Dahlan Iskan
Dahlan Iskan (lahir tanggal 17 Agustus 1951 di Magetan, Jawa Timur), Dahlan kecil dibesarkan dilingkungan pedesaan dangan serba kekurangan, akan tetapi sangat kental akan suasana religiusnya. Ada cerita menarik yang saya baca pada buku beliau Ganti Hati yang menggambarkan betapa serba kekurangannya beliau ketika waktu kecil. Disitu diceritakan Dahlan kecil hanya memiliki satu celana pendek dan satu baju, tapi masih memiliki satu sarung!. Dan dengan joke-joke pak Dahlan yang segar beliau menceritakan kehebatan dari sarung yang dimiliki.
Jawa Pos
Jawa Pos didirikan oleh The Chung Shen pada 1 Juli 1949 dengan nama Djawa Post. Saat itu The Chung Shen hanyalah seorang pegawai bagian iklan sebuah bioskop di Surabaya. Karena setiap hari dia harus memasang iklan bioskop di surat kabar, lama-lama ia tertarik untuk membuat surat kabar sendiri. Setelah sukses dengan Jawa Pos-nya, The Chung Shen mendirikan pula koran berbahasa Mandarin dan Belanda. Bisnis The Chung Shen di bidang surat kabar tidak selamanya mulus.
Jawa Pos2
Pada akhir tahun 1970-an, omzet Jawa Pos mengalami kemerosotan yang tajam. Tahun 1982, oplahnya hanya tinggal 6.800 eksemplar saja. Koran-korannya yang lain sudah lebih dulu pensiun. Ketika usianya menginjak 80 tahun, The Chung Shen akhirnya memutuskan untuk menjual Jawa Pos. Dia merasa tidak mampu lagi mengurus perusahaannya, sementara tiga orang anaknya lebih memilih tinggal di London, Inggris.
Dahlan Iskan Mentri BUMN
Dinilai berhasil memimpin PLN dalam waktu pendek (22 bulan), Presiden SBY kemudian mengangkatnya menjadi menteri BUMN. Ini juga sejarah pertama seornag Menteri BUMN berlatar belakang pendidikan pesantren. Padahal BUMN harus mengurus berbagai sektor mulai perbankan, asuransi, telekomunikasi, penerbangan, kereta api, pelabuhan, bandara, perkebunan, pertanian, peternakan, industri semen, industri pupuk, indistri senjata, industri farmasi, industri nuklir, industri perhotelan, dan sebagainya. Total ada 141 BUMN dengan sekitar 600 anak dan cucu perusahaan.
Aktifitas sosial Dahlan Iskan
Majelis Pimpinan Pusat Pesantren Sabilil Muttaqien, sebuah majelis yang membawahi lebih dari 120 madrasah beserta jamaah tarikat Syatariyah. Juga Ketua Umum Syekhermania Nasional. Pendiri International Islamic School di Magetan dengan kurikulum Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiah Singapura. Organisasi yang pernah digeluti diantaranya Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia Jawa Timur dan Pusat, dan Ketua Umum Persebaya. Saat ini masih menjabat sebagai Ketua Umum Serikat Perusahaan Pers dan Ketum Federasi Olahraga Barongsai Seluruh Indonesia.
Senin, 22 Juni 2015
Lukman Bin Saleh : Harga Murah Dahlan Iskan Empat Tahun Kemudian
Jumat, 12 Juni 2015
Lukamn Bin Saleh : Dahlan Iskan dan UU Tipikor di Akhirat Kelak
Jay Mjay : Ramai Ramai Membidik Dahlan
Kamis, 11 Juni 2015
Dahlan Iskan : PAKAI DAN TIDAK
Rhenald Kasali: DAHLAN DAN NEGERI SOP
Harus dipatuhi. Pilihannya tinggal take it or leave it. Ini belum selesai. Kalau mengikuti SOP, barang yang dibutuhkan baru diterima dua bulan kemudian.
Dengan alasan terdesak, keduanya membeli dulu barang yang mereka butuhkan dengan uang pribadi. Lalu, berbekal bon pembelian, keduanya mengajukan reimburse ke perusahaan. Dengan cara itu, barang bisa diperoleh jauh lebih cepat. Lalu, uang reimburse cair seminggu kemudian. Bos-bos tidak tahu, begitulah prestasi anak buah yang kalau diketahui auditor yang ”sakit” mereka bakal kena kasus, dapat SP pula.
Saya kira kejengkelan dua anak muda tadi terhadap kakunya SOP adalah kejengkelan kita semua. Dan, perusahaan tadi sesungguhnya beruntung. Keduanya memiliki naluri sebagai pengusaha, jeli melihat celah yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan kantor dan pelanggannya.
Mereka adalah yang cepat membaca celah, dengan prinsip: Pada Setiap Dinding Selalu Ada Pintunya. Temukanlah! Namun bagi sebagian orang, terobosan sama dengan melanggar hukum. Apalagi kalau mereka tak pernah belajar tentang konsep Opportunity Cost. Mereka anggap biaya yang lebih mahal, atau dikeluarkan sebelum barangnya datang, atau dokumennya lengkap adalah kerugian, memperkaya orang lain, melanggar hukum.
Melelahkan dan malah akhirnya bisa merugikan bangsa. Saya kira semangat mencari terobosan ini pulalah yang mendasari Dahlan Iskan. Itu yang saya baca. Semoga tak ada hengki pengkinya.
Baik ketika menjabat sebagai dirut PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan selaku kuasa pengguna anggaran atau KPA, menandatangani pencairan dana untuk membangun 21 gardu induk listrik untuk Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Barat pada 2011–2013. Dahlan mengaku membubuhkan tanda tangan agar proyek tersebut bisa berjalan.
Artinya mesin birokrasi dan mindset semua elemen harus berubah. Ya birokrasi, ya auditornya, juga penyidik dan penegak hukumnya. Harus bijak dan tepat membedakan mana yang benar dan mana yang kriminal. Bila tidak, korbannya akan banyak. Dahlan telah melakukannya. Ia membongkar aturan, menerabas kebekuan, mencari celah untuk menyiasati SOP. Begitulah, Dahlan memang seorang entrepreneur.
Di mata saya, mungkin Dahlan menabrak SOP. Tapi, korupsi? Saya kurang yakin. Orang korupsi biasanya untuk memperkaya diri. Dahlan? Dia sudah kaya bahkan jauh sebelum menjadi dirut PLN. Saya teringat ucapan Dahlan tentang mengapa ia mau menjadi dirut PLN.
Pascatransplantasi hati di China, ia merasa sangat bersyukur karena masih diberi ”nyawa kedua”. Sebagai ungkapan syukurnya, ia ingin menyumbangkan tenaganya bagi negara, di antaranya dengan mau menjadi dirut PLN. Bahkan untuk itu, Dahlan sampai harus melanggar larangan istrinya. Sang istri meminta Dahlan agar menolak permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, melalui menteri BUMN, untuk menjadi dirut PLN.
Kini, akibat melanggar larangan istri, Dahlan seakan kena tulah. Ia dijadikan tersangka korupsi. Kasus Dahlan jelas bukan satu-satunya. Ada beberapa pejabat kita—beberapa di antaranya, saya tahu, adalah orangorang yang bersih—terpaksa masuk penjara karena menabrak SOP. Mereka tak melulu pejabat tinggi. Beberapa bahkan tak pernah membelikan istrinya tas bermerek dari Italia atau Prancis.
Bukan karena ingin mencuri uang negara dan memperkaya dirinya sendiri. Tapi begitulah hukum, kadang ia buta. Persis seperti simbolnya, patung Dewi Themis, dewi keadilan, yang matanya tertutup.
Rabu, 10 Juni 2015
Dahlan Iskan : KPA DAN P2K
http://gardudahlan.com/category/gardu-2/
Lukam Bin Saleh : Dahlan Iskan dalam Bayang-Bayang Hitler dan Film Action
Wapres Jusuf Kalla tidak mau ketinggalan. Kasus Dahlan Iskan membuat pejabat tidak berani membuat keputusan katanya seolah menyindir kejaksaan.
Pemberantasan korupsi salah sasaran kata wakil ketua DPR dari Fraksi PKS, Fachri Hamzah. Penetapan Dahlan Iskan sebagai tersangka adalah kecelakaan kata mantan ketua MK, Mahfud MD.
Kejaksaan harus mikir, bisa membedakan antara kejahatan dan kekeliruan. Orang yang berjasa memperbaiki negara malah dihukum, tidak dihargai kata menteri ESDM, Sudirman Said. Aparat harusnya melihat secara keseluruhan, yang dilakukan Dahlan Iskan untuk kepentingan masyarakat kata Menko perekonomian, Sofyan Djalail.
Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh yang menyayangkan penetapan Dahlan Iskan sebagai tersangka. Seperti akademisi dan praktisi bisnis Rhenald Kasali, Said Didu dan lain-lain.
Kita memang tersentak dengan kejadian ini, tidak percaya. Apalagi setelah kita cermati. Penetapan tersangka terhadap Dahlan Iskan hanyalah masalah maladministrasi, salah prosedur. Tidak ada suap, gratifikasi, ‘Apel Malang’, ‘Apel Washingthon’, Dolar Amerika, Dolar Singapur, apalagi rekening gendut. Masyarakat jadi berfikir ulang tentang pemberantasan korupsi selama ini.
Seperti yang dikatakan Miftah Al Zaman dalam komentarnya terhadap tulisan Goenawan Muhamad. Sejarah negeri ini menunjukkan setiap masa selalu ada semacam musuh bersama. Di masa setelah kemerdekaan, musuh bersama itu adalah Belanda, imperialisme, nekolim dan semacamnya. Apa saja yang tidak disukai selalu dikaitkan dengan itu. Apa saja yang dikaitkan dengan itu, adalah hal yang sah untuk disalahkan dan dibenci tanpa fikir panjang.
Masuk masa Orde Baru, musuh bersama itu adalah PKI, komunis, “kiri”. Kini setelah masuk masa reformasi, musuh bersama itu adalah korupsi.
Setiap masa itu selalu memakan tumbalnya masing-masing. Seorang tidak harus menjadi orang bersalah untuk menjadi tumbal. Apa saja bisa jadi alasan bagi seseorang untuk mendapatkan dirinya menjadi orang yang salah. Atau disalah-salahkan. Apalagi yang sedang euforia dengan “semangat zaman.”
Definisi korupsi sudah meluas, tidak sekedar memperkaya diri. Tidak memenuhi aturan administrasi kini sudah dianggap korupsi. Tapi masyarakat masih memahami korupsi dengan definisi lama. Karena itu, yang terkena dakwaan korupsi dianggap pasti memperkaya diri, pasti jahat, harus dihukum.
Timbul ironi. Untuk menghindari korupsi, aturan diperketat, birokrasi diperumit.
Pimpinan yang kreatif dan lincah, tidak akan betah dengan segala ketentuan itu. Kalau diikuti, tidak akan bisa berbuat apa-apa. Atau lambat, tidak selesai-selesai. Maka mereka main terobosan. Menyenggol aturan. Ujung-ujungnya malah menjadi terdakwa korupsi.
Niat mencegah korupsi dengan undang-undang yang begitu luas dan rumit, malah menghasilkan koruptor baru. Yang sesungguhnya bukan koruptor, bukan orang jahat. Sementara masih banyak penjahat sesungguhnya yang berkeliaran, tidak tersentuh hukum.
Pembangunan gardu induk terhambat lahan dikatakan korupsi, mencetak sawah baru terhambat lahan dikatakan korupsi. Kalau begini terus, sepertinya Indonesia akan sulit maju. Orang takut berbuat. Apalagi yang berbau terobosan yang belum tentu berhasil. Lebih baik duduk nyaman di belakang meja, hanya menjalani rutinitas.
Terakhir Dahlan Iskan dibidik lagi masalah pengembangan 16 mobil listrik. Yang dulu dipakai mengangkut tamu saat acara APEC di Bali. Karena belum berhasil dikembangkan lebih lanjut, sekarang mobil listrik itu dihibahkan ke beberapa universitas untuk penelitian. Kejaksaan mengatakan ini merugikan negara. Korupsi.
Selama ini saya menyangka hanya para diktator semacam Hitler, Mussolini, Pol Pot, Stalin, Kim Jong Il atau para penjahat dalam film action yang tega menghabisi orang-orangnya jika gagal dalam melakukan sesuatu. Ternyata sangkaan saya salah. *LBS*
Senin, 08 Juni 2015
Dahlan Iskan : SOAL CORONG
BY DAHLAN ISKAN · 8 JUNI 2015
Dahlan Iskan : Agar Suara Itu Tidak seperti Itu
8/06/15, 07:00 WIB
Mantan CEO Jawa Pos
Anna Melody : SIAPA MEMBIDIK DAHLAN ISKAN?
Lukman Bin Saleh : Diskresi itu Masih di Jalan Pak Dahlan
Misalnya seorang kepala daerah mengelola bantuan sosial untuk masyarakat pesisir yang terkena abrasi pantai. Sebelum dana itu tersalurkan, tiba-tiba terjadi banjir bandang. Karena darurat, sang kepala daerah mengalihkan dana itu untuk menangani banjir bandang. Hal semacam ini bisa menyeret sang kepala daerah masuk penjara.
Ratusan penyelenggara negara menjadi korban UU Tipikor. Termasuk kasus mantan Menkum HAM, Deny Indrayana. Dijadikan tersangka oleh Bareskrim POLRI. Gara-gara membuat terobosan dalam pengurusan paspor. Untuk membuat paspor lebih cepat, murah, mudah dan memberantas percaloan, dibuatlah inovasi pebayaran paspor elektronik (payment gateway).
Hanya gara-gara masyarakat dikenakan biaya 5 ribu rupiah untuk membayar jasa penyedia sistem jaringan pembayaran online dan dana pebayaran paspor mengendap beberapa hari di bank, Deny Indrayana menjadi tersangka. Sebelumnya pembayaran paspor dilakukan di kantor imigrasi secara manual. Yang tidak jarang membuat atrean sampai berjam-jam hanya untuk membayar dan rentan percaloan.
Aparat penegak hukum tidak peduli seberapa besar manfaat yang dirasakan oleh masyarakat atas terobosan tersebut. Aparat hanya melihat pasal-pasal UU Tipikor. Bahwa terobosan Deny Indrayana itu tidak ada dasar hukumnya. Menyalahi kewenangan dan merugikan negara. Dan ini termasuk korupsi.
Terakhir dan yang sedang heboh sekarang adalah kasus Dahlan Iskan yang dijadikan tersangka oleh Kejati DKI Jakarta. Jangan dibayangkan Dahlan Iskan menerima gratifikasi, suap atau kongkalikong dalam kasus tersebut. Sebelas-duabelas dengan Deny indrayana. Dahlan Iskan hanya membuat kebijakan membangun gardu induk untuk mengatasi krisis listrik saat itu. Tapi belakangan sebagian gardu induk itu terbengkalai pelaksanaanya. Entah terkendala pembebasan lahan, tidak ada anggaran atau kontraktor nakal. Dahlan Iskan menjadi tersangka korupsi.
Proyek itu dimulai tahun 2011 dan seharusnya sudah rampung tahun 2013. Dahlan Iskan sendiri berhenti menjadi Dirut PLN dipenghujung tahun 2011 karena diangkat menjadi Menteri BUMN oleh Presiden SBY. Dia hanya membuat kebijakan dan menandatangani persetujuan mulainya proyek. Tidak sempat mengawal proyek itu secara langsung sampai selesai.
Dari contoh kasus Dahlan Iskan ini kita bisa bayangkan betapa bahayanya situasi yang dihadapi seorang pejabat. Misalnya seorang kepala daerah membuat satu proyek. Sebelum proyek itu selesai masa jabatannya lebih dahulu berakhir. Sukur-sukur kalau berhasil lagi memenangi Pilkada. Kalau kalah dan penerusnya tidak mau melanjutkan proyek tersebut dengan berbagai alasan. Apalagi sengaja tidak dilanjutkan karena intrik politik. Hal ini tentu sangat memprihatinkan.
Sudah lama situasi seperti ini menjadi keprihatinan beberapa kalangan. Mulai dari akademisi, pemerintah, dan legeislatif. Sejak pemerintahan SBY. Pejabat tidak berani membuat kebijakan. Birokrasi semakin lambat, pembangunan semakin lamban. Hingga dibuat UU Administrasi Pemerintahan (UU Adpem No. 30 tahun 2014). Dengan UU ini, ke depannya suatu kebijakan penyelenggara negara tidak bisa dikriminalisasi lagi.
Dalam UU ini diatur tentang diskresi. Yaitu membolehkan pejabat publik melakukan sebuah kebijakan melanggar UU atau membuat kebijakan yang UU sendiri belum mengaturnya secara tegas. Dengan tiga syarat. Yakni demi kepentingan umum, masih dalam batas wilayah kewenangannya, dan tidak melanggar asas-asas pemerintahan yang baik. Pejabat bebas dalam mengambil keputusan menurut pertimbangannya sendiri. Baik dengan meminta izin atasan atau dilaksanakan sendiri.
Sayangnya sampai saat ini UU tersebut belum disahkan. Masih dalam tahap sosialisasi oleh Kemenpan RB. Sehingga korban-korban dari pejabat yang sebetulnya baik dan kreatif terus bertambah.
Seperti yang dikatakan Wakil ketua DPR, Fachri Hamzah yang menyayangkan penetapan status tersangka terhadap Dahlan Iskan. Dahlan Iskan menurutnya adalah orang yang banyak inisiatif dan rajin membuat terobosan. Karena dia seorang pembisnis. Dan UU Tipikor tidak ramah dengan orang-orang seperti ini.
Fachri Hamzah menyarankan agar UU Tipikor lebih gamblang. Sehingga yang disasar bukan orang yang berbuat salah tapi orang yang berbuat jahat.
Nasi telah menjadi bubur. Dahlan Iskan, Deny Indrayana dan pejabat-pejabat baik lainnya telah menjadi tersangka dan terpidana. Mereka juga telah menyatakan bertanggung jawab. Tidak akan menyalahkan siapa-siapa.
Mereka telah jauh berlari di depan. UU Adpem yang mengatur tentang diskresi masih belum disahkan. Masih dalam perjalanan. Lambat berjalan. *LBS*
Sabtu, 06 Juni 2015
Randualamsyah : Dahlan Iskan dan Ilmu Memilih Batu
Jay Mjay : Saat Dahlan Jadi Tersangka
Hari ini Dahlan Iskan resmi jadi tersangka. Bukan KPK tapi kejaksaan yang menjeratnya. Tuduhanya pun cukup serius, korupsi uang negara. Dahlan disangkakan terlibat atau ikut bertanggungjawab soal pengadaan gardu listrik PLN selama ia menjadi dirutnya.
Sebagai manusia biasa tentu Dahlan bisa salah atau khilaf.
Kesalahan dan kekhilafan yang entah KPK sendiri belum bisa menemukannya, setidaknya sampai saat ini nama Dahlan masih bersih di mata KPK. Jika tiba tiba kejaksaan selevel DKI Jakarta dengan mudah menjadikannya tersangka apakah kejaksaan sudah sehebat KPK atau ada skenario lain dibalik naiknya Dahlan jadi tersangka.
Sebagai warga negara tentu kita hormat kepada lembaga hukum semacam kejaksaan dan kepolisian. Rasa hormat yang terkadang sering berubah jadi cibiran dan makian bila melihat kiprah keduanya. Bukankah KPK tidak akan pernah ada bila kedua lembaga ini bersih dan kredible. Tentu tidak semua pegawai kejaksaan dan polisi busuk dan korup, sebagaiman juga tidak ada pegawai KPK yang seperti malaikat.
Tapi dari rekam jejak selama ini masyarakat pasti paham, mana lembaga yang kredible dan mana yang sering membuat gaduh karena perilaku korup oknumnya. Hampir tidak ada yang lolos dari dakwaan KPK, sebaliknya banyak yang mati sia sia akibat salah tangkap atau kasus rekayasa polisi dan jaksa.
Menjadikan pejabat atau mantan pejabat sebagai tersangka tentu hal yang biasa sekalipun ia kaya raya. Godaan korupsi dan nafsu tidak akan pernah pandang bulu dari yang kere sampai perlente. Tapi menjadikan seseorang yang pernah melaporkan dirinya sendiri ke KPK bahwa ia dituduh korupsi tentu hal yang luar biasa.
Setidaknya hal itu pernah dilakukan Dahlan di masa jabatannya. Dahlan melaporkan dirinya sendiri ke KPK agar lembaga itu mau memeriksa dirinya seputar isu korupsi yang dituduhkan kepadanya. Rasa rasanya belum ada pejabat yang cukup gila yang mau dan berani melakukannya. Bila tuduhan korupsi itu benar tentu saat ini kita akan melihat Dahlan di penjara.
Dahlan sendiri bukan tipikal pemimpin yang takut soal ancaman penjara. Bagi Dahlan pemimpin itu harus berani mengambil bagian tidak enaknya meski dengan resiko dipenjara. Ribut ribut soal pemadam listrik ibu kota dulu bukankah Dahlan mengatakan siap dipenjara daripada membiarkan Jakarta gelap gulita.
Entah berapa ribu ton BBM atau genset yang dipakai PLN untuk menyangga Jakarta tetap menyala, kalau dihitung tingkat efisiensinya mungkin sudah mencapai milyaran rupiah. Bila kebijakannya itu dianggap salah Dahlan mengatakan siap dipenjara.
Bila ditelusuri kebelakang, ada banyak kasus semacam itu di era kepemimpinan Dahlan sebagai menteri atau dirut PLN. Gaya kepemimpinan Dahlan Iskan memang seperti itu, tidak suka birokrasi yang lelet dan jalan di tempat meski dengan resiko menabrak aturan.
Bila kejaksaan memakai kaca mata kuda dalam membaca KUHAP tentu mudah saja menjadikan seorang Dahlan sebagai tersangka. Bila dicari cari, kesalahan ketik dalam selembar kertas pun bisa menjebloskan siapa saja ke dalam penjara. Rasanya jarang bahkan hampir tidak pernah kejaksaan menunjukkan kepada publik kasus korupsi tangkap tangan sebagaimana yang KPK lakukan.
Jika itu yang terjadi entah apa yang salah dengan negeri ini. Kesalahan orang baik dicari cari sedangkan koruptor asli bebas menari nari.
Yang jelas kita tidak akan melihat Dahlan mengemis ngemis bantuan kepada SBY atau Jokowi seperti yang Jero Wacik lakukan. Dahlan akan mengambil tanggung jawab penuh sebagai pengambil keputusan tanpa menyalahkan bawahannya. Itulah Dahlan Iskan.
Menarik mengamati bagaimana sikap Jokowi terhadap kasus ini. Bila selama kampanye Jokowi kerap berkoar bahwa sebagian dirinya ada pada diri Dahlan, sekarang setelah Dahlan jadi tersangka apakah ia masih menganggap dirinya sebagai ”kembaran” seorang Dahlan Iskan atau Jokowi akan bersembunyi dibalik alasan indepepedensi hukum.
Bagaimanapun juga Dahlan faktor yang bisa menjadi ganjalan bagi siapapun yang ingin menjadi Presiden berikutnya. Publik tentu akan mengawal dan mengawasi kasus ini dengan jeli dan teliti. Apakah memang murni ada pidana atau sekedar rekayasa belaka. Dahlan bukan orang bodoh, sekedar adu argumentasi dan logika dengan jaksa tentu akan dilahapnya.
Tidak perlu meratap atau marah membabi buta. Tuhan tentu punya rencana terbaik yang harus kita terima dengan tetap berprasangka baik pula. Bila Soekarno jadi Presiden setelah melewati penjara Belanda, haruskah Dahlan menjalani takdir serupa di bawah rezim Jokowi JK...?