Hari ini Dahlan Iskan resmi jadi tersangka. Bukan KPK tapi kejaksaan yang menjeratnya. Tuduhanya pun cukup serius, korupsi uang negara. Dahlan disangkakan terlibat atau ikut bertanggungjawab soal pengadaan gardu listrik PLN selama ia menjadi dirutnya.
Sebagai manusia biasa tentu Dahlan bisa salah atau khilaf.
Kesalahan dan kekhilafan yang entah KPK sendiri belum bisa menemukannya, setidaknya sampai saat ini nama Dahlan masih bersih di mata KPK. Jika tiba tiba kejaksaan selevel DKI Jakarta dengan mudah menjadikannya tersangka apakah kejaksaan sudah sehebat KPK atau ada skenario lain dibalik naiknya Dahlan jadi tersangka.
Sebagai warga negara tentu kita hormat kepada lembaga hukum semacam kejaksaan dan kepolisian. Rasa hormat yang terkadang sering berubah jadi cibiran dan makian bila melihat kiprah keduanya. Bukankah KPK tidak akan pernah ada bila kedua lembaga ini bersih dan kredible. Tentu tidak semua pegawai kejaksaan dan polisi busuk dan korup, sebagaiman juga tidak ada pegawai KPK yang seperti malaikat.
Tapi dari rekam jejak selama ini masyarakat pasti paham, mana lembaga yang kredible dan mana yang sering membuat gaduh karena perilaku korup oknumnya. Hampir tidak ada yang lolos dari dakwaan KPK, sebaliknya banyak yang mati sia sia akibat salah tangkap atau kasus rekayasa polisi dan jaksa.
Menjadikan pejabat atau mantan pejabat sebagai tersangka tentu hal yang biasa sekalipun ia kaya raya. Godaan korupsi dan nafsu tidak akan pernah pandang bulu dari yang kere sampai perlente. Tapi menjadikan seseorang yang pernah melaporkan dirinya sendiri ke KPK bahwa ia dituduh korupsi tentu hal yang luar biasa.
Setidaknya hal itu pernah dilakukan Dahlan di masa jabatannya. Dahlan melaporkan dirinya sendiri ke KPK agar lembaga itu mau memeriksa dirinya seputar isu korupsi yang dituduhkan kepadanya. Rasa rasanya belum ada pejabat yang cukup gila yang mau dan berani melakukannya. Bila tuduhan korupsi itu benar tentu saat ini kita akan melihat Dahlan di penjara.
Dahlan sendiri bukan tipikal pemimpin yang takut soal ancaman penjara. Bagi Dahlan pemimpin itu harus berani mengambil bagian tidak enaknya meski dengan resiko dipenjara. Ribut ribut soal pemadam listrik ibu kota dulu bukankah Dahlan mengatakan siap dipenjara daripada membiarkan Jakarta gelap gulita.
Entah berapa ribu ton BBM atau genset yang dipakai PLN untuk menyangga Jakarta tetap menyala, kalau dihitung tingkat efisiensinya mungkin sudah mencapai milyaran rupiah. Bila kebijakannya itu dianggap salah Dahlan mengatakan siap dipenjara.
Bila ditelusuri kebelakang, ada banyak kasus semacam itu di era kepemimpinan Dahlan sebagai menteri atau dirut PLN. Gaya kepemimpinan Dahlan Iskan memang seperti itu, tidak suka birokrasi yang lelet dan jalan di tempat meski dengan resiko menabrak aturan.
Bila kejaksaan memakai kaca mata kuda dalam membaca KUHAP tentu mudah saja menjadikan seorang Dahlan sebagai tersangka. Bila dicari cari, kesalahan ketik dalam selembar kertas pun bisa menjebloskan siapa saja ke dalam penjara. Rasanya jarang bahkan hampir tidak pernah kejaksaan menunjukkan kepada publik kasus korupsi tangkap tangan sebagaimana yang KPK lakukan.
Jika itu yang terjadi entah apa yang salah dengan negeri ini. Kesalahan orang baik dicari cari sedangkan koruptor asli bebas menari nari.
Yang jelas kita tidak akan melihat Dahlan mengemis ngemis bantuan kepada SBY atau Jokowi seperti yang Jero Wacik lakukan. Dahlan akan mengambil tanggung jawab penuh sebagai pengambil keputusan tanpa menyalahkan bawahannya. Itulah Dahlan Iskan.
Menarik mengamati bagaimana sikap Jokowi terhadap kasus ini. Bila selama kampanye Jokowi kerap berkoar bahwa sebagian dirinya ada pada diri Dahlan, sekarang setelah Dahlan jadi tersangka apakah ia masih menganggap dirinya sebagai ”kembaran” seorang Dahlan Iskan atau Jokowi akan bersembunyi dibalik alasan indepepedensi hukum.
Bagaimanapun juga Dahlan faktor yang bisa menjadi ganjalan bagi siapapun yang ingin menjadi Presiden berikutnya. Publik tentu akan mengawal dan mengawasi kasus ini dengan jeli dan teliti. Apakah memang murni ada pidana atau sekedar rekayasa belaka. Dahlan bukan orang bodoh, sekedar adu argumentasi dan logika dengan jaksa tentu akan dilahapnya.
Tidak perlu meratap atau marah membabi buta. Tuhan tentu punya rencana terbaik yang harus kita terima dengan tetap berprasangka baik pula. Bila Soekarno jadi Presiden setelah melewati penjara Belanda, haruskah Dahlan menjalani takdir serupa di bawah rezim Jokowi JK...?