Jumat, 06 Desember 2013

Dahlan Iskan Saja Bisa, Mengapa Kami Tidak?


SATU setengah tahun sudah lewat semenjak berakhirnya program Pengentasan 100 RT Termiskin di Jakarta. Namun, Dadan Mardiasyah masih ingin untuk bisa ikut lagi program yang merupakan bagian dari Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu.


’’Kalau ada program seperti itu lagi, saya siap ikut. Apalagi, kalau sasarannya daerah yang lebih kumuh dan lebih miskin,’’ Dadan, begitu anak muda berpembawaan kalem ini biasa disapa. 


Dia mengaku bersyukur bisa menikmati rasanya berbuat sesuatu untuk masyarakat. ’’Rasanya puas kami bisa ikut membantu mengatasi masalah di kampung tempat kami ditempatkan,’’ akunya. 


Dadan memaparkan, awal 2012 lalu (bukan awal 2013 seperti pada tulisan serial #1, penulis) dia mendapat tawaran bergabung dalam program PKBL itu. Saat itu, dia masih berstatus mahasiswa Fakultas Hukum Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. 


Dia terpilih sebagai bagian dari 200 mahasiswa yang akan menjadi pelaksana Program Pengentasan 100 RT Termiskin di Jakarta. 200 mahasiswa itu disebarkan di 100 RT atau kampung, setiap RT dua mahasiswa. Dadan bertandem dengan Yulianto, mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta. 

Dua mahasiswa beda kampus ini mendapat penempatan di RT 1, RW 1, Kelurahan Kapuk Muara. ‘’Tempat kami paling pinggir, tergolong paling kumuh juga. Orang bilangnya ujungnya Kapuk Muara,’’ papar Dadan. 

Begitu tiba di sana, mereka langsung melakukan pengamatan lingkungan. Juga melakukan pertemuan dengan warga RT tersebut yang berjumlah sekitar 350 jiwa, atau 115 kepala keluarga (KK). 


Masalah utama langsung ditemukan. Yakni, kurangnya ketersediaan air bersih untuk keperluan sehari-hari. Mulai untuk mandi, cuci, buang air. Apalagi, air untuk minum dan masak. 


‘’Warga terbiasa melakukan aktifitas mandi, cuci dan buang air di sungai,’’ kata Dadan. 


Kekurangan air bersih itu berdampak kepada kesehatan warga kampung tersebut yang mayoritas bekerja sebagai buruh. Warga gampang terjangkit penyakit. Selain itu, lingkungan pun kurang bersih, terutama sanitasinya. 


Setelah menemukan masalah, Dadan bersama Yulianto langsung membuat proposal untuk mengatasi masalah tersebut. Empat perusahaan BUMN menyambut baik proposal tersebut, dan bergandengan tangan untuk membiayai lewat program PKBL. Empat BUMN itu adalah PT Pertamina, PT Pelindo II atau International Port Corporation (IPC), Perusahaan Gas Negara (PGN) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). 

Memanfaatkan dana dari empat BUMN itu, Dadan dan Yulianto langsung bergerak membuat beberapa program pembangunan. Antara lain membangun instalasi pengolahan air bersih. Juga, perbaikan sarana MCK di kampung itu. 

Agar dana PKBL yang ada bisa termanfaatkan dengan maksimal, dua mahasiswa itu pun bekerja keras. Misalnya, mereka memilih untuk mengerjakan sendiri proses perakitan instalasi pengolahan air bersih itu. ’’Kalau beli jadi (instalasi pengolahan air) ada. Namun, harganya mahal. Bisa mencapai Rp 150 juta. Dengan merakit sendiri, biaya kami tidak sampai separonya. Padahal itu sudah termasuk dengan bangunan ruangan tempat instalasi itu,’’ paparnya. 


Instasi air bersih yang dibangun dua mahasiswa relawan itu terdiri dari dua jenis. Yang pertama adalah instalasi penjernihan air. Fungsinya adalah mengolah air dari sungai yang melintasi kampung tersebut, agar menjadi air bersih. Air yang layak untuk keperluan MCK.


Selain instalasi penjernihan itu, lewat program ini, dua mahasiswa tersebut juga membangun instalasi pengolahan air layak minum. Air hasil olahan dari instalasi penjernihan, sebagian dialirkan ke instalasi pengolahan air minum, untuk menghasilkan air yang layak langsung diminum. 


Dadan yang sebenarnya mahasiswa jurusan hukum syariah, mengaku harus belajar tentang teknik perakitan instalasi penjernihan dan pengolahan air agar bisa menjalankan program ini secara swadaya. Dia pun belajar dari internet. 

’’Yang membuat kami lebih bangga adalah warga masyarakat mau bergotong royong menyumbangkan tenaga membangun ruangan untuk instalasi-instalasi tersebut. Kami tinggal mengluarkan biaya untuk tukang. Tukangnya pun mematok tarif lebih murah dari pada umumnya,’’ ujarnya. 

Begitu instalasi itu berfungsi, maka terjadilah perubahan drastis di lingkungan kampung ujung Muara Kapuk itu. Warga tidak lagi harus MCK di pinggir sungai. Mereka kini sibuk membangun kamar mandi dan kakus di rumah masing-masing. Toh, air bersih sudah tersedia, cukup. 


Warga juga mau bergotong royong merenovasi tempat MCK umum yang selama ini terbengkalai. ’’Pokoknya, terjadi perubahan total dalam kehidupan warga. Mereka kini terbiasa hidup dengan lebih bersih dan lebih sehat,’’ tambahnya. 

Dadan pun mengaku senang. Selain karena bisa membantu masyarakat secara langsung, dia juga senang karena bisa menjawab tantangan Menteri BUMN Dahlan Iskan? 

Apa sih tantangan Dahlan Iskan yang membuat Dadan begitu bersemangat dan sungguh-sungguh dalam melaksanakan program Pengentasan 100 RT Termiskin di Jakarta itu? 


Selengkapnya baca di 

http://birokrasi.kompasiana.com/2013/12/06/dahlan-iskan-saja-bisa-mengapa-kami-tidak-614313.html

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost