TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku industri otomotif berbasis listrik dalam negeri rupanya belum bisa bergerak leluasa menekuni bisnisnya. Sebab, kendaraan atau mobil listrik yang mereka produksi masih terkendala perizinan dari Kementerian Perhubungan. Lantaran belum punya izin jalan, produsen mobil listrik tak bisa menggarap pasar otomotif nasional.
Dasep Ahmadi, Chairman PT Sarimas Ahmadi Pratama bilang, untuk memproduksi mobil listrik setidaknya dia butuh pangsa pasar. Adapun pasar mobil listrik yang dibidik Dasep tak hanya mobil listrik city car saja, melainkan juga pasar transportasi.
Dasep bilang, pihaknya bisa memproduksi bus listrik berkapasitas 20 orang - 40 orang. "Kami ingin pemerintah menyediakan pasar. Misalkan, seluruh kementerian memakai angkutan bus listrik untuk angkutan transportasi pegawainya," kata Dasep, Selasa (9/9) kemarin.
Jika pasar dalam negeri tak merespon mobil listriknya, Dasep berencana mengekspor teknologi mobil itu ke Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Pasalnya, kedua wilayah itu bisa menerima dan membeli mobil listrik.
Sejak merakit mobil listrik dua tahun silam, perusahaan telah merakit 27 mobil listrik untuk pemerintah atau kalangan pemerintah. Diantara pemesannya adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan.
Mobil listrik yang banyak dipesan adalah: varian Evina sebanyak 3 unit, varian berpenumpang (MPV) sebanyak 8 unit, dan medium bus 16 unit. Perusahaan mengklaim bisa produksi 500 unit-1.000 unit mobil listrik per tahun dengan harga berkisar Rp 1,5 miliar-Rp 2 miliar per unit.
Adapun tingkat kandungan produk dalam negeri pada mobil listrik yang diproduksi Dasep ini baru mencapai 50 persen, sisanya impor dari Amerika Serikat termasuk bagian mesin. Dasep bilang, dua tahun ke depan, perusahaannya akan merakit mesin sendiri agar harga mobil bisa lebih murah 15 persen.
Untuk diketahui, agar mobil listrik bisa jalan, baterai mesti di isi dengan daya 60 kilo watt per hour (KwH) selama lima hingga enam jam. Dengan kapasitas baterai ini, mobil bisa jalan 120 kilometer dengan kecepatan sampai 120 kilometer per jam. Konsumsi energi mobil listrik ini diklaim lebih efisien 40 persen dari mobil biasa.
Walaupun sudah bisa diproduksi, namun mobil listrik ini belum bisa melenggang di jalan. Sebab, perusahaan belum mengantongi izin dari Kementerian Perhubungan. Budi Darmadi, Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi, Kemperin bilang, infrastruktur penunjang mobil listrik belum memadai. "Bus listrik ini cocoknya dalam rute point to point, jalurnya tetap," ujar Budi. (Benediktus Krisna Yogatama)