PELAJARAN BERHARGA
DARI DAHLAN ISKAN
Kita sering tidak menyadari bahwa di setiap kejadian,
selalu ada pelajaran dan pesan moral. Itulah yang ingin saya sampaikan
lewat catatan kecil tentang Dahlan Iskan berikut ini. Mudah-mudahan
bermanfaat untuk kita semua.
_________________
Sedikit yang tahu, kapan Pak Dahlan itu mulai belajar bahasa
Mandarin. Bahkan, karyawan Jawa Pos Group orang yang ngantor di lantai 4
gedung Graha Pena pun tidak semuanya tahu. Saya termasuk dari sedikit
orang yang tahu itu. Pertanyaannya: kenapa banyak yang tidak tahu?
Atau, kenapa pula sedikit yang tahu?
Banyak yang tidak tahu karena kegiatan kursus bahasa Mandarin itu
dilakukan enam hari dalam seminggu, mulai pukul 07.30 selama dua jam
dan kadang lebih lama. Saat itu, Para redaktur mungkin masih ngorok,
para wartawan sedang melakukan liputan berita. Sementara karyawan bagian
umum baru datang dan langsung tenggelam dalam kesibukan masing-masing.
Saya yang saat itu masih bertugas sebagai Front Office, jadi tahu karena ruangan Pak Dahlan sekaligus tempat berlangsungnya private bahasa Mandarin itu, berada persis di belakang tempat duduk saya.
Kursus bahasa Mandarin itu berlangsung selama lebih kurang 3 bulan sebelum beliau sakit dan menjalani operasi ganti hati. Guru private-nya seorang wanita setengah baya. Saya tidak tahu namanya (gak pernah tanya namanya karena setiap hari ketemu hanya sekilas).
Yang sering saya ketahui, Pak Dahlan selalu datang lebih awal dari
gurunya. Semangat belajarnya begitu tinggi. Saya juga sering melihat
beliau membaca buku (saya yakin itu diktat pelajaran bahasa Mandarin)
ketika keluar dari ruangannya. Samar-samar terdengar Pak Dahlan seperti
menghafal kosa kata yang saya tidak mengerti, kata dalam bahasa
Mandarin.
Pengalaman Menggelikan
Pertama: Suatu hari, ada suami
istri keturunan Tionghoa sedang duduk di ruang tunggu Lt. 4 Graha Pena
untuk suatu keperluan. Pak Dahlan keluar dari ruangannya dan langsung
menemui kedua tamu tersebut. Lalu, Pak Dahlan menyapa tamu tadi dengan
bahasa Mandarin. Keduanya hanya tersenyum dan tidak menjawab. Sementara
Pak Dahlan kembali berkata-kata dalam bahasa Mandarin. Baru setelah
tamunya mengatakan bahwa mereka tidak mengerti apa yang diucapkan, Pak
Dahlan tersenyum lalu minta maaf dan segera berlalu. Saya dan teman
saya Indri yang melihat kejadian itu tertawa geli.
Si tamu buru-buru mendatangi saya dan bertanya siapa orang yang
menyapanya dengan bahasa Mandarin tadi. Saya jawab bahwa beliau adalah
Pak Dahlan Iskan.
“Oooooo masak sih itu Pak Dahlan?” nadanya setengah percaya.
“Memang kenapa Pak? Saya balik bertanya.
“Waduh saya senang bisa ketemu sama bos Jawa Pos. Tapi saya juga malu
karena saya ini keturunan Tionghoa gak bisa bahasa Mandarin. Kalau sama
Pak Dahlan… pokoknya salut sama beliau,” katanya sambil geleng-geleng
kepala.
Kedua: Sore sekitar pukul 15.00, Pak Dahlan membawa
beberapa buku sambil menyeret koper dari ruangannya. Rupanya beliau mau
bepergian. Saya dipanggil dan minta bantuan untuk membawakan
buku-bukunya. Kemudian, dia minta bantuan juga pada Yanto untuk membawa
kopernya. Kami bertiga masuk ke dalam lift Lt. 4 untuk turun ke lantai
satu.
“Saya mau ke luar negeri, saya mau sekolah bahasa Mandarin,” kata Pak
Dahlan dengan nada sangat bangga. Belakangan saya baru tahu bahwa
beliau memperdalam habasa Mandarin di
Jiangxi Shi Fan University Nanchang.
“Selamat ya Pak, saya salut Pak, Bapak masih punya
semangat belajar. Jangan lupa menulis pengalamannya dari luar negeri
Pak, saya selalu mengikuti laporan-laporan dari luar negeri yang Bapak
tulis di Jawa Pos,” kata saya. Yanto yang diminta tolong membawa koper
tadi, hanya tersenyum. Saya tidak tahu apa yang dia pikirkan karena
selama di dalam lift hanya menunduk saja.
“Kenapa senang?”
“Karena cerita yang Bapak tulis selalu menarik dan enak dibaca” Pak Dahlan hanya menjawab “Oooo” sambil tersenyum.
Kami sampai di lantai bawah, di ruang lobby. Yanto dan saya berjalan
di belakang Pak Dahlan menuju ke pintu depan. Kami menunggu mobil
jemputan, sementara Yanto pamitan dan langsung keluar dari lobby. Pak
Bos tanya pada saya, “Tadi itu siapa?” Saya menjawab namanya Yanto dan
dia itu karyawan Elang Expres, sebuah ekspedisi yang biasa mengantar
kiriman barang di Jawa Pos, Radar Surabaya dan Tabloid Nyata.
“Tadi dia itu mau mengambil barang untuk dikirim. Tapi hari ini tidak
ada pengiriman” mendengar jawaban saya, Pak Dahlan terlihat agak kaget.
“Saya kira dia itu karyawan kita (Jawa Pos Group), saya tidak tahu
kalau dia itu tamu kita. Kalau ketemu dia tolong sampaikan permintaan
maaf saya ya.”
Lewat catatan ini, ada pelajaran berharga dari Pak Dahlan yang ingin
saya sampaikan, bahwa: belajar sesuatu itu tidak kenal usia dan sekecil
apa pun kesalahan harus diikuti dengan permintaan maaf. Saya pun minta
maaf jika catatan kecil ini tidak berkenan di hati teman-teman.
Salam Like DIS Rek**
Surabaya, Kamis 7 Juni 2012
Jumat, 08 Juni 2012
PELAJARAN BERHARGA DARI DAHLAN ISKAN
06.18
sopyan