Jumat, 08 Juni 2012

PELAJARAN BERHARGA DARI DAHLAN ISKAN

PELAJARAN BERHARGA
DARI DAHLAN  ISKAN
Kita sering tidak menyadari bahwa di setiap kejadian, selalu ada pelajaran dan pesan moral. Itulah yang ingin saya sampaikan lewat  catatan kecil tentang Dahlan Iskan berikut ini.  Mudah-mudahan bermanfaat untuk kita semua.  
_________________

Sedikit yang tahu, kapan Pak Dahlan itu mulai belajar bahasa Mandarin.  Bahkan, karyawan Jawa Pos Group orang yang ngantor di lantai 4 gedung Graha Pena pun tidak semuanya tahu. Saya termasuk dari sedikit orang yang tahu itu.   Pertanyaannya: kenapa banyak yang tidak tahu? Atau,  kenapa pula sedikit yang tahu?
  Banyak yang tidak tahu karena kegiatan kursus bahasa Mandarin itu dilakukan  enam hari dalam seminggu, mulai pukul 07.30 selama dua jam dan kadang lebih lama.  Saat itu, Para redaktur mungkin masih ngorok, para wartawan sedang melakukan liputan berita. Sementara karyawan bagian umum baru datang dan langsung tenggelam dalam kesibukan masing-masing. Saya yang saat itu masih bertugas sebagai Front Office, jadi tahu karena ruangan Pak Dahlan sekaligus tempat berlangsungnya private bahasa Mandarin itu, berada persis di belakang tempat duduk saya.

Kursus bahasa Mandarin itu berlangsung selama lebih kurang 3 bulan  sebelum beliau sakit dan menjalani operasi ganti hati. Guru private-nya seorang wanita setengah baya. Saya tidak tahu namanya (gak  pernah tanya namanya karena setiap hari ketemu hanya sekilas).  Yang sering saya ketahui, Pak Dahlan selalu datang lebih awal dari gurunya.  Semangat belajarnya begitu tinggi. Saya juga sering melihat beliau membaca buku (saya yakin itu diktat pelajaran bahasa Mandarin) ketika keluar dari ruangannya. Samar-samar terdengar Pak Dahlan seperti menghafal kosa kata yang saya tidak mengerti, kata dalam bahasa Mandarin.

Pengalaman Menggelikan
  Pertama:  Suatu hari, ada suami istri keturunan Tionghoa sedang duduk di ruang tunggu Lt. 4 Graha Pena untuk suatu keperluan. Pak Dahlan keluar dari ruangannya dan langsung menemui kedua tamu tersebut. Lalu, Pak Dahlan menyapa tamu tadi dengan bahasa Mandarin. Keduanya hanya tersenyum dan tidak menjawab. Sementara Pak Dahlan kembali berkata-kata dalam bahasa Mandarin. Baru setelah tamunya mengatakan bahwa mereka tidak mengerti apa yang diucapkan, Pak Dahlan tersenyum lalu  minta maaf dan segera berlalu. Saya dan teman saya Indri yang melihat kejadian itu tertawa geli.

Si tamu buru-buru mendatangi saya dan bertanya siapa orang yang menyapanya dengan bahasa Mandarin tadi. Saya jawab bahwa beliau adalah Pak Dahlan Iskan.

“Oooooo masak sih itu Pak Dahlan?” nadanya setengah percaya.

“Memang kenapa Pak? Saya balik bertanya.

“Waduh saya senang bisa ketemu sama bos Jawa Pos. Tapi saya juga malu karena saya ini keturunan Tionghoa gak bisa bahasa Mandarin. Kalau sama Pak Dahlan… pokoknya salut sama beliau,” katanya sambil geleng-geleng kepala.

Kedua: Sore sekitar pukul 15.00, Pak Dahlan membawa beberapa buku sambil menyeret koper dari ruangannya. Rupanya beliau mau bepergian. Saya dipanggil dan minta bantuan untuk membawakan buku-bukunya. Kemudian, dia minta bantuan juga pada Yanto untuk membawa kopernya. Kami bertiga masuk ke dalam lift Lt. 4 untuk turun ke lantai satu.

“Saya mau ke luar negeri, saya mau sekolah bahasa Mandarin,” kata Pak Dahlan dengan nada sangat bangga. Belakangan saya baru tahu bahwa beliau memperdalam habasa Mandarin di
Jiangxi Shi Fan University Nanchang.
“Selamat ya Pak, saya salut Pak, Bapak masih punya semangat belajar. Jangan lupa menulis pengalamannya dari luar negeri Pak, saya selalu mengikuti laporan-laporan dari luar negeri yang Bapak tulis di Jawa Pos,” kata saya. Yanto yang diminta tolong membawa koper tadi, hanya tersenyum. Saya tidak tahu apa yang dia pikirkan karena selama di dalam lift hanya menunduk saja.

“Kenapa senang?”

“Karena cerita yang Bapak tulis selalu menarik dan enak dibaca” Pak Dahlan hanya menjawab “Oooo”  sambil tersenyum.

Kami sampai di lantai bawah, di ruang lobby. Yanto dan saya berjalan di belakang Pak Dahlan menuju ke pintu depan. Kami menunggu mobil jemputan, sementara Yanto pamitan dan langsung keluar dari lobby. Pak Bos tanya pada saya, “Tadi itu siapa?” Saya menjawab namanya Yanto dan dia itu karyawan Elang Expres, sebuah ekspedisi yang biasa mengantar kiriman barang di Jawa Pos, Radar Surabaya  dan Tabloid Nyata.
“Tadi dia itu mau mengambil barang untuk dikirim. Tapi hari ini tidak ada pengiriman” mendengar jawaban saya, Pak Dahlan terlihat agak kaget.

“Saya kira dia itu karyawan kita (Jawa Pos Group), saya tidak tahu kalau dia itu tamu kita. Kalau ketemu dia tolong sampaikan permintaan maaf saya ya.”

Lewat catatan ini, ada pelajaran berharga dari Pak Dahlan yang ingin saya sampaikan, bahwa: belajar sesuatu itu tidak kenal usia dan sekecil apa pun kesalahan harus diikuti dengan permintaan maaf.  Saya pun minta maaf  jika catatan kecil ini tidak berkenan di hati teman-teman.

Salam Like DIS Rek**  
Surabaya, Kamis 7 Juni 2012

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost