Selasa, 24 Januari 2012
Manufacturing Hope 10
Bising! Itulah satu kata yang bisa menggambarkan dengan tepat setiap
akan terjadi penggantian direksi di sebuah perusahaan BUMN. Di antara
yang bising-bising itu, yang paling berisik ada dua: proses pergantian
direksi di 15 perusahaan perkebunan dan satu perusahaan telekomunikasi.
Memang, masa jabatan direksi di 15 perusahaan perkebunan BUMN segera
berakhir. Demikian juga di Telkom. Persiapan penggantian direksi pun
harus dilakukan. Maka, terjadilah apa yang terjadi sekarang ini,
hari-hari ini, Perang Baratayudha! Calon yang diperkirakan akan menjadi
direktur utama dihancur-hancurkan. Lewat SMS maupun kasak-kasuk. Mereka
itu harus digulingkan. Kalau perlu sekalian menterinya!
Beredar pula susunan direksi baru di beberapa BUMN yang katanya sudah
direstui menteri atau deputi atau DPP berbagai partai. Kalau membaca
susunan direksi itu, seolah-olah sudah seperti yang sebenar-benarnya.
Beredar pula daftar riwayat hidup banyak orang yang dipuji-puji dengan
hebatnya. Merekalah yang dijamin pasti berhasil menjadi direktur atau
direktur utama.
Kebisingan itu bertambah-tambah karena setiap orang juga melobi
kanan-kiri, atas-bawah, muka-belakang. Termasuk melobi teman-teman dekat
saya. Juga melobi adik saya yang hidup sederhana di rumah Perumnas di
Madiun. SMS saya pun penuh dengan lalu lintas maki-maki dan puji-puji.
Melihat dan merasakan semua kebisingan itu, saya teringat kejadian
beberapa tahun lalu. Yakni ketika terjadi pembunuhan yang latar
belakangnya hanya ingin jadi direktur utama anak perusahaan BUMN.
Bayangkan. Baru rebutan jadi direktur anak perusahaan saja sudah sampai
terjadi pembunuhan. Sampai melibatkan pejabat negara yang begitu
tingginya. Apalagi yang ini rebutan bapak perusahaan.
Menyaksikan riuhnya suasana, saya mengambil kesimpulan: saya harus
menjauhkan diri dari bisikan pihak mana pun. Saya tidak boleh
mendengarkan omongan, SMS, surat, telepon, serta segala macam bentuk
rayuan dan makian. Saya ingin berkonsentrasi pada menemukan orang yang
memenuhi kriteria yang sudah saya umumkan secara luas: integritas dan
antusias. Saya tidak lagi memasukkan unsur kompetensi dan kepandaian.
Semua calon untuk level seperti itu pasti sudah kompeten dan pandai.
Sebelum menemukan mereka itu, saya harus menemukan dulu orang yang
layak saya dengarkan pandangannya. Yakni orang yang tahu soal
perkebunan, yang tahu orang-orang di lingkungan perkebunan, dan orang
itu harus memiliki integritas yang bisa diandalkan.
Dari orang seperti itulah, saya akan banyak mendengar. Cara seperti
ini juga saya lakukan di PLN dulu. Ketika saya ditunjuk untuk menjadi
direktur utama PLN dan saya diberi wewenang untuk memilih siapa saja
yang akan duduk di tim saya sebagai direktur PLN, saya mencari dulu satu
orang yang integritasnya dikenal baik di lingkungan atas PLN. Kepada
orang itulah, saya banyak berkonsultasi dan dari orang itulah saya
banyak mendengarkan. Mengapa saya memilih jalan itu” Itu saya lakukan
karena saya belajar dari pengalaman panjang: Orang yang integritasnya
baik biasanya juga akan memilih orang yang integritasnya baik.
Mengapa? Saya merasakan di BUMN itu terjadi kecenderungan seperti
ini: Orang yang integritasnya baik biasanya merasa jadi minoritas di
lingkungannya. Orang yang integritasnya baik biasanya merasa
termarginalkan di lingkungannya. Karena itu, kalau dia diberi kesempatan
untuk bisa mengusulkan seseorang menduduki jabatan strategis, secara
manusiawi dia akan mencari teman yang sama baik integritasnya. Dia akan
terdorong untuk berusaha memperbanyak orang-orang yang berintegritas
tinggi di lingkungannya. Dia bercita-cita untuk tidak menjadi minoritas
lagi.
Kalau di dalam satu board of director mayoritas direksinya sudah
memiliki integritas yang tinggi, hasilnya akan luar biasa banyak:
direksi itu akan kompak dalam bekerja, tidak akan ada saling curiga,
program-program bisa dipilih yang paling bermanfaat untuk perusahaan
(bukan yang bermanfaat untuk kepentingan dirinya atau kelompoknya),
keputusan bisa diambil dengan cepat, lebih berani menolak intervensi,
dan yang paling penting mereka akan menyusun tim untuk tingkat di
bawahnya dengan cara memilih orang-orang yang integritasnya juga baik.
Kalau semua lapisan paling atas dan lapisan di bawahnya sudah sama-sama
memiliki integritas yang tinggi, perusahaan akan maju, lestari, dan
kultur perusahaan pun akan terbentuk dengan kukuhnya.
Untungnya, dalam proses penyusunan direksi baru perkebunan ini, saya
bisa segera menemukan orang yang paling pantas saya dengar pandangannya.
Dengan demikian, saya tidak terlalu lama terombang-ambing di tengah
kebisingan itu. Terima kasih, Tuhan!
Orang yang saya maksud itu tergolong orang dalam perkebunan.
Kebetulan, namanya mirip dengan nama saya: Dahlan Harahap. Beliau saat
ini masih menjabat direktur utama PTPN IV di Medan. Perkebunan kelapa
sawitnya maju pesat. Perusahaannya berkembang kukuh. Uang cash-nya saja
lebih dari Rp 1 triliun. Beliau juga dikenal sebagai orang yang
integritasnya sangat baik. Tahan godaan: uang maupun politik.
Posisi beliau juga sangat netral karena satu alasan ini: bertekad
tidak akan mau lagi menjabat direktur BUMN. Dia sudah bersumpah di depan
Tuhan untuk berhenti sebagai direktur BUMN. Sudah cukup, katanya.
Dengan sikapnya yang seperti itu, pandangannya tentu lebih jernih. Tidak
ada agenda yang terselubung. Tidak ada keinginan yang tersembunyi,
kecuali untuk kemajuan dan integritas BUMN.
Saya pun menemui beliau dengan dua tujuan. Pertama, saya ingin merayu
agar mau duduk lagi sebagai direktur BUMN. Bahkan bisa naik menjadi
direktur utama holding perusahaan perkebunan seluruh Indonesia. Tetapi,
usaha saya ini gagal. Beliau tetap teguh pada tekadnya untuk berhenti
sebagai direktur di BUMN. Apakah akan bekerja di perkebunan swasta”
Tidak. Beliau ingin mengurus kewajibannya kepada Tuhan!
Setelah gagal merayu beliau, barulah saya menjalankan misi yang
kedua. Saya minta pandangan yang objektif tentang orang-orang di seluruh
perusahaan perkebunan milik BUMN. Saya semakin respek karena sepanjang
pembicaraan itu, beliau sama sekali tidak mau menyebut kekurangan
apalagi cacat satu orang pun. Beliau sama sekali tidak mau mengemukakan
sisi negatif dari siapa pun di lingkungan perkebunan. Tentu, saya juga
tidak mau menanyakan sisi-sisi negatif itu. Saya hanya ingin fokus
mencari siapa yang terbaik-terbaik di antara yang ada.
Dari pandangan-pandangannya, saya bangga bahwa di BUMN masih ada
orang seperti Dahlan Harahap. Juga seperti Murtaqi Syamsuddin di PLN.
Tentu, saya juga memuji orang seperti Karen Agustiawan, direktur utama
Pertamina. Seharusnya, dia berangkat untuk menghadiri pertemuan besar
Davos di Eropa. Tetapi, karena akan ada acara BUMN yang penting, Karen
membatalkan keberangkatannya. Saya bangga atas sikapnya ini: mengurus
perusahaan lebih penting daripada menghadiri pertemuan sebesar Davos
sekalipun!
Beberapa direktur utama bank BUMN saya lihat juga memiliki integritas
yang tinggi. Demikian juga orang seperti Ignasius Jonan, Dirut PT KAI.
Saya sungguh berharap akan melihat lebih banyak lagi orang-orang seperti
beliau-beliau itu. Integritas dan antusias.
Saya pun berdoa siang-malam untuk segera menemukan orang yang layak
saya dengar pandangannya untuk Telkom yang kini lagi bising-bisingnya.
Ini penting karena misi memperbanyak orang dengan integritas tinggi di
BUMN adalah keniscayaan. Sangat berbahaya kalau BUMN jatuh ke tangan
orang yang integritasnya diragukan. BUMN harus menjadi senjata kedua
bagi presiden untuk melaksanakan program pembangunan ekonomi seperti
yang dijanjikan kepada rakyat dalam masa kampanye dulu. Senjata
pertamanya adalah APBN.
Di saat swasta masih belum tertarik ke pembangunan infrastruktur
besar-besaran, BUMN harus mengambil peran itu. Di saat para pengusaha
swasta bersikap wait and see akibat gejolak ekonomi di USA dan Eropa,
BUMN harus firm untuk menjalankan seluruh ekspansinya dan melakukan
investasi besar-besaran. Bahkan, di saat seperti ini, keberanian
melakukan investasi harus menjadi salah satu KPI (Key Performance
Indicators) direksi BUMN.
Sungguh wajar dalam setiap terjadi gejolak ekonomi, pihak swasta
bersikap hati-hati. Lalu bersikap tunggu dulu. Maka, dalam situasi
seperti ini, sikap firm BUMN diperlukan untuk memberikan rasa percaya
diri yang tinggi. Kalau di satu pihak swasta lagi ragu-ragu dan bersikap
wait and see sedangkan di pihak lain BUMN tidak firm, perekonomian akan
terganggu. Tetapi, kalau swasta melihat BUMN terus bekerja dan
berinvestasi, keragu-raguan itu akan berkurang.
Tentu, sangat sulit mengharapkan sebuah BUMN bisa firm dan bertindak
cepat kalau di antara direksinya tidak kompak. Karena itu, saya dan
dewan komisaris di semua BUMN akan terus memonitor kekompakan ini. Semua
direksi yang hebat-hebat pun tidak akan banyak gunanya kalau tidak
padu. Dia hanya akan seperti soto enak yang dicampur dengan rawon enak.
Apa boleh buat. Sementara pergantian direksi di 15 perusahaan
perkebunan itu masih dalam proses, kebisingan yang sangat tinggi masih
akan terus terjadi. Dan saya harus tabah mendengarkannya. Untungnya,
sesekali ada hiburan dari orang seperti Nazaruddin. (*)
Dahlan Iskan
Menteri BUMN
Selasa, 31 Januari 2012
Dahlan Iskan - Mentri BUMN - MH10 - Pergantian Direksi yang Sangat Bising
16.39
sopyan