Photo dukument tribunnews.com
Mendadak mereka membisu. Sebelumnya berteriak lantang. Menuntut menteri yang ikut konvensi mengundurkan diri. Dengan alasan: para menteri tidak bisa fokus lagi bekerja.
Mengapa hanya menteri? Bukankah yang ikut konvensi ada ketua DPR, kepala daerah, dan anggota BPK?
Nampak jelas terlihat dari teriakan mereka. Bahwa sesungguhnya mereka sebenarnya tidak bicara “fokus kerja.” Tapi meneriakkan ketakutannya akan kekuatan sang menteri. Takut akan kekalahan. Kekalahan mereka atau kekalahan tuan mereka.
Lihatlah para pecundang itu. Tiba-tiba bungkam. Diam seribu bahasa. Tatkala Dahlan Iskan dengan tegas mengatakan: “Lebih baik aku mengundurkan diri dari konvensi daripada mundur jadi menteri.”
Dimana “fokus kerja” yang kalian teriakkan kemarin? Kaget ya mendengar jawaban Dahlan Iskan? Gak nyangka ya kalau syahwat politik Dahlan Iskan tak setinggi yang difikirkan otak ngeres kalian?
Ketahuilah. Dahlan Iskan itu orang waras. Tidak seperti kalian yang mendadak gila. Sehingga pribahasa yang kalian pelajari sejak bangku SD pun dilupa. Bukankah dulu dan mungkin sampai sekarang kalian hapal ini: “Harapkan burung terbang tinggi, punai di tangan dilepaskan.” Dahlan Iskan yang waras itu masih ingat ini. Tidak seperti kalian.
Tatkala kalian berteriak lantang kemarin. Ketahuilah menteri yang kalian teriaki itu adalah orang pondok pesantren. Logika orang pondok pesantren akan menertawai logika politisi kacangan seperti kalian.
Orang pondok pesantren itu berpegang pada kaidah ushul fiqih ini: “Segala sesuatu pada asalnya boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” Inilah logika berfikir mereka. Dan adakah tata tertib konvensi yang mengharuskan seorang menteri mundur jika ikut konvensi?
Atau kalian ingin membuat tata tertib baru? Tata tertib setelah permainan mulai?
Ah... justru itu membuat kalian semakin lucu dan tampak semakin bodoh. Bukankah di mana-mana di dunia ini, yang namanya tata tertib pasti selalu dibuat sebelum permainan dimulai? ***