Jumat, 12 Juni 2015

Lukamn Bin Saleh : Dahlan Iskan dan UU Tipikor di Akhirat Kelak

LBS @ Lombok
Sekarang dia menghabiskan masa tahanannya di sebuah panti asuhan di kota Mataram. Setelah 4 tahun dipenjara. Menjelang bebas, seorang narapidana memang biasanya menjalani sisa masa hukumannya di Lapas terbuka atau disuruh mengabdi di tempat-tempat sosial. Sebagai persiapan saat dikembalikan ke masyarakat kelak.
Dulunya dia seorang pejabat di Kabupaten Lombok Utara. Seorang asisten. Tapi karena tersandung kasus korupsi akhirnya meringkuk di balik jeruji besi.
Cerita kasusnya sendiri membuat kita geleng-geleng kepala. Awalnya dia diminta mengadakan lahan atas nama Pemda untuk pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Diapun mendapat lokasi yang dianggap cocok. Lokasi bagus dan bersertifikat lengkap. Sesuai prosedur, sebelum dibayar diumumkan dulu prihal tersebut kepada masyarakat. Siapa tahu ada yang mau menggugat. Selama tiga bulan tidak ada gugatan. Tanah deal, langsung dibayar.
Tapi apa hendak dikata. Beberapa hari setelah itu masuk gugatan di kejaksaan. Ternyata tanah itu memiliki sertifikat ganda. Tanah tidak bisa dieksekusi. Tidak bisa dikuasai Pemda. Ini merugikan negara. Sesuai UU Tipikor, ini korupsi. Meski sang pejabat tidak ada niat sedikitpun untuk berbuat jahat, merugikan negara, memperkaya diri atau orang lain. Pejabat bersangkutan harus dipenjara. Pasal UU Tipikor mengatakan demikian.
Jakarta
Senada dengan apa yang dialami asisten di Lombok Utara itu. Dahlan Iskan sekarang dijadikan tersangka oleh kejaksaan gara-gara pembebasan tanah. Saat menjadi Dirut PLN dia bertekad mengatasi krisisis listrik secepat mungkin dengan membangun 21 gardu induk. Dimulai tahun 2011 dan dijadwalkan selesai 2013.
Dahlan Iskan mengintruksikan bawahannya untuk segera mendapatkan lahan. Tidak lama kemudian di mejanya sudah masuk surat pernyataan bahwa lahan sudah didapatkan. Sudah berhasil dibebaskan. Karena surat itu sudah diparaf oleh sekian banyak bawahannya, mulai dari tingkat direktur ke atas. Berarti kebenaran pernyataan surat itu tidak diragukan lagi, sudah diperiksa berlapis-lapis. Lagi pula kalau diperiksa langsung ke lokasi entah berapa waktu yang dibutuhkan. Lokasi tersebar di 21 tempat di Pulau Jawa. Sedangkan kebutuhan akan gardu induk itu sudah begitu mendesak.
Surat ditandatangani agar dana proyek segera dicairkan oleh kementerian keuangan. Tapi tahun itu juga Dahlan Iskan meninggalkan jabatannya sebagai Dirut PLN, diangkat menjadi menteri BUMN oleh presiden SBY.
Empat tahun kemudian tiba-tiba Dahlan Iskan dipanggil kejaksaan dan langsung dijadikan tersangka. Ternyata tanah di 21 lokasi yang dulu dinyatakan telah dibebaskan itu tidak semuanya telah dibebaskan. Sedangkan Dahlan Iskan telah ikut menanda tanganinya. Sesuai UU Tipikor, ini merugikan negara. Ini korupsi. Dahlan Iskan harus dipenjara.
Bisa saja Dahlan Iskan beralasan dia ditipu anak buah. Yang meyakinkannya kalau tanah telah berhasil dibebaskan. Tapi Dahlan Iskan tidak melakukan itu. Dia mengaku salah. Dia mengatakan bertanggung jawab dan tidak akan menyalahkan anak buah. Karena siapa tahu anak buahnya juga tidak bermaksud menipu. Anak buahnya hanya ingin proyek cepat berjalan dan mereka mengira masalah pembebasan lahan adalah masalah gampang. Mereka tidak mengerti betapa rumitnya masalah pembebasan lahan di negeri ini.
Dahlan Iskan hanya akan menyalahkan anak buah jika nanti ternyata mereka benar-benar korupsi. Misalnya menilep dana pembebasan lahan. Tapi ini kemungkinan kecil terjadi, karena tanah itu sendiri sekarang sudah berhasil dibebaskan oleh PLN. Berarti sudah dibayar. Tapi prosedurnya memang panjang. Sama dengan kasus TPA Kabupaten Lombok Utara di atas. Tanah yang dulu disengketakan juga sudah berhasil dikuasai Pemda.
Tapi hukum tidak memiliki hati nurani. Meski kita merasa ini tidak adil. Orang-orang yang sebenarnya baik itu tetap dijerat dengan pasal-pasal UU Tipikor. Mereka dianggap merugikan negara. Mereka korupsi.
Sekarang kita hanya bisa berharap, agar Dahlan Iskan dan ke 15 mantan bawahannya bebas di pengadilan kelak. Karena mereka tidak sungguh-sungguh melakukan korupsi. Hanya masalah administrasi.
Kalaupun semuanya tidak bisa bebas, maksimal anak buahnya saja yang dipenjara. Karena mereka yang telah meyakinkan Dahlan Iskan bahwa tanah telah berhasil dibebaskan. Mereka yang membuat laporan tidak benar.
Atau sebaliknya, Dahlan Iskan sendiri saja yang dipenjara. Karena dia pimpinan. Tanda tangannya yang paling menentukan. Dan dia juga telah menyatakan mengambil alih tanggung jawab. Tidak akan menyalahkan anak buah. Kecuali kelak jika anak buahnya terbukti benar-benar korupsi.
Dan seandainya mereka semua akhirnya dipenjara. Saya membayangkan saat kita mempertanggung jawabkan perbuatan masing-masing di hadapan Tuhan kelak. Saat para penegak hukum itu ditanya. Mengapa engkau menganiaya sesama yang tak berdosa? Menganiaya mereka yang berniat dan mengerjakan kebaikan?
Mempermalukan mereka. Merampas kebebasan mereka. Merenggut mereka dari keluarga. Memisahkan mereka dari anak istri. Anak-anak dan istrinya merana kehilangan orang yang mencarikan nafkah?
Saya tidak tahu apakah saat itu UU Tipikor masih berlaku atau tidak. Bisa dijadikan alasan apa tidak. Tapi para penegak hukum itu mungkin akan berkata, mereka melanggar UU Tipikor ya Tuhan-ku.
Dan entah apa yang akan terjadi selanjutnya. ***

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost