Jumat, 26 Desember 2014

Ada langit Diatas Langit, Sehingga Dahlan Gagal Bubarkan Petral

MIMBAR-RAKYAT.com (Jakarta)  Saat baru menjabat sebagai Menteri BUMN era SBY, Menteri BUMN Dahlan Iskan menggebu-gebvu akan membubarkan Petral yang dicurigai sebagai sarana mafia impor premium. Namun ternyata Dahlan tidak berhasil.
Lalu mengapa Dahlan Iskan gagal membubarkan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), yang merupakan anak usaha PT Pertamina (Persero). Sementara kala itu dia menjabat sebagai Menteri BUMN  punya wewenang penuh atas seluruh BUMN di Tanah Air,
"Ada kekuatan di atasnya Pak Dahlan Iskan. Kekuatannya di langit ke-7, bahkan ke-10. Makanya tidak bisa membubarkan Petral," jelas Faisal Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak an Gas Bumi di kantornya, Jl Plaju, Jakarta Pusat, Rabu (24/12/2014).

"Saya ketemu dengan Pak Dahlan di Aceh. Waktu itu dia punya niat untuk membubarkan Petral, tapi kok justru mengeluarkan instruksi Petral wajib impor minyak atau BBM melalui NOC (National Oil Company)," kata  Faisal Basri
Padahal membeli minyak dan BBM wajib dari NOC bukan jalan yang terbaik. Tidak ada jaminan bahwa membeli dari produsen langsung harganya lebih murah.

"Pak Dahlan akui itu, kalau kebijakan tersebut bukan yang terbaik. Niat awalnya ingin membubarkan Petral, tapi ternyata tidak mudah. Makanya sebagai pelipur lara keluarlah kebijakan itu (wajib beli dari NOC)," ungkapnya.
Lantas siapakah kiranya dewa langit yang menghalangi Dahlan Iskan tersebut. Nampaknya belum akan dengan cepat terbongkar. Namun arahnya bisa diraba dari menilik siapa saja yang merasa kebakaran jenggot atas upara RTKM menelusuri jejak mafia di Petral ini lewagt impor premium selama ini.
RTKM telah merekomendasikan kepada pemerintah Presiden Jokowi untuk menghentikan impor premium ( RON 88) dan menggantikan dengan Pertamax. Naga-naganya pemerintah cenderung menerima rekomendasi ini. Karena pertimbangan manfaat tekhnis maupun politis. Secara tekhnis Pertamax ( RON 92) memang lebih bersih lingkungan dana karena seluruh produk otomotif mutakhir merekomendasikan pemakaian RON 92.
Secara politis, menangkap "dewa" di atas langit Petral akan mengundang kehebohan nasional dan lebih tepat membakar rumahnya dari pada menangkap tikusnya. Dalam hal ini peribahasa " Tangkap tikusnya jangan bakar lumbungnya", tidak berlaku.
Yang berlaku bila rekoemndasi ini dijalankan adalah "Biarkan rumahnya terbakar, bikin rumah baru , biarkan tikusnya lari ( syukur-syukur ikut terbakar didalamnya).
Toh Faisal Basri masih bersemangat untuk menghubungi KPK karena mengendus indikasi permainan pemburu rente. Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi pimpinan Faisal Basri mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tujuannya mendalami bisnis impor premium RON 88, yang terindikasi ada permainan pemburu rente.
Dalam impor tersebut terjadi permainan kartel dan pemburu rente. Pasalnya, di pasar minyak dunia, tidak ada lagi harga RON 88 karena sebagian besar produsen produksi RON 92.


"Kita ke KPK tadi untuk tukaran data, ini juga terkait rekomendasi kita yang minta menghentikan impor premium RON 88. Karena ada indikasi itu permainan pemburu rente (mafia migas), ini memang baru indikasi. Makanya kita cocokan data kita ke KPK, apakah benar indikasi itu. Kalau iya maka rekomendasi kita mantap," ujar Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas dari Universitas Gajah Mada, Fahmi Radi.
"Apakah akan ada tindakan atau tidak itu domainnya KPK. KPK sendiri pernah melakukan kajian terkait masalah ini termasuk mekanisme lifting migas, tapi ini nggak mudah. Makanya setiap rekomendasi kita konfirmasi ke KPK dulu," tutupnya.
Termasuk yang kebakaran jenggot atas rekomendasi ini adalah salah satu petinggi Partai Demokrat  yang kini juga salah satu ketua lembaga  tinggi negara , DPR.
Rekomendasi ini dikritik Wakil Ketua DPR Agus Hermanto. Menurutnya, tim pimpinan Faisal Basri itu salah tupoksi (tugas pokok dan fungsi).

"Tim yang dipimpin Faisal Basri itu bukan porsinya untuk memberi rekomendasi. Bahwa memang pertamax itu bagus untuk lingkungan, iya saya setuju. Tetapi rekomendasi ini harusnya diberikan oleh Tim Ahli Kementerian ESDM, bukan tim yang baru dibentuk itu," ujar Agus di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/12/2014).

Menurut Agus, tugas tim Faisal Basri itu adalah mengungkap mafia migas. Sehingga tak perlu mengeluarkan rekomendasi kepada pemerintah."Apa iya Pertamina sudah siap untuk produksi pertamax secara maksimal? Kan, tidak kan? Perlu ada alat juga buat ubah itu RON 88 jadi RON 92. Apa sudah dikaji?" imbuh Waketum Partai Demokrat ini.
Tentu saja keberatan dan kitik ini tidak serta merta menunjukkan hubungannya dengan "dewa" yang disinyalir oleh Faisal Basri tadi. Tetapi kalau pemerintah segera membangun tata kelola baru dalam minyak dan gas bumi dengan mengetrapkan rekomendasi RTKM, maka pasti tidak lagi direpotkan dengan mengurusi tikus dan :dewa"nya. Biarlah itu menjadi urusan KPK. (Ais)

http://mimbar-rakyat.com/detail/ada-langit-diatas-langit-sehingga-dahlan-gagal-bubarkan-petral

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost