsi Ali. Asalnya Sulawesi Selatan. Tepatnya dari pelosok Desa Tana Toa, lima jam perjalanan mobil dari Makassar. Dua kali saya bertemu Ustad Shamsi Ali. Pertama di Washington, saat saya ikut mendampingi Bapak Presiden SBY yang menginginkan bertemu sang ustad. Kedua, di Jakarta minggu lalu. Saya berdiskusi panjang saat beliau berkunjung ke tanah air bersama Rabi Marc Schneier, sang tokoh Yahudi. Dua kali pula saya membaca bukunya yang sangat menarik, yang dialognya saya kutip di atas. Buku berjudul Anak-Anak Ibrahim (Sons of Abraham) itu ditulis bersama oleh Ustad Shamsi dan Rabi Schneier. Yang memberikan kata pengantar Bill Clinton.
Dahlan Iskan : 51t%252B%252B6oAR4L. SY344 BO1%2C204%2C203%2C200  NH04   Donald Trump pun Menjabat Tangannya dengan Terpingkal pingkal : KabarDahlanIskan
Bagaimana putra Tana Toa itu bisa jadi imam besar di New York juga diceritakan di Anak-Anak Ibrahim dengan menarik. Dia lahir di desa yang amat terbelakang. Saat dia lahir, penduduk desa itu, termasuk bapak-ibunya, memang beragama Islam, tapi lebih percaya takhayul. Sekarang pun masih ada penduduk Tana Toa yang naik hajinya bukan ke Makkah, melainkan ke sebuah bukit di desa itu. Bahkan, mereka percaya bahwa Nabi Muhammad lahir di Tana Toa. Belum lama ini, kata Ustad Shamsi, tokoh desa itu ditawari naik haji secara gratis. Dia menolak. Naik haji itu, katanya, cukup ke Tana Toa. Ini mirip dengan yang terjadi di Kabupaten Gowa, juga di Sulsel. Tiap tahun ratusan orang naik haji ke Gunung Bawakaraeng.
Dahlan Iskan : 1349321820914844737 NH04   Donald Trump pun Menjabat Tangannya dengan Terpingkal pingkal : KabarDahlanIskan
Dahlan Iskan :  NH04   Donald Trump pun Menjabat Tangannya dengan Terpingkal pingkal : KabarDahlanIskan
Shamsi terbebas dari budaya itu karena begitu tamat SD langsung bersekolah di SMP/SMA Islam di Makassar. Lalu dapat beasiswa untuk kuliah di Islamabad, Pakistan. Sambil meneruskan S-2, Shamsi mengajar di Islamabad. Ketika sebuah sekolah di Jeddah, Arab Saudi, mencari guru yang bisa berbahasa Arab dan Inggris, Shamsi melamar. Gajinya besar dan dolar.
Tentu dia senang bisa bekerja di Arab Saudi. Bisa sekalian naik haji. Tapi, dia juga merasa tertekan. Pemikiran keagamaan di Arab Saudi sangat eksklusif dan tekstual. Banyak contoh dia kemukakan di buku itu. Dia berontak. ”Islam itu terbuka dan inklusif. Tapi, ini kaku dan eksklusif,” tulisnya. Praktik seperti itu, katanya, cenderung membuat orang agresif. ”Saya tidak menyebutnya radikal atau ekstrem,” katanya, menghaluskan istilah.
Lalu, terjadilah serangan teroris di New York yang dikenal sebagai 9/11 itu. Umat Islam terpojok. ”Saya sedih, bingung, malu,” ujar Ustad Shamsi. Istrinya yang berjilbab tidak mau keluar rumah. Masjidnya di Queen dia tutup tiga hari. Tapi, tetangga Shamsi yang Katolik justru membesarkan hatinya. Sang tetangga mendatangi rumahnya. Merangkulnya. Memberikan dukungan moral. ”Saya tidak percaya Islam mengajarkan itu,” katanya kepada Shamsi.
Teror tersebut memang amat jauh dari penampilan Shamsi yang dia kenal sehari-hari: amah, selalu tersenyum, dan suka menolong tetangga.
Shamsi akhirnya terpanggil untuk berani tampil menjelaskan apa itu Islam. Dia pun mengutuk teror tersebut. Berbagai forum dia manfaatkan untuk menjelaskan Islam. Gereja, sinagoge, dan pemerintah mengundangnya. Termasuk forum yang dihadiri Presiden Bush. ”Anda bayangkan betapa kikuknya saya. Dalam suasana duka seperti itu, saya harus bersalaman dengan Presiden Bush,” katanya. Akhirnya, dia beranikan bicara kepada presiden yang lagi geram itu. ”Mohon Bapak Presiden menjelaskan bahwa Islam tidak seperti itu,” katanya kepada Presiden Bush. Hari itu, di Ground Zero. Presiden tidak mengatakan itu. Tapi, keesokan harinya, di Washington, Presiden Bush mengatakan apa yang diinginkan Shamsi.
Dahlan Iskan : Rabbi Marc Schneier and I 007 NH04   Donald Trump pun Menjabat Tangannya dengan Terpingkal pingkal : KabarDahlanIskan
Shamsi lantas juga mengundang berbagai kalangan ke masjidnya. Termasuk Wali Kota New York Bloomberg. Saat tiba waktunya salat berjamaah, Shamsi mempersilakan wali kota duduk di kursi yang sudah disediakan di pinggir masjid. ”Ternyata wali kota Bloomberg mau ikut salat di belakang imam,” tutur Shamsi. ”Beliau mengikuti seluruh gerakan salat kami,” tambahnya.
Tentu pandangan negatif terhadap Islam masih terus terjadi. Ketika pengusaha besar New York Donald Trump ingin maju sebagai calon presiden menghadapi Obama, wartawan minta pandangannya tentang Islam. ”Islam itu berbahaya,” ujar Trump yang disiarkan media.
Dahlan Iskan : inside the donald trumprussell simmons meeting NH04   Donald Trump pun Menjabat Tangannya dengan Terpingkal pingkal : KabarDahlanIskan
Ustad Shamsi ingin meluruskan itu. Dia minta waktu untuk bertemu dengan Donald Trump. Pertemuan dijanjikan di lantai paling atas Trump Tower di dekat Central Park New York. Begitu tiba di ruangan Trump, Shamsi kaget terheran-heran. Sambil menjabat tangan Shamsi, Trump tertawa terbahak-bahak. Tidak berhenti-berhenti pula. ”Baru sekali ini saya bertemu orang Islam yang wajahnya sejuk dan tersenyum terus,” kata Trump.
Saya ikut tertawa lebar saat mendengarkan Ustad Shamsi mengulangi kisah itu. (*)
Dahlan Iskan : dahlan shamsi NH04   Donald Trump pun Menjabat Tangannya dengan Terpingkal pingkal : KabarDahlanIskan
DAHLAN ISKAN
Mantan CEO Jawa Pos
Sumber : http://kabardahlaniskan.com/2015/02/02/nh04-donald-trump-pun-menjabat-tangannya-dengan-terpingkal-pingkal/

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost